OPTIMALISASIKERJA SAMAANGKATANBERSENJATA NEGARA-NEGARA DI LAUT CINA SELATAN
GUNAMENINGKATKANKEWASPADAANNASIONALDALAMRANGKAKETAHANANNASIONAL
Email:antariksayani10@gmail.com
Abstract
Asia Pacific is a strategic region for Indonesia, with
security issues, economic and political in the South China Sea (SCS). SCS as a
new Silk Road for obtaining natural resources, conflicting claims on the
Spratly archipelago and Paracell, as well as border issues. SCS Claimant
country is PRC, Brunei Darussalam, Cambodia, Malaysia, the Philippines, and
Vietnam. One of the efforts to manage the conflict by increasing Confidence
Building Measure /(CBM), the approval of a non-legally binding code of conduct
between ASEAN and China, the signing of the Declaration on the Conduct of
Parties in the South China Sea at the ASEAN summit- China, 4 November 2002 in
Phnom Penh, Cambodia. Cooperation between the Armed Forces in the State of the
SCS is still limited to the fields of education, training, visit, a meeting of
defense department officials, army officers, intelligence and also the
limitation of the infrastructures. This paper will examine the problem of
cooperation between Armed Forces. The Result showed that Not optimal
cooperation because: Not in compliance with the DOC as a guide cooperation
Armed Forces., Limited cooperation armed forces., Lack of cooperation in the
prevention of armed forces Transnational Crime (TC) by applying international
law and the lack of infrastructure Indonesian border region with state
LCS-state. Conclusion that the problem is indeed that the armed forces
cooperation must be optimized so that CBM is getting stronger, regional
stability can be maintained. For Indonesia it can increase national awareness
in order To increase Indonesian resilience. With Recommendations: Government
through the existing security mechanism - ASEAN, ASEAN-China, need to
accelerate new initiatives at the level of the strategic initiative,
institutional and operational cooperation to improve the Armed Forces SCS
countries., Government through Ministry Of Defense, Army, Parliament, need to
increase cooperation with the Armed Forces of SCS countries for security,
prosperity and political stability and economic community and ASEAN countries
SCS., government and SCS countries, United Nations, International Law Firm,
thinking about the application of the International law, or create a new
international law as law enforcement to solve the Transnational crime as piracy,
illegal fishing in the SCS, in particular on the high seas as a common
reference that includes what, who and how accountability and legal status for
the prosecution of such crimes., government Indonesia, with the government of
ASEAN, China, socialize DOC and its local line and monitoring its
implementation. It is expected that each country does not provoke each other,
not attack, and do not bring war equipment such as large warships patrol in the
area of conflict for SCS.
Key words: Cooperation, South China Sea,
Optimalization.
Pendahuluan
Secara
geopolitik dan geoekonomi, Asia Pasifik merupakan kawasan yang strategis bagi
Indonesia. Sejak dahulu Indonesia berkepentingan agar kawasan ini tumbuh
dinamis secara ekonomis serta mendapat dukungan dari stabilitas politik dan
keamanan yang kondusif bagi pencapaian kepentingan nasional[2][P2] . Dewasa
ini, entitas kawasan Asia Pasifik menjadi semakin penting terkait dengan
perkembangan negara-negara di kawasan ini, khususnya kemunculan India dan Cina
sebagai kekuatan baru ekonomi dunia. Bagi Indonesia, pertumbuhan kedua negara ini dipandang positif
untuk mengimbangi dominasi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik.
Isu strategisyangdinamis dan tumbuh bersama dengan kemajuan kawasan
Asia-Pasifik adalah isu keamanan LCS. Kondisi riil saat ini menunjukkan bahwa
Kawasan Laut Cina Selatan (LCS) menjadi semakin penting, baik dari sisi letak
geografis, ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan[3][P3] . Secara
geografis, LCS
sangat strategisbagi jalur perdagangan atau Sea
Lane of Trade (SLOT) dan Jalur Komunikasi
Internasional atau Sea Lane of Communication (SLOC)yang menghubungkan Samudera Hindia
dan Samudera Pasifik[4]. Secara ekonomis, LCS mempunyai potensi
sumber daya alam yang besar, terutama minyak bumi, gas alam dan
perikanan. Secara politis, LCS menjadi penting dalam konteks politik domestik,
yakni kepentingan kedaulatan (perbatasan masing-masing negara), dan stabilitas
politik regional negara-negara Association
of Southeast Asian Nations
(ASEAN). Laut Cina Selatan telah
menjadi isu geopoltik sebagai jalur sutera baru untuk memperoleh sumber daya alam,
menimbulkan konflik klaim atas gugusan kepulauan Spratly dan Paracell dan isu strategis
tersebut bergeser ke masalah perbatasan.
Hampir semua negara ASEAN, khususnya Brunei
Darusalam, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Filipina, Vietnam, Singapura terletak di tepi LCS,
yang secara geografis berdekatan dengan Republik Rakyat Cina (RRC) dan Republik
Cina(Taiwan)[5]. Dari delapan negara anggota ASEAN di atas, yang terlibat dalam konflik di LCS dengan RRC, yaitu
Brunei Darusalam, Kamboja, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Banyak pembicaraan
diplomatik telah dilakukan di antara kelima negara ASEAN tersebut dengan RRC.
Perjanjian tersebut dimaksudkan untuk meredakan konflik di LCS. Karena
kebijakan satu Cina dan tekanan Cina kepada ASEAN, maka Cinalah yang kemudian
menandatangani Declaration
on the Conduct (DOC) of Parties in the South Cina Sea, sedangkan Taiwan, tidak
dilibatkan dalam DOC.Hal inimendorong negara-negara ASEAN untuk memasukkan masalah keamanan
regional dalam agenda resmi ASEAN. Salah satu upaya untuk mengelola konflik tersebut
adalah meningkatkan rasa saling percaya atau Confidence Building Measure (CBM). Perundingan untuk pengelolaan
dan upaya pencarian penyelesaian damai konflik di LCS, sejauh ini baru pada
tahap disepakatinya suatu non-legally
binding code of conduct antara ASEAN dengan Cina, yakni saat
ditandatanganinya Declaration on the
Conductof Parties in the South Cina Seapada KTT ASEAN-Cina, 4 November 2002
di Phnom Penh, Kamboja[6].
Semenjak ditandatanganinya DOC, pengembangan
pangkalan militer, perlombaan senjata di kawasan LCS justru semakin meningkat,
dan beberapa kali terjadi konflik militer. Masing-masing negara juga menyiapkan
diri untuk mengatasi konflik dengan jalan kekerasan. Upaya kerjasama dikawasan
regional juga sudah banyak dilakukan, namun hasilnya belum mengembirakan. Hal
ini karena geopolitik masing masing negara di LCS tetap bersikeras kepada
kepentingan nasionalnya, bahkan seperti Cina sudah menyatakan kepentingannya di
LCS adalah kedaulatan mutlak.Untuk itu diperlukan suatu kajian untukmeningkatkankewaspadaan
negara-negara LCS guna
menciptakan stabilitasnasionaldan
regional. Secara internal, kerja sama angkatan
bersenjata negara-negara di LCS, maka permasalahan utamanya adalah “Bagaimana OptimalisasiKerja samaAngkatanBersenjata Negara-Negara di LCS gunaMeningkatkanKewaspadaanNasionaldalamRangkaKetahananNasional.”
Geopolitik,
Regionalisme,dan Perkembangan Lingkungan Strategis
Salah
satu teori geopolitik yang sangat terkenal dan banyak digunakan sebagai rujukan
dalam hubungan internasional adalah teori organism
yang diperkenalkan oleh seorang ilmuwan Swedia, Rudolf Kjellen. Dalam karya
besarnya,”The States as an Organism”, Kjellen menggambarkan bahwa negara
adalah sebuah organisasi yang menempati suatu wilayah geografis tertentu.
Bentuk fisik wilayah suatu negara akan menentukan tatanan politik, ekonomi,
sosial dan sistem pertahanan keamanan. Sedangkan letak geografis suatu negara
akan mempengaruhi hubungannya dengan negara lain di kawasannya. Sebagai sebuah organism, negara tidak bisa hidup
menyendiri tetapi membutuhkan organism
lain dalam suatu pola
simbiose tertentu. Region
atau kawasan diartikan sebagai sekumpulan negara yang memiliki kedekatan
geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu. Meskipun demikian,
kedekatan geografis saja tidak cukup untuk menyatukan negara dalam satu
kawasan.[7]
Hettne dan Soderbaun mengemukakan bahwa kedekatan geografis tersebut perlu
didukung adanya kesamaan budaya, keterikatan sosial dan sejarah yang sama[8].
Hal ini berlaku bagi negara-negara LCS yang mempunyai kesamaan geografis,
budaya dan keterikatan sosial yang disebut regionalism.
Teori regionalisasi yang merujuk kepada proses pembentukan regionalisme yang
berlangsung secara tidak langsung melalui interaksi sosial dan ekonomi, dan
keamanan melalui membangun rasa saling percaya.
Dalam teori perkembangan
lingkungan strategis, lingkungan strategis dapat dipahami, seperti
yangdijelaskan W. Michael Guilliot, yaitu: bahwa lingkungan strategis
sebuah negara terkait dengan keamanan bernegara yang menekankan pada pentingnya
analisa bidang politik dan militer. Kerangka pemikiran ini memberikan
keleluasaan dalam melihat atmosfer politik dan militer sebagai bagian analisa
aktor dan faktor yang mempengaruhi hubungan bernegara, khususnya bidang politik
dan militer, terutama yang meliputi
atmosfer yang terjadi di kawasan Asia Tenggara[9].
Gambar
1 Lingkungan Strategik
|
Sumber[P4] : [1]Michael W. Guillot, “Strategic Leadership: Defining the Challenge”, Air and Space Journal, Maxwel AFB:
Winter, 2003, Vol. 17, Iss4, h. 3. Melalui Yudho, Analisis Mengapa Pengembangan Postur Pertahanan Indonesia tidak
merefleksi perubahan Lingkungan Strategis di kawasan Asia Tenggara periode
2001-2004, UI, 2010
Sementara itu, Libor Frank[10][P5]
beranggapan bahwa lingkungan strategissebuah
negara terkait dengan keamanan bernegara yang menekankan pada pentingnya
analisa bidang politik dan militer. Kerangka pemikiran ini memberikan
keleluasaan dalam melihat atmosfer politik dan militer sebagai bagian analisa
aktor dan faktor yang mempengaruhi hubungan bernegara, khususnya bidang politik
dan militer.
Kerja
sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara di Laut Cina Selatan dan Permasalahannya
Kerjasama
Angkatan bersenjata negara-negara di LCS dapat dilihat dari kerja sama dalam membangun rasa saling percaya (CBM)
dan DOC, kejasama Angkatan Bersenjata di LCS, dan kerjasama Indonesia dengan
negara negara di LCS dan permasalahan lainnya ditemui yang berpengaruh terhadap
keamanan, serta kewaspadaan nasional di LCS.
a.
Kerja sama Angkatan
Bersenjata Dalam Membangun Rasa Saling Percaya (Confidence Building
Measure /CBM) dan Permasalahan DOC
Kerja sama
angkatan bersenjata dilaksanakan untuk membangun CBM. Saat ini di kawasan LCS implementasinya dalam kerangkabilateral dan multilateral(ASEAN dengan Cina), kerja sama regional (regionalism), inisiatif keamanan (security inisiatif), serta kerja samadengan negara lainnya.Pada tataran operasi bersama antar
negara ASEAN saat ini dilaksanakan dengan cara patroli bersama seperti Philindo
(Filipina Indonesia), Malindo (Malaysia Indonesia), Indosin (Indonesia
Singapura), Indonesia dengan Thailand, Malsindo (Indonesia Malaysia dan Singapura), dan yang terakhir MITS
(Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Singapura).
b.
Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara Di LCS
Saat ini umumnya kerjasama angkatan bersenjata masih
terbatas pada kerja sama pendidikan, latihan, saling mengunjungi,
pertemuan pejabat departemen pertahanan, pejabat angkatan bersenjata, intelijen. Kerjasama tersebut kuantitas dan intensitasnya
masih belum banyak. Implementasinya masih banyak yang berupa konsep, sehingga
kerja sama angkatan bersenjata dalam menangani masalah perbatasan, konflik,
penanggulangan masalah Transnational Crime (TC) masih belum optimal. Hal ini akan menurunkan kewaspadaan
nasional dan pertahanan
nasional.
c.
Kerjasama TNI dengan
Angkatan Bersenjata Negara-negara di LCS.
Secara
umum Indonesia kerja sama angkatan bersenjata Indonesia (TNI) dengan
negara-negara LCS yaitu
kerja sama RI dan Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Cina, Taiwan.
d.
Sarana Prasarana diwilayah perbatasan Indonesia
dengan negara-negara di LCS.
Indonesia
berbatasan Laut dengan 8 negara LCS, dan berbatasan darat dengan 1 negara LCS.
Pada umumnya, karena
banyaknya pulau pulau di LCS, serta Luasnya wilayah perbatasan Indonesia dengan
negara-negara LCS, sarana
dan prasarananya belum baik. Wilayah
perbatasan merupakan ruang hidup yang sangat rawan karena sebagian besar
merupakan wilayah kosong atau jarang penduduknya serta memiliki medan yang
sulit serta kurangnya sarana transportasi (jalan), sarana komunikasi, kurangnya
pos-pos pengawasan di wilayah perbatasan maupun personel pengawaknya.
Permasalahan yang Dihadapi.
Makna kerja sama di atas adalah untuk menjaga
stabilitas kawasan, agar perdamaian dapat selalu terjaga. Bagi Indonesia
stabilitas ini diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang baik demi
kesejahteraan bersama, memperkuat rasa saling percaya atau(Confidence Building
Measure /CBM) baik secara bilateral, regional ASEAN dan negara-negara di LCS, dengan
cara optimalisasi kerja sama angkatan bersenjata negara-negara LCS guna
kewaspadaan nasional dalam rangka pertahanan nasional. Namun
demikian,sampai saat ini pelaksananya masih menghadapi
beberapa permasalahan yaitu, baik secara internal Indonesia maupun eksternal di
negara-negara laut Cina Selatan pada masalah kesiapan personel untuk HADR, sarana-prasarana, DOC, intensitas, cakupan kerjasama,
dengan uraian sebagai berikut:
a.
Belum ditaatinya
DOCsebagai pedoman dalam Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-negara di LCS.
b.
Terbatasnya kerja sama
angkatan bersenjata negara-negara di Laut Cina Selatan.
c.
Lemahnya kerja sama
angkatan bersenjata dalam penanggulangan Transnational Crime (TC) dengan menerapkan hukum internasional
d.
Kurangnya sarana prasarana diwilayah perbatasan
Indonesia dengan negara-negara di LCS.
Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara di
Laut Cina Selatan yang Diharapkan
a.
Kerja sama angkatan
bersenjata dalam membangun rasa saling percaya (Confidence Buiding Measure /CBM) dan DOC
Kerja sama angkatan
bersenjata telah bermanfaat untuk membangun rasa saling percaya (Confidence Buiding Measure/CBM), mencegah arms race, mencegah konflik antar negara dan mengurangi technological gap. Pada tataran operasi bersama antar negara
ASEAN, operasi terkoordinir berupa patroli
terkoordinasi semakin baik, stand by
force untuk HADR PKO telah terbentuk untuk ASEAN. DOC makin ditaati dan telah menjadi
pedoman kerjasama angkatan bersenjata negara negara Laut Cina Selatan.
b.
Regionalisme dan kerjasama angkatan bersenjata
dalam menanggulangi Transnational Crime
(TC)
Regionalisme
untuk menghindari potensi konflik negara negara di LCS yang diharapkan telah berjalan, dengan pendekatan perundingan
secara damai baik secara bilateral maupun multilateral, serta menciptakan
tingkat kepastian hukum di kawasan. Setiap pihak yang bertikai sudah dapat
menghormati aturan-aturan dan kesepakatan regional yang telah mendapat
pengakuan internasional.
Gangguan keamanan nontradisional berupa gangguan
keamanan maritim Transnational
Crime (TC)
utamanya piracy, pelanggaran
navigasi, terorisme dan illegal trafficking sudah dapat diatasi oleh negara-negara LCS
utamanya di derah konflik, arm race
sudah tidak terjadi lagi. Hal ini menunjukkan meningkatnya kerjasama angkatan
bersenjata dalam menanggulangi TC.
Dalam menanggulangi permasalahan negara-negara LCS yang menyangkut klaim teritorial, kepemilikan pulau, kegiatan perompakan di LCS
sudah dapat ditanggulangi dengan penerapan hukum internasional, hukum laut
internasional. Sebagai
contoh implementasinya apabila ditemui perompakan di LCS, ditangkap oleh
Angkatan Laut yang sedang patroli di daerah tersebut, penyelesaiannya
menggunakan hukum internasional yang telah disahkan dan diratifikasi oleh negara
tersebut. Pelaku dan barang bukti dapat dibawa ke negara penegak hukum dengan
menggunakan hukum nasionalnya yang telah mengacu pada hukum internasional yang
berlaku. Oleh karena itu,diharapkan negara-negara di LCS seperti
Cina telah menaati Hukum Laut Internasional
utamanya UNCLOS
1982, yang mengatur negara kepulauan, teritorial
laut.
Klaim tumpang tindih yang terjadi atas kepemilikan pulau dan ZEE
diharapkan sudah dapat diatasi dengan saling menguntungkan sehingga dapat
meningkatkan stabilitas regionalmelalui forum kerja sama regional antarnegara
ASEAN maupun forum kerja sama ekstra regional dengan berbagai mitra dialog di
luar ASEAN dan memperluas kerjasama Angkatan Bersenjata.
c.
Kerja sama
Angkatan Bersenjata Negara-Negara di LCS.
Diharapkan kerja sama Angkatan Bersenjata (military-to-military interaction) selama
ini dilaksanakan diberbagai level semakin baik. Kerja sama angkatan bersenjata
negara-negara LCS, diharapkan mampu untuk:
1)
Menjaga keamanan SLOC, SLOT (Safeguarding SLOC) agar dapat digunakan untuk kesejahteraan umat
manusia.Negara besar seperti Jepang dan Cina yang selama ini telah membantu negara
pantai seperti Indonesia, Malaysia, tetap melanjutkannya untuk memelihara
peralatan navigasi, peralatan Integrated
Maritime Surveillance System (IMSS) sebagai perhatian terhadap maritime (Maritime Domain Awareness).
2)
Menjaga keamanan
maritim (Maritime Security) dari
ancaman piracy, navigation, terrorism,
illegal trafficking. Mengacu pada UNCLOS 82 utamanya kewajiban negara-negara untuk
bekerjasama dalam menanggulangi piracy,
serta meningkatkan kerjasama kawasan yang telah ada dalam menanggulangi terrorism dan illegal trafficking.
3)
Masing masing negara claimant telah
cooling down, mengurangi ketegangan dengan melakukan patroli, hanya kapal-kapal kecil untuk keamanan LCS dan tidak saling provokatif,
dengan tidak menggelar kekuatan yang ofensif sewaktu melaksanakan patroli,
bekerja sama patroli darat antar negara yang mempunyai perbatasan darat.
4)
Meningkatkan CBM
melalui kerja sama yang efektif di bidang pertahanan dan keamanan latihan, pendidikan
(Capacity Building)
Hubungan military
to military interaction (telah berhasil dengan baik. Kerja sama counter terrorism, peacekeeping operation, military
medicine, maritime security dan HumanitarianAssistance And Disaster Relief
(HADR) dan Kerjasama angkatan bersenjata sudah dapat dikembangkan dengan
baik.Kesiapan SDM (Man), dana (money), metode, serta kekuatan yang disiapkan sudah dapat
dilaksanakan pada tingkat ASEAN.Demikian juga dengan Cina dan Taiwan, kerja sama telah dilakukan dengan baik.
Disamping itu, kerjasama angkatan bersenjata pada bidang pendidikan,
latihan, saling mengunjungi, pertemuan pejabat departemen pertahanan, pejabat
angkatan bersenjata, intelijen makin meningkat.
d.
Kerja sama angkatan bersenjata antara Indonesia
dengan negara-negara di LCS.
Secara
umum diharapkan kerja sama-kerja sama bidang pendidikan, latihan, saling
mengunjungi, pertemuan pejabat departemen pertahanan, pejabat Angkatan
Bersenjata, inteiljen dapat diimplementasikan dengan baik.
Indikator
Keberhasilan
Optimalisasi
kerja sama angkatan bersenjata negara-negara LCS dalam rangka kewaspadaan
nasional guna ketahanan nasional berhasil dengan indikator keberhasilan sebagai berikut:
a.
Telah ditaatinya DOC sebagai pedoman dalam kerja sama angkatan
bersenjata negara-negara LCS.
b.
Makin luasnya kerja sama angkatan bersenjata
negara-negara LCS.
c.
Kuatnya kerja sama
angkatan bersenjata dalam penanggulangan Transnational Crime (TC) dengan Menerapkan Hukum Internasional
d.
Lengkapnya sarana prasarana diwilayah perbatasan
Indonesia dengan negara-negara LCS.
Konsepsi Optimalisasi Kerjasama Angkatan Bersenjata Negara di Laut Cina Selatan
Berdasarkan data dan analisis diatas maka di buat kebijakan, strategi dan
upaya sebagai berikut:
Kebijakan
Untuk mengoptimalkan kerja sama angkatan bersenjata
negara-negara LCS guna meningkatkan kewaspadaan ditetapkan kebijakan sebagai
berikut :
“Terwujudnya optimalisasi kerja sama Angkatan Bersenjata negara-negara
LCS melalui ditaatinya DoC sebagai pedoman kerja sama angkatan
bersenjata, memperluas kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-negara LCS,meningkatkan
penanggulangan transnational crime dengan
penerapan Hukum Internasional,
melengkapi sarana dan prasarana diwilayah perbatasan, guna kewaspadaan nasional,
dalam rangka ketahanan nasional.“
Strategi
Untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan tersebut di
atas, perlu adanya penjabaran dalam bentuk strategi yang menunjukkan
langkah-langkah atau cara dalam menggunakan daya, dana dan sarana serta
prasarana dengan pengaturan skala prioritas pada setiap sasaran yang hendak
dicapai dengan strategi sebagai berikut :
a.
Strategi-1.Medorong ditaatinya DOC oleh negara claimant, menaati
prosedur DOC, dan guide line-nya sesuai dengan kesepakatan ASEAN –Cina.
b.
Strategi-2.Memperluas
Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara LCS dengan melibatkan pemerintah
pusat dan komponen bangsa dipusat maupun daerah, yang sejajar dengan
negara-negara LCS untuk meningkatkan CBM.
c.
Strategi-3.Meningkatkan Kerja sama Angkatan Bersenjata dalam penanggulangan transnational crime dengan Menerapkan HukumInternasional, dalam
menanggulangi transnational crime di LCS, melalui kerja sama, komunikasi dan
koordinasi dengan melibatkan pemerintah pusat dan daerah, antar negara diwilayah
LCS dan PBB.
d.
Strategi-4: Melengkapi
sarana dan prasarana diwilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara LCS.
Upaya
a.
Upaya Strategi-1.Medorong ditaatinya DOC oleh
negara claimant, menaati prosedur DOC, dan guide
line-nya
sesuai dengan kesepakatan ASEAN –Cina. Denganupaya yang dilakukan sebagai berikut:
1)
Pemerintah pusat melalui Kemenlu, Kemhan,
TNI, melaksanakan koordinasi dengan negara-negara Claimant melalui mekanisme yang ada dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik
selalu mengusahakan dipatuhinya DOC.
2)
Pemerintah melalui Kemenlu, Kemhan
menjabarkan COC dengan memanfaatkan bargaining
position Indonesia yang baik berkoordinasi dengan negara-negara LCS agar
dapat diterima oleh semua pihak.
3)
Pemerintah pusat melalui Kemenlu, Kemhan selalu dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik
berkoordinasi dengan negara-negara LCS untuk menaati guide line DOC.
4)
Pemerintah/Kemenlu, Kemhan,
TNI, bekerja sama dengan DPR melakukan
koordinasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan
aparatur pemerintah, serta dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik koordinasi dengan Kemenlu negara-negara ASEAN, tentang pelaksanaan “Pacific
settlement dispute”, dan TAC
agar tercipta CBM.
b.
Upaya Strategi-2. Meningkatkan Kerja sama Angkatan Bersenjata
Negara-Negara LCS dengan melibatkan pemerintah dan komponen bangsa
dipusat maupun wilayah perbatasan, yang sejajar dengan bangsa ASEAN dalam
meningkatkan CBM. Upaya yang dilakukan:
1)
Pemerintah melalui Kemlu, Kemhan,
TNI, didukung pemangku kepentingan lainnya, memperluas kerja sama dibidang pendidikan, latihan,
pertukaran personel intelijen yang lebih aplikatif.
2)
Pemerintah melalui Kemlu, Kemhan,
TNIdidukung pemangku kepentingan lainnya mengaplikasikan kerja sama HADR, medis, PKO dan penanggulangan terorisme.
3)
Pemerintah pusat melalui Kemhan, TNI didukung pemangku kepentingan lainnya
menyiapkan stand by force untuk
memanggulangi bencana, terorisme dinegara masing masing, sehingga dapat memberikan bantuan antar negara negara di LCS apabila
mendapatkan malapetaka bencana alam.
4)
Pemerintah melalui Kemlu, Kemhan,
TNI, didukung pemangku kepentingan lainnya melibatkan pemerintah daerah
diperbatasan untuk melakukan kerja samapengawasan dan pengamanan perbatasan
darat dengan menambah pos lintas batas, pos penjagaan dan untuk batas laut
dengan cara penyelesaian batas, dan patroli bersama dan meningkatkan ke Joint Patrol untuk OMSP.
c.
Upaya Strategi-3.Meningkatkan Penerapan Hukum Internasional, dalam
menanggulangi transnational crime di LCS, melalui kerja sama, komunikasi dan
koordinasi dengan melibatkan pemerintah pusat dan daerah, antar negara diwilayah
perbatasan LCS dan PBB. Upaya yang dilakukan :
1)
Pemerintah melalui Kemlu, BNP, TNI, POLRI,Kemenkumham dan DPR, didukung oleh pemangku
kepentingan lainnya meratifikasi konvensi
internasional yang berkaitan dengan kejahatan transnasional.
2)
Pemerintah melalui Kemenlu, Kemenkumham, TNI, POLRI didukung oleh
pemangku kepentingan lainnya, dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik membuat MoU antar negara ASEAN yang relevan dengan
penanggulangan kejahatan transnasional untuk mengurangi beda kepentingan antar
negara-negara ASEAN.
3)
Pemerintah melalui Kemenlu, Kemenhukham
dibantu oleh pemangku kepentingan lainnya dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik,
melengkapi Undang-Undang hubungan bilateral dan
multi lateral termasuk dengan bangsa-bangsa ASEAN
4)
Pemerintah melalui Kemenlu, Kemenhukham
dibantu oleh pemangku kepentingan lainnya dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baikmembuat perjanjian ekstradisi antar negara ASEAN untuk
semua bentuk kejahatan transnasional
5)
Pemerintah melalui Kemenlu, Kemenhukham
dibantu oleh pemangku kepentingan lainnya dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baikmenyelaraskan Kebijakan nasional diantara negara-negara
ASEAN.
6)
Pemerintah melalui Kemenlu, Kemenhukham,
TNI, POLRI dibantu oleh pemangku kepentingan lainnya dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baikmengangkat isu kejahatan korupsi, illegal logging, illegal
fishing dan illegal mining agar
menjadi isu kejahatan transnasional dikawasan ASEAN.
7)
Pemerintah melalui Kemlu, TNI, POLRI, Kemenkominfo
dibantu dengan pemangku kepentingan lainnya, membuat jaringan komando, kendali, komunikasi, komputer dan informasi antara aparat perbatasan dan pusat, koordinasi pusat dan
daerah guna patroli bersama wilayah perbatasan dengan negara-negara ASEAN.
8)
Pemerintah melalui Kemenlu, TNI, POLRI dibantu pemangku kepentingan
lainnya melakukan sinergitas kerja sama antara angkatan bersenjata negara
negara LCS, melalui mekanisme ARF guna membangun CBM.
e.
Strategi-4. Melengkapi
sarana dan prasarana diwilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara sekitar.
Upaya yang dilakukan :
1) Pemerintah melalui Kemhan, TNI, dibantu pemangku kepentingan lainnya
melengkapi sarana dan prasarana,
serta menyusun dan menata kembali kebijakan
tentang gelar kekuatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kemungkinan gangguan
keamanan di wilayah perbatasan, dengan
kegiatan sebagai berikut :
a) Melengkapi
peralatan danpersonel yang diperlukan disesuaikan
dengan wilayah perbatasan, sehingga mampu melaksanakan kerjasama antara angkatan bersenjata
dengan negara di LCS, mengatasi gangguan keamanan di wilayah perbatasan, mengamankan SLOT, SLOC. Dengan adanya sarana transportasi dan komando,
kendali, komunikasi,
komputer dan informasi, bila ada permasalahan akan
lebih cepat dapat diatasi.
b) Melengkapi
sarana dan prasarana yang ada diwilayah perbatasan secara bertahap agar dapat
membantu menciptakan Kewaspadaan Nasional, Ketahanan Nasional.
c) Merekrut putera daerah wilayah perbatasan untuk menjadi
anggota TNI, setelah menjadi anggota TNI mereka telah menguasai
wilayah perbatasan dan permasalahannya.
d) Mendorong
pembangunan daerah perbatasan melalui percepatan pembangunan daerah perbatasan,
untuk meningkatkan ekonomi, kesejahteraan dan keamanan masyarakat.
2) Pemerintah
melalui Kemhan, TNI dan Departemen terkaitbersama
pemerintah daerah melengkapi sarana dan prasarana pintu perbatasan, agar dapat
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang akan melaluinya, dengan kegiatan
sebagai berikut :
a) Meningkatkan
kerjasama dengan instansi terkait serta angkatan
bersenjata negara tetangga, dilengkapi
puskodal sehingga diperoleh persamaan
dalam menghadapi permasalahan di perbatasan
b) Menyusun prosedur peraturan
secara terpadu antar instansi Bea dan Cukai, Imigrasi, karantina dan petugas
keamanan serta melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan oleh instansi
tersebut dalam rangka menciptakan keamanan bersama.
c) Meningkatkan
kemampuan aparatur Pemda melalui pendidikan dan latihan, khususnya di bidang
pengawasan lingkungan, kepabeanan dan keimigrasian dan
mulai diikutkan Sesko Angkatan dan Sesko TNI serta lemhannas.
d) Membangun sarana
transportasi dan K4I terutama yang menghubungkan
pintu perbatasan dengan pusat pemerintahan atau pusat perekonomian. Dengan
adanya sarana transportasi dan komunikasi, bila ada permasalahan akan lebih
cepat dapat diselesaikan dan mengimbangi sarana prasarana negara tetangga,
melaksanakan corpat dan joint patrol.
3) Pemerintah melalui Kemendiknas, Kemendagri, Kemenhukham, pemerintah daerah bersama TNI/POLRI, meningkatkan pemahaman dan kemampuan masyarakat tentang
berbangsa dan bernegara, aturan dan hukum yang berlaku melalui sosialisasi dan
pemberdayaan, sehingga timbul semangat kebangsaan, kesadaran bela negara dan kemampuan
untuk memahami dan menaati hukum serta aturan yang berlaku.
4) Meningkatkan
kerjasama angkatan bersenjata dengan patroli keamanan perbatasan, joint patrololeh aparat daerah baik didarat maupun dilaut, dengan
menambah intensitas patroli, jumlah pasukan dan KRI, K4I, dengan menfaatkan
intelijen
kewilayahan guna meningkatkankewaspadaan
nasional dalam rangka ketahanan nasional.
Penutup
Kesimpulan
a.
Negara negara LCS telah mengembangkan berbagai
forum kerja sama di berbagai aspek
kehidupan bangsa dan masyarakat secara bilateral maupun multilateral, dalam
bentuk kerja sama politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam dalam kerangka ASEAN dan ASEAN-Cina, demi kepentingan kawasan dan kepentingan
nasional setiap negara. Kerja sama di
kawasan ini yang dilakukan
dengan tujuan perdamaian, masih belum optimal. Oleh
karena itu,dibutuhkan usaha yang keras dan
komitmen bersama dalam menyelesaikan konflik perbatasan darat dan laut
antara masing-masing
negara, serta konflik
tumpang tindih di kawasan LCS. Penggunaan DOC sebagai
pedoman kerjasama antarangkatan bersenjata, bentuk kerjasama yang masih harus
diperluas, kesulitan dalam penerapan hukum internasional serta sarana dan
prasarana. Peningkatan berbagai bentuk kerja sama melalui tukar-menukar
berbagai informasi, penegakan hukum, pengembangan kapasitas organisasi dan
elemen-elemen penegakan hukum,yang diharapkan
mampu menanggulangi secara optimal, efektif, komprehensif dan tuntas dari berbagai ancaman termasuk kejahatan lintas negara.
b.
Dalam konteks ini, maka optimalisasi kerja sama antara Angkatan Bersenjata Negara-negara
LCS amat dibutuhkan, dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan, menghilangkan miss-komunikasi antara komandan lapangan, dan memperkuat
diplomasi militer.Secara umum, pada tingkat militer ASEAN, dibutuhkan
sinergi militer negara-negara LCS, termasuk anggota ASEAN (decreasing tension and increasing CBM). Salah satunya adalah melalui komunitas keamanan dengan cara
mengurangi insentif perang atau konflik bersenjata, persaingan bersenjata dan
menurunkan ketegangan diantara negara- negara anggota komunitas keamanan
tersebut. Menyikapi pembahasan masalah LCS, maka hal-hal yang dapat segera dilaksanakan oleh militer
ASEAN yakni :regional maritime security forum, information
sharing, corpat, SAR exercise, anti-terrorism, Senior officers’ exchange,
institutional capacity building,melakukan kerja sama pada bidang-bidang yang tidak
memiliki implikasi kewilayahan atau merubah posisi setiap pihak.
c.
Perluasan kerja sama Angkatan Bersenjata
negara negara LCSdapat dilakukan untuk membantu mengatasi ancaman
kejahatan lintas negara dengan penerapan hukum
internasional, ditaatinya DOC, membantu mengatasi konflik perbatasan dengan
sarana dan prasarana penegakan hukumnya yang lengkap, sehingga dapat
meningkatkan kewaspadaan nasional dan pertahanan nasional. Untuk
mengantisipasi dan menanggulangi konflik
LCS yang cukup rumit dan sudah pada level inter-regional, maka status quo tidak dapat
dipertahankan lagi, sehinggadibutuhkan inisiatif-inisatif baru pada level strategis,
institusional dan operasional.
Saran
a.
Perlunya pemerintah melalui mekanisme keamanan yang
ada –ASEAN, ASEAN-Cina, selain kerja sama Angkatan Bersenjata yang
ada – melakukan percepatan inisiatif-inisatif
baru pada level strategis, institusional dan operasional untuk meningkatkan
kerja sama Angkatan Bersenjata negara negara LCS.
b.
Bagi Indonesia, walaupun tidak terlibat konflik di LCS, tetapi
juga mempunyai masalah perbatasan dengan negara-negara LCS.Oleh karenanya,pemerintah melalui Kemhan, TNI, DPR, perlu meningkatkan kerja sama dengan Angkatan Bersenjata negara negara
LCS demi keamanan, kesejahteraan dan kestabilan politik dan ekonomi masyarakat
negara negara LCS dan ASEAN, serta peningkatan kewaspadaan nasional dan
ketangguhan ketahanan nasional.
c.
Perlunya pemerintah
bersama negara-negara LCS, PBB, Badan Hukum Internasional, memikirkan penerapan hukum Internasional, atau membuat Hukum Internasional yang baru untuk penegakan hukum, mengatasi kejahatan Transnational Crime seperti piracy, illegal fishing di LCS, khususnya di laut bebas sebagai rujukan bersama yang mencakup
apa, siapa dan bagaimana pertanggung jawaban dan status hukum bagi penindakan
kejahatan tersebut.
d.
Perlunya pemerintah Indonesia, bersama pemerintah ASEAN, Cina,
untuk mensosialisasi DOC dan guide line-nya dan pengawasan pelaksanaannya, agar secara etika dan
moral ditaati bersama, terutama bagi negara-negara yang bersengketa, agar konflik tidak meluas dan diselesaikan dimeja
perundingan. Untuk itu diharapkan agar setiap negara tidak saling memprovokasi, tidak menyerang, dan tidak membawa peralatan
perangnya seperti kapal perang besar untuk patroli di daerah konflik LCS, sehingga stabilitas kawasan dapat terjaga. Dan bagi Indonesia sendiri
dapat meningkatkan kewaspadaan nasional dalam rangka ketahanan nasional.
Daftar Pustaka
Guillot, Michael W. 2013. “Strategic Leadership: Defining the Challenge”, Air and Space Journal, Maxwel AFB.Vol
17, Iss4. Melalui Yudho, Analisis Mengapa Pengembangan Postur Pertahanan Indonesia tidak
merefleksi perubahan Lingkungan Strategis di kawasan Asia Tenggara periode
2001-2004, UI, 2010.
Kemlu, “Posisi Indonesia
terhadap Kawasan
Asia Pasifik”, Juni 2011, dalam http://www.deplu.go.id/Pages/IFP.aspx?P=Bilateral&l=id.
Libor Frannk, The Czechh
Republic Seccurity Environnment, diaksess pada 10 Agustus 2011 melalui
http://www. army.cz/mo/oom/obrana_a__strategic/1-20003eng/frank.ppdf.
Mansfield, Edward D. dan Helen V. Milner.The New Wave of Regionalism dalamElisabeth
Kartikasari. 2010.FTA Asean-Cina Sebagai Upaya Perluasan Mitra Dagang. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana HI UGM.
Makalah Panglima TNI pada pertemuan ASEAN Chief Of Defence Force Informal Meeting
(ACDFIM), The Role Of Indonesian Defence Force (TNI)
In Synergizing The Roles Of Asean Militaries In Response To Current Security
Challenges At South China Sea“, Jakarta, 21 April 2011
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara,
dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Perhimpunan_Bangsa-bangsa_Asia_Tenggara;
Wikipedia, 2011., http://www.aseansec.org/about_ASEAN.html, 2011;danhttp://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Rakyat_Cina.
Thao, Nguyen Hong. 2003.The 2002
Declaration on the Conduct of Parties in the South
Cina Sea: A Note. Vietnam. Faculty
of Law University of Hanoi.
Dirkersin kemhan, “Kerja
Sama Pertahanan”, Mei 2011.
James A.F. Stoner, Management,
Jilid I dan II edisi II, jakarta 2005.
Joint declaration Of The
ASEAN defence Ministers on Enhanching Regional Peace and Stability.
Kewaspadaan Nasional di Era Reformasi, Pokja Lemhannas
RI, 2004
Makalah Sespusjianstra TNI,
“South East Asia Maritime Security
Challenges: Indonesian Perspective’, NADI Vietnam, April 2010.
Manajemen konflik
kewaspadaan Nasional, Pokja Kewaspadaan Nasional Lemhannas, 2011, PPRA 46.
Modul Kewaspadaan Nasional, PPRA 46, 2011.
Modul ketahanan Nasional,
PPRA 46, 2011.
Muladi, “ Konsep kerjasama
Keamanan (Cooperative Security),” Kuliah Lemhannas, PPRA 46, September 2011.
Pertemuan puncak ASEAN,
tanggal 7 Mei, 2010,di Jakarta Indonesia,.
Pertemuan Para Panglima
Angkatan Bersenjata ASEAN ke 7 (ACDFIM-7), Vietnam, 2010.
Prof. Dr. Romli Atma Samita,
Hukum Pidana Internasional, Jakarta 2003.
Ramses Amer, The Association of
Southeast Asian Nations’ (ASEAN) Conflict Management Approach Revisited:Will
the Charter Reinforce ASEAN’s Role’, Bab IV, TAC, ASEAN, mengUtarakan mengenai
prinsip-prinsip secara damai.http://www.seas.at/aseas/2_2/ASEAS_2_2_A2.pdf.
Robert Jackson dan George
Sorensen, “Introduction To International Politics”, Oxford University Press
1999.
Romli Atma Samita, Hukum
Pidana Internasional, Jakarta 2003.
Syahmin Ak, Hukum Organisasi
Internasional, Jakarta, 2001.
UN Charter BAB VI, pasal 33:http://un.by/en/documents/ustav/ustavgl6text.html
Yudho, Analisis Mengapa Pengembangan Postur Pertahanan Indonesia tidak
merefleksiperubahan Lingkungan Strategis di kawasan Asia Tenggara periode 2001-2004,
UI, 2010.
[1]Penulis
adalah Laksamana Pertama TNI. Lulus Adimakayasa AAL 1982, bertugas di
Wantannas, fungsional Dosen Lemhannas
dan Ketahanan Nasional UI, Lektor.
[2]Kemlu, “Posisi Indonesia terhadap Kawasan Asia Pasifik”, Juni 2011, dalam http://www.deplu.go.id/Pages/IFP.aspx?P=Bilateral&l=id.
[3]Michael W. Guillot, “Strategic Leadership: Defining the Challenge”, Air and Space Journal, Maxwel AFB:
Winter, 2003, Vol. 17, Iss4, h. 3. Melalui Yudho, Analisis Mengapa Pengembangan Postur Pertahanan Indonesia tidak
merefleksi perubahan Lingkungan Strategis di kawasan Asia Tenggara periode
2001-2004, UI, 2010
[4]Makalah Panglima TNI pada pertemuan ASEAN Chief Of Defence Force Informal Meeting (ACDFIM), “The Role Of
Indonesian Defence Force (TNI) In Synergizing The Roles Of Asean Militaries In
Response To Current Security Challenges At South China Sea“, Jakarta, 21 April 2011.
[5]Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara,
dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Perhimpunan_Bangsa-bangsa_Asia_Tenggara, Wikipedia, 2011, http://www.aseansec.org/about_ASEAN.html, 2011;danhttp://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Rakyat_Cina,
diedit penulis.
Republik Rakyat Cina (RRC) atauPeoples Republic
of China(PRC), dan Republik Cina(RC) atau Republic of
China(ROC/ terkenal dengan nama Taiwan).
[6]Nguyen Hong Thao, The 2002 Declaration on the Conduct of Parties in the South
China Sea: A Note, (Vietnam:
Faculty of Law University of Hanoi, 2003).
[7] Edward D. Mansfield dan Helen V. Milner, The New Wave of Regionalism,dalamElisabeth
Kartikasari, FTA ASEAN-China Sebagai Upaya Perluasan Mitra Dagang,(Yogyakarta: Program Pasca sarjana, HI UGM, 2010).
http://www.
army.cz/mo/oom/obrana_a__strategic/1-20003eng/frank.ppdf