Sabtu, 30 November 2013

CYBER SPACE NEGARA ASEAN SERTA DAMPAKNYA BAGI INDONESIA

LESSON LEARNED RANGKAIAN WORKSHOP DAN CONFFERENCE CYBER SPACE NEGARA ASEAN SERTA DAMPAKNYA BAGI INDONESIA[1] Oleh: Laksma TNI Dr. Yani Antariksa., SE, SH, MM “The internet is fast, whereas criminal law systems are slow and formal. The internet offers anonymity, whereas criminal law systems require identification of perpetrators…The internet is global, whereas criminal law systems are generally limited to a specific territory. Effective prosecution with national remedies is all but impossible in a global space.” [Sieber, 2004][2] PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan dunia dibidang teknologi, informasi dan komunikasi (informa tion communication and technology) / ICT mengalami kemajuan yang demikian pesat dan cepat, dan di luar dugaan. Melalui perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi seperti internet dan peralatan komunikasi lainnya, manusia dapat mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia manapun dalam hitungan detik, dapat berkomunikasi dan mengenal orang dari segala penjuru dunia tanpa harus berjalan jauh dan bertatap muka secara langsung. Di era 90 an semenjak perkembangan teknologi informasi menjadi sangat pesat, muncul adagium barang siapa menguasai informasi, menguasai dunia. Inilah yang mendorong negara adi daya untuk berlomba - lomba memasuki medan peperangan yang baru yaitu perang informasi terutama dengan memanfaatkan media masa dan jaringan informasi global. Hal ini dapat dibuktikan dengan kejatuhan pemerintahan seperti Haiti dan Uni Soviet, yang tidak terlepas dari perang informasi global tersebut. Realitas menunjukkan bahwa Peralatan ICT disamping memberi manfaat bagi kemaslahatan masyarakat, di sisi lain juga memiliki potensi untuk digunakan sebagai alat melakukan kejahatan. Kejahatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dapat terjadi pada kejahatan biasa maupun yang secara khusus menargetkan kepada sesama infra struktur teknologi informasi dan komunikasi sebagai korbannya. Pelakunyapun dapat berupa aktor negara maupun non negara. Dampak dari kejahatan yang muncul dari penggunaan teknologi, informasi dan komunikasi secara negatif dapat menyebabkan ancaman dan permasalahan terhadap aspek kehidupan masyarakat secara nasional dan transnasional. Dalam dunia bisnis, pemerintahan termasuk pertahanan dan keamanan hampir semuanya menggunakan sarana internet, komputer untuk menjalankan aktifitasnya. Internet secara total merubah kecepatan dalam melaksanakan bisnis. Hal ini menunjukkan bahwa kreasi virtual telah menjadi bagian integral dalam menjalankan aktifitas sesuai fungsi masing masing dalam kegiatan dunia yang nyata. Na`mun demikian pemberdayaan teknologi yang telah diciptakan dan dibangun juga memperkuat bagi yang kurang bertanggung jawab untuk menganggu dan menghancurkannya. Hasil sutdy Symantec State of Enterprise Security menunjukkan bahwa beberapa tahun ini tiga dari empat aktifitas dunia bisnis mengalami serangan cyber (Cyber attacks ). Dimana mana pemerintah dan businesman disibukkan untuk meng countered Cyber attacks , antara lain Singapura dan Indonesia, China, USA dan masih banyak negara lainnya. Cyber attacks hanya memerlukan modal yang kecil atau sedikit manpower, tetapi kerusakan yang ditimbulkannya dapat terjadi sedemikan besarnya[3]. Sebagai contoh insiden Sasser Worm pada tahun 2004 cyber attack oleh seorang siswa warga negara Jerman yang berumur 18 tahun, mampu menganggu dan merusak lebih dari lebih dari sejuta jaringan komputer komputer dunia, yang menyebabkan kerugian lebih dari 15 juta US $. Insiden ini menunjukkan bahwa serangan cyber dapat dilakukan hanya oleh satu orang atau grup kecil dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan yang begitu besar. Dengan analogi yang sama bagai mana kerugian tersebut diderita oleh Singapura atau perbankan Indonesia bila serangan itu terjadi, demikian pula untuk transaksi bisnis lainnya yang sudah on line. Dari sini dapat diketahui betapa pentingnya keamanan jaringan komunikasi (Info-Comm Security ). Demikian juga pentingnya keamanan terhadap cyber terorism dan cyber criminal. Merujuk pada latar belakang diatas maka tepatlah kiranya bila negara negara regional Asia Pacifik bekerja sama untuk menanggulang kejhatan ICT. Dalam rangka meningkatkan kerjasama dan membangun hubungan rasa saling percaya (Confidence Building Measure/CBM), baru baru ini Asia-Pacific Center for Security Studies (APCSS) bekerjasama dengan Universitas Pertahanan Singapura mengundang para alumni APCSS khususnya anggota yang berasal dari negara ASEAN, beserta para pakar, akademisi, praktisi untuk melaksanakan Workshop “Cyberia: Identity, Cyberspace & National Security”, dilanjutkan dengan konferensi yang melibatkan praktisi dan swasta mengenai “Cybersecurity & Cyberterrorism”, selama empat hari, dari tanggal 20 s/d 24 Agustus 2012. Peserta Workshop terdiri dari 50 peserta (termasuk penyelenggara APCSS Amerika dan Singapura), berasal dari lima negara Anggota ASEAN yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Philipina. Peserta Confference terdiri 150 peserta, terdiri dari alumni APCSS, birokrat, praktisi, akademisi dan swasta. Bagi Unhan Singapura konferensi ini dilakukan sudah yang keenam kalinya, dan membawa kemajuan awareness terhadap utamanya terhadap Cybersecurity. Kegiatan APCSS di luar negeri (outreach) untuk tahun ini dilaksanakan di lima negara yaitu Singapura, Indonesia, Australia, Maldive dan Pakistan. Indonesia sebagai bagian dari anggota ASEAN, telah mengirimkan 5 personil alumni APCSS dari Setjen Wantannas, BAIS, BIN, POLRI untuk mengikuti workshop dan confference tersebut. Diharapkan kegiatan dimaksud dapat meningkatkan kemampuan berpikir yang berhubungan dengan isu keamanan, memberikan kesempatan untuk tukar menukar pengalaman, dialog membangun kesamaan pandang dan kapasitas ASEAN khususnya dalam merespon kontijensi, dan memperkuat networking, antar personel, kerjasama inter dan intrastate dalam menangani “Identity, Cyberspace & National Security, Cybersecurity & Cyberterrorism”, guna memberikan kontribusi khususnya dalam meningkatkan kapasitas Kementrian/ Lembaga (K/L), yang mampu merumuskan rekomendasi yang operable, tepat sasaran, dan tepat waktu kepada pimpinan negara. Hasil seminar workshop dan konferensi menunjukkan bahwa masih terjadi gap pengetahuan mengenai Identity, Cyberspace & National Security, Cybersecurity & Cyberterrorism penanggulangan serta prosedur dan hukum dimasing negara negara kawasan. PEMBAHASAN 2. Perkembangan Cyber Space Cyberspace merupakan istilah baru dimana pemahaman dan perkembangan nya disuatu negara dan negara lainnya berbeda, termasuk di kawasan Asia Pasifik. Cyberspace, berakar dari kata latin Kubernan yang artinya menguasai atau menjangkau. Sedangkan kata Cyberspace pertama kali digunakan oleh William Gibson dalam novel fantasi ilmiahnya Neuromancer yang terbit pada tahun 1984, dimana digambarkan Meatspace dan Cyberspace sperti koin uang logam. Meatspace sebagai dunia nyata dan Cyberspace sebagai dunia maya sehingga keduanya tidak bisa dipisahkan. Kata ini sendiri dipopulerkan oleh Bruce Sterling dan John Perry Barlow. Cyberspace secara de facto diangggap sebagai jejaring Internet, kemudian World Wide Web. Sehingga saat ini kita berasumsi Cyberspace sama dengan internet. Perkembangan cyberspace sangat pesat, dimana penggunaannya telah berkembang ke hal positif dan negatif yang dapat mempengaruhi kebijakan suatu negara dalam menangani keamanan nasionalnya. Dalam 5 tahun terakhir 2007 s/d 2012 Asia menjadi tempat pertumbuhan pengguna internet yang paling pesat dan paling banyak (53%) populasi internet dunia berasal dari Asia, dengan pertambahan pengguna internet dari 415 miilion menjadi 1,1 billion dalam 5 tahun[4]. 3. Peningkatan Ancaman Cyber Kebutuhan untuk menanggapi tantangan keamanan dapat dilihat dari meningkatnya pengguna jaringan di Asia Timur yang mendapatkan serangan cyber. Di Jepang misalnya, laporan kejahatan cyber pada tahun 2005 meningkat 52 persen (untuk 3.161 insiden dilaporkan) dari tahun sebelumnya. Tren serupa juga bisa dilihat di Korea Selatan di mana, pada tahun 2002, jumlah kasus kriminal berbasis internet meningkat menjadi 60.000 naik dari 121 pada tahun 1997. Pada tahun 2006 telah meningkat menjadi 70.545 kasus, dengan penipuan identitas dan hacking menjadi dua jenis kejahatan yang paling umum. Meskipun kemajuannya mengalami lompatan yang tidak dapat diragukan lagi, namun demikian walaupun sudah ada undang undang dimasing masing negara regional, kejahatan cyber tetap meningkat, di regional serta ekstra yurisdiksi. Statistik kejahatan dunia maya tersebut masih belum maksimal, karena apa yang dilaporkan tidak sesuai dengan jumlah kejahatan didunia maya dan masih adanya variasi definisi kejahatan dunia maya, serta keengganan pihak swasta, perusahaan untuk mengungkapkannya. Selain peningkatan jumlah ancaman cyber, sifat ancaman juga berubah, kelompok maya (virtual) menjadi lebih canggih dalam struktur serangan mereka. Umumnya berkisar pada jenis penipuan yang menggunakan situs web, ponsel untuk mencuri nomor kartu kredit dan pencurian identitas, penipuan melalui dengan meluncurkan virus atau spyware, dan "malware" seperti Trojan, yang memungkinkan penjahat untuk dapat mengkontrol ribuan komputer dan melakukan serangannya. Yang terakhir ini telah berkembang secara sangat signifikan, mengingat pertumbuhan internet seperti kehadiran online di China, yang merupakan pengguna internet terbesar di dunia. Ini akan menjadi isu yang menjadi perhatian tidak hanya untuk China, tetapi juga untuk negara-negara lain terkena dampak keberadaan website. 4. Identitas (Identity) Identitas merupakan 'karakter dasar negara' atau sebuah konsep relasional. Identitas dikonstruksi secara sosial. Identitas merupakan gambar individualitas dan kekhasan ("kedirian") yang diselenggarakan dan diproyeksikan oleh aktor dan dibentuk melalui hubungan signifikan dengan "orang lain.[5]" Karena permasalahan identitas baik kelompok atau negara dapat menimbulkan konflik yang dapat mengancam keamanan nasional Kejahatan yang dilakukan sekarang ini salah satunya dengan memalsukan identitas yang dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan Regional. Dari pelaksanaan diskusi tingkat regional dapat disampaikan hal hal penyalah gunaan identitas beresiko terhadap keamanan antara lain: (a) Groups use identity for violent action-’lone wolf’ phenomenon (self radicalized individual and cells); Fenomena adanya Grup yang menggunakan identitas untuk tindakan tindakan kekerasan-'lone wolf' (individu radikal diri dan sel); (b) Clashes between groups (intra state)-Intolerance-religious-majority vs minority; (Bentrokan antara kelompok (intra state)-Intoleransi-agama mayoritas vs minoritas); (c) Increase probability of groups developing linkages with other international terrorist groups to strengthen and accrue logistical support-transnational linkages; (Kemungkinan Meningkatnya kelompok mengembangkan hubungan dengan kelompok-kelompok teroris internasional untuk memperkuat jaringannya dan terkait dengan dukungan logistik-transnasional); (d) Online emulation, replication, radicalization-learning from other theatres-copy cat techniques; (emulasi online, replikasi, radikalisasi-learning dari teater-lainnya dengan meniru teknik cat); (e) Spill over effect-chain reaction-religious attacks; (Imbas atas reaksi berantai-serangan agama); (f) Sabotage, espionage, subversion; (sabotase, spionasi dan subversi); (g) Identity is important/significant- but other factors come into play like governance, education, rights. ) (Identitas adalah penting/significant- tetapi ada faktor-faktor lain yang ikut bermain seperti pemerintahan, pendidikan, hak azasi) 5. Keamanan Nasional Keamanan nasional (National Security) adalah kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup negara melalui penggunaan ekonomi, proyeksi diplomasi, kekuasaan dan kekuasaan politik. Awalnya keamanan nasional (kamnas) berfokus pada kekuatan militer, sekarang mencakup berbagai aspek, yang semuanya mencakup pada keamanan militer, non ekonomi bangsa dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat nasional. Oleh karena itu, dalam rangka untuk memiliki keamanan nasional, negara perlu memiliki keamanan ekonomi, keamanan energi, keamanan lingkungan, dan lain-lain. Ancaman keamanan tidak hanya melibatkan musuh konvensional seperti lainnya negara-bangsa tetapi juga aktor non-negara seperti kekerasan non-state aktor, kartel narkotika, perusahaan multinasional dan organisasi non-pemerintah, beberapa pihak berwenang termasuk bencana alam dan peristiwa yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Perkembangan ICT memudahkan untuk mengendalikan keamanan nasional, tetapi juga mempermudah organisasi yang tidak bertanggung jawab untuk menyerang, mengnagganggu dan menggagalkannya. Masing masing negara berusaha untuk menjamin tercapainya kepentingan nasional dengan cara mengambil Langkah-langkah antara lain sebagai berikut: 1) menggunakan diplomasi untuk menggalang sekutu dan mengisolasi ancaman; 2) marshalling kekuatan ekonomi untuk memfasilitasi atau memaksa kerjasama; 3) mempertahankan angkatan bersenjata yang efektif; 4) menerapkan langkah-langkah kesiapan pertahanan sipil dan darurat (termasuk undang-undang anti-terorisme); 5) memastikan ketahanan dan redundansi infrastruktur kritis; 6) menggunakan layanan intelijen untuk mendeteksi dan mengalahkan atau menghindari ancaman dan spionase, dan untuk melindungi informasi rahasia; 7) menggunakan layanan kontra intelijen atau polisi rahasia untuk melindungi bangsa dari ancaman internal. Namun demikian Hasil Pooling seluruh peserta workshop dan confference 2012 di Singapura menunjukkan: Tiga ancaman jangka pendek yang paling serius terhadap keamanan yang dapat mengancam keamanan nasional masing masing negara adalah: Religious extremism; Terrorism ; Pandemic disease/ Natural disaster ; Maritime crisis ; Cyber crisis ; Energy/ Environmental crisis ;Corruption ; Ethnic tensions dan Other. Sebagai perbanding bahwa anncaman bersama yang ditetapkan oleh para Menteri Pertahanan ASEAN dan para Panglimanya yang terdiri dari enam hal: terorisme, keamanan maritim, Humanitarian Assistance/Disaster Relief (HADR), bencana alam, foodsecurity, dan climate change. Dari sini kelihatan bahwa cybersecurity belum merupakan prioritas ancaman. Selanjutnya dapat diprediksi kemungkinan prioritas untuk mengatasi ancaman kedepan yaitu: (1) Dengan melaksanakan diskusi Inter agency collaboration pada tingkat national- Cyber crime bill in ASEAN-external experts to be involved- MoU/ Agreement between government and private sector. (Aturan bersama Cyber crime di Asean, pelibatan ahli dari eksternal disertai dengan MOU antara pemerintah dan sektor swasta) (2) More private sector participation/ PPP where practical/ feasible. (Partisipasi sektor swata akan lebih banyak/ppp secara praktis/Feasible). (3) International organizations for eg. UN and related agencies-provide framework-multilateral. (Organisasi internasional, contohnya UN dan agen lainya yang sesuai memerlukan kerangka kerjasama multilateral). (4) Need to harmonize domestic legal frameworks within ASEAN to deal with cyber crime and related issues. (Memerlukan harmonisasi kerangka hukum domestik sesama angota ASEAN dalam menangani cybercime dan isu isu terkait). (5) Need for advocate inside governments-need for CIO/CTO (membutuhkan bantuan dalam pemerintahan-kebutuhan CIO/CTO) (6) Need to attract TRACK II interaction-SME, practitioners, academia, NGO personnel. (perlu untuk menarik interaksi dalam diplomasi track II, SME, praktisi, akademisi, LSm dan personel). (7) Integrating national with regional and global efforts. (mengintegrasikan upaya nasional, regional dan global). (8) New technology based on Malaysia experiences-push (get message out)-pull (get website more interactive)-networking (interaction with public). (Teknologi baru berdasarkan pengalaman Malaysia-mendorong (keluar message)-tarik (mendapatkan website lebih interaktif)-networking (interaksi dengan publik)). (9) Need for change for mindset in governments-willingness to embrace new technology for greater public interface-will require new resources. (Perlu untuk perubahan pola pikir bagi pemerintah, kesediaan untuk mengadopsi teknologi baru untuk hubungan dengan masyarakat yang lebih besar, membutuhkan sumber daya baru). 6. Cyberspace, Cybercrime dan Cybertrorism a. Cyberspace. Perhatian negara negara dan ASEAN terhadap cyberspace utamanya cybercrime dan cyberterorism, masih kurang. Hal ini disamping dibutuhkan SDM dengan pengetahuan IT yang tinggi, brain ware dan software mengenai IT dan komputer. Singapura secara struktur sudah mempunyai badan yang menangani masalah cyber security, negara ASEAN lainnya kelihatan belum memilikinya. Malaysia, setelah peristiwa Ambalat 2005 mulai menaruh perhatian terhadap cybersecurity dan dikoordinasikan oleh dewan keamanan nasionalnya (National Security council), bekerjasama dengan kementrian telekomunikasi dan swasta. Negara negara ASEAN lainnya secara struktural belum kelihatan secara serius menanganinya. Indonesia masih pada tahap wacana, konsep dan sarasehan. b. Cybercrime Cybercrime menurut Komisi Eropa didefinisikan "Tindakan kriminal atau pelanggaran yang dilakukan melalui jaringan komunikasi elektronik dan sistem informasi atau sistim jaringan yang berisiko terhadapnya", Yang digolongkan sebagai Aksi Cybermafia Acute kelompok penjahat Dunia maya yang terorganisir. Lingkungan kegiatan kriminalitas siber kelas Dunia salah satunya seperti yang terjadi ditahun 2001, ketika 150 pakar pengguna internet melakukan rapat di Eropa bagian Timur tepatnya Ukraina untuk membentuk suatu organisasi kriminal 'Carder Planet' dibawah pimpinan Dmitry Glubov sebagai 'Godfather'. Artikel Baru pemahaman Equity bahwa internet mampu menciptakan kesempatan pencucian uang dan dapat mendatangkan keuntungan, dengan 'Perdagangan data perbankan.' Kelompok yang tergolong mafiacyber ini mengorganisir pencurian Data Kartu fasilitas kredit lalu menggunakannya dengan tidak sah. Dari demonstrasi dan penjelasan dari Agen USA disampaikan bahwa mafia cyber ini yang terbesar berasal Yunani dan Rusia. Para pelaku kriminal dengan cybercriminal dapat mencuri data lewat internet, mencuri uang lewat ATM, mencuri uang lewat antar BANK dan kriminal lainnya menggunakan cyberspace. c. Cyberterrorism Cyberterrorism adalah bentuk extreme lain dalam terminologi dunia modern yang melibatkan aksi-aksi dengan teknologi untuk tujuan politis lewat aksi kriminalitas maya seperti penyerangan sistem komputer, networks, yang tujuannya membahayakan, merugikan bahkan dapat menciderai kehidupan manusia dan mengancam keamanan nasional suatu negara. Diantara aksi mereka targetnya mencari kelemahan (vulnerability) dalam sistem kontrol transportasi (traffic control system) yang dapat menimbulkan kerusakan dan membahayakan keselamatan jiwa umat manusia. Mengutip satu definisi umum, menurut agen FBI Mark Pollitt ‘cyberterrorism is the premeditated, politically motivated attack againts information, computer systems, computer programs, and data which result in violence againts noncombatant targets by subnational groups or clandestine agents. Ditambahkan Danning, pakar cyber-politics, bahwa aksi-aksi terorisme melalui dunia cyber dapat menyebabkan kerugian-kerugian yang sangat serius, bisa berupa kesulitan ekonomi sampai dengan menghilangkan kekuasaan suatu Pemerintahan atau targetnya membuat collaps Perusahaan di suatu negara. Diawal-awal kemunculannya salah satu aksi cyberterrorism yang menyita banyak perhatian dunia global diantaranya yang terjadi di Jepang tahun 1995 dimana sebuah software yang disusupkan terroris berhasil mengacaukan jalur transportasi di Tokyo yang membunuh 12 orang dan melukai lebih dari 6000 orang. Memang dipertanyakan definisi cyberterrorism karena definisi terrorism sendiri sampai dengan sekarang ini PBB belum satu kata, namun setidaknya dengan definisi diatas Cyberterrorism yang merusak, merugikan materiil maupun nyawa tersebut perlu ditanggulangi. d. Gigihnya Ancaman Terorisme Ancaman terorisme terus-menerus, sangat kompleks dan selalu berkembang. Kita semua tahu bahwa teroris mengabaikan kehidupan manusia dan tidak terpengaruh oleh batas-batas geografis. Mereka telah menggunakan internet untuk tujuan perekrutan, pendanaan, training, pengontrolan dan pengembangan organisasi, fund dressing serta indoktrinasi dan mengajak untuk berbuat radikal. Ada juga ketakutan bahwa terorisme dan pembajak secara terpadu mengancam rantai pasokan maritim di seluruh dunia. Setiap hari masih terjadi berita media yang menyiarkan adanya ancaman terrorisme dinegara negara regional, termasuk di Indonesia. Media juga memberitakan penembakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah terhadap kaum teroris maupun penembakan yang dilakukan oleh teroris terhadap polisi. Walaupun telah diberlakukan UU penanggulangan terorisme di Indonesia, internal security act seperti di Singapura dan Malaysia, namun itu semua tidak dapat menjamin dan menghentikan adanya serangan terorisme. Seperti Singapura yang telah memberlakukan ISA selama 20 tahun, menahan Muhammad Fadil Abdul Hamid seorang radikalis Singapura yang telah melakukan kontak online dengan seorang perekrut yang dicurigai Al-Qaeda dan ingin memulai jihad bersenjata di luar negeri. Dua warga negara Singapura lainnya, Muhammad Anwar Jailani dan Muhammad Thahir Shaik Dawood, juga ditempatkan pada Restriction Orders. Mereka juga telah bertindak radikal sesuai dengan ideologi jihad. Sementara itu di daerah, kegiatan teroris yang dilakukan oleh Jemaah Islamiyah (JI) masih tetap berlangsung. Pada bulan Februari 2008, anggota JI Rijal Yadri bin Jumari ditangkap dan ditahan di bawah Internal Security Act. Pada saat penangkapannya, Rijal bekerja dengan unsur-unsur JI asing untuk menghidupkan kembali jaringan JI klandestin Singapura. Pada bulan Juli 2008, satu di antara mereka ditangkap oleh Indonesia dalam serangan di Palembang. Sel teroris telah mengumpulkan bahan peledak untuk serangan yang direncanakan terhadap sasaran lokal maupun asing di Jakarta. Ketika Mas Selamat Kastari ditangkap kembali di Malaysia pada tahun 2009, ia telah didukung oleh simpatisan di daerah. Tahun 2012, Indonesia menemukan sebuah kamp pelatihan teroris di Aceh dan menemukan bahwa mereka memiliki hubungan dengan elemen JI. Hanya dua bulan sebelumnya, pemerintah Indonesia menemukan peta stasiun MRT di Orchard ketika mereka menyerbu sebuah tersangka sel teroris di Jakarta Timur, yang memunculkan kecurigaan bahwa para teroris menargetkan stasiun tersebut. Dan terakhir pada bulan januari 2013 polisi telah menembak mati 5 pelaku yang diduga terorisme dari Sulawesi. Indonesia juga telah menangkap, mengadili pelaku tindak terorisme yang jumlahnya cukup banyak mencapai ratusan orang. Hal ini menunjukkan masa masa suram, bahwa meskipun telah dilakukan penangkapan terhadap personil kunci Al-Qaeda dan afiliasinya diberbagai daerah regional, sepertinya JI tidak hancur tetapi malah terpecah ke dalam sel yang menyebar kedalam kelompok. Meskipun jaringan pusat Al-Qaeda telah dilemahkan, tetapi ideologi jihad tetap hidup. Teroris memanfaatkan anonimitas dunia maya untuk menyebarkan ideologi mereka, bertukar informasi, dan merekrut anggota baru. Ini menjelaskan kebangkitan terus menerus terorisme. Perlu diingat bahwa ancaman terorisme adalah nyata terjadi setiap saat di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Indonesia, Singapura telah dan tetap menjadi target ikon untuk teroris. Sebagai pusat transportasi keuangan dan rumah bagi ribuan perusahaan multinasional, banyak dari Barat, maka Singapura dapat menjadi sasaran yang menarik bagi mereka yang ingin menyerang info-comm dan infrastruktur rantai pasokan. Demikian pula hal ini dapat terjadi untuk kota kota besar lainya seperti jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok dan Manila. Oleh karena negara negara ASEAN harus tetap waspada dan seluruh bangsa menaruh perhatiannya terhadap upaya upaya yang dilakukan demi menjaga stabilitas keamanan nasionalnya. Pemerintah, pelaku bisnis dan setiap individu - kita semua - memiliki bagian untuk untuk memastikan bahwa Jakarta, Singapura tidak menjadi korban serangan teroris, dengan mempertimbangkan ancaman terhadap keamanan masing masing negara. e. Cyberwar dan Cyberwarfare Hasil beberapa kali diskusi juga menyimpulkan bahwa perang kedepan akan memasuki rea cyberwar yang merupakan perang konsep, oleh karenanya butuh pengetahuan Informasi, komputer baik brain ware, hardware, maupun software, oleh karenanya perlu kepedulian yang tinggi (Cyber Domain Awareness) bagi tiap negara untuk meningkatkan kerjasama regional, utamanya menghadapi cyberterorism dan cybercrime. Indonesia menyelenggarakan sarasehan nasional Cyber deffence, yang diadakan dikemhan pada tanggal 2 oktober 2012, menekankan perlunya cyber army untuk mengantisipasi serangan melalui dunia maya tanpa menghadirkan pasukan. Cyber army yang dimaksud disini adalah prajurit cyber yang terdiri dari individu individu terampil serta ahli dalam cyber warfare, yang dituangkan dalam konsep Pembangunan Nasional Cyber defence, sebagai garda terdepan dalam menjawab tantangan perang informasi[6]. Kesadaran semacam ini masih memerlukan usaha keras untuk mengakomodasikannya sebagai bagaian dari pertahanan nirmiliter. Tentunya bukan hanya individu yang terampil tetapi secara institusional meberdayakan seluruh potensi bangsa, khususnya yang berkompeten dalam bidang informasi. 7. Dampak Cyber space bagi Indonesia Dalam era globalisasi saat ini, dinamika dan fenomena cyberspace merupakan konsekuensi logis dari kemajuan teknologi dan informasi yang sangat pesat. Sarana yang digunakan antara lain adalah situs jejaring sosial berupa Facebook, Twitter, Friendster, Flickers, Blogger, Wordpress, youtube dan lain-lain dimana keberadaannya telah mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak setiap individu dalam memanfaatkan cyberspace. Dampak positifnya masyarakat dan pemerintah akan dengan mudah mendapatkan informasi secara real time dan cepat, Kejadian disuatu negara dapat diketahui saat itu juga dinegara belahan bumi yang lain, transaksi bisnis lebih effisien dan cepat, dapat melakukan aktifitas sosial secara on line, memudahkan pencarian informasi keluarga, sahabat, korespondensi dan manfaat lainnya. Indonesia adalah pengguna internet facebook terbesar didunia antara bulan Oktober 2011 26.598.240 pengguna menjadi 29.844.240 pengguna face book dengan pertumbuhan 12,2%[7]. Dari total pengguna facebook 78% memakai mobile phone. Facebook Population in Southeast Asia Total Users (as of 1 Oct 2010 and 1 Nov 2010) and % Month-on-Month Growth Rank Country Nov 01 Oct 01 % Growth 1 Indonesia 29,844,240 26,598,240 12.2% 2 Philippines 17,942,340 16,349,240 9.7% 3 Malaysia 8,815,780 8,136,780 8.3% 4 Thailand 6,071,480 5,376,700 12.9% 5 Singapore 2,382,200 2,273,440 4.8% 6 South Korea 1,730,320 1,454,740 18.9% 7 Japan 1,688,600 1,411,260 19.6% 8 Vietnam 1,493,600 1,270,560 17.6% 9 Brunei 187,740 169,240 10.9% 10 Cambodia 162,800 130,680 24.6% 11 Laos 28,960 28,620 1.2% Dari penggunaan yang terbanyak ini harus ada benefit secara ekonomi dan digunakan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Contohnya pada peristiwa Ambalat tahun 2005, bagaimana volunter warga negara Indonesia mengadakan perang cyber dengan warga negara Malaysia menggunakan internet, twiter, youtube, chatting dll, sayangnya Indonesia belum mewadahinya menjadi bagian dari kamnas, karena UU Kamnas sampai sekarang belum selesai. Berbeda dengan negara jiran yang lalu mewadahi secara struktural dalam sistim keamanan nasionalnya. Apakah Indonesia akan membeiarkan selalu kalah langkah dalam mengambil keputusan strategis seperti ini. Jawabannya tentu saja tidak, lalu bagaimana, siapa yang mengkoordinirnya, Kemhankah atau kominfo atau Wantannas atau institusi lain? Dampak negatif bagi kehidupan masyarakat atas penggunaan situs jejaring sosial tersebut antara lain adalah maraknya pemberitaan yang bernuansa SARA meskipun UU RI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Bab VII telah mengatur Perbuatan Yang Dilarang. Larangan yang dimaksudkan diantaranya adalah larangan bagi setiap orang untuk dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi bermuatan SARA, menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu. Dampak negatif lainnya adalah tindak pidana penipuan melalui internet, kejahatan terrorisme, penipuan melalui facebook, indoktrinasi radikalisme melalui website, chatting, penyebaran gambar, video dan counter narasi yang menyudutkan kelompok tertentu. Dengan demikian akar persoalan cyber space bagi Indonesia antara lain: a. UU RI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada hakekatnya merupakan perkembangan hukum cyber atau hukum telematika yang relatif baru, kurang luas dalam sosialisasinya, implikasinya masyarakat kurang memahami hakekat tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan larangan-larangan yang terkandung di dalamnya. Masyarakat luas pada umumnya belum sepenuhnya memahami substansi materi UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE (khususnya Bab VII pasal 27 dan pasal 28) dan sanksi hukum yang ada. Mudahnya akses dan tidak adanya pembatasan atau ketentuan persyaratan apapun dalam pemanfaatan jejaring sosial, sehingga riskan untuk disalah gunakan untuk kepentingan yang tidak baik/melanggar hukum, seperti penipuan lewat toko on line, facebook. Akibat masih terjadinya fanatisme sempit pada sebagian individu/kelompok masyarakat tertentu sehingga memanfaatkan jejaring sosial sebagai media efektif untuk kepentingan negatifnya, contoh aramah.com, penggalangan dana FPI dengan mencantumkan no rekening dan radio FPI lewat internet. Masyarakat pengguna jejaring sosial sering lepas kontrol dalam aktivitas komunikasinya sehingga tidak mengindahkan kaidah etika/moral berkomunikasi. b. Masyarakat Indonesia bersifat majemuk dalam pengertian banyak suku-etnis, agama, golongan dan struktur sosialnya masih diwarnai oleh kesenjangan yang cukup signifikan. Pada kondisi tertentu memiliki potensi untuk mudah dihasut/diadu domba dengan memanfaatkan isu SARA, tidak mustahil dapat menimbulkan anarkhisme dan destruktif. c. Reformasi nasional meski telah menghasilkan berbagai kemajuan, namun juga menimbulkan ekses negatif antara lain kebebasan masyarakat untuk menyatakan pendapat di muka umum kerap dilakukan dengan mengabaikan kebebasan orang lain/kelompok lain. d. Aparat penegak hukum kerapkali gamang ketika berhadapan dengan kerumunan massa (crowd) yang seringkali tidak terkendali dan cenderung melakukan tindakan destruktif. Kegamangan aparat penegak hukum antara lain khawatir dianggap melanggar HAM jika melakukan upaya penertiban terhadap massa beringas. Untuk mengantisipasi dan mencari solusi terbaik atas aktivitas pada jejaring sosial pada dunia maya (cyberspace) perlu dibuat regulasi secara komprehensif. Disamping itu diperlukan koordinasi dan kerjasama terpadu antar instansi terkait dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengambil langkah antisipasi dan solusi masalah ini mulai dari SDM, regulasi dan pengawasan yang ketat. 8. Membenahi Ketimpangan antar Negara Kemampuan Ekonomi dan politik yang berbeda antara negara negara ASEAN telah menimbulkan ketimpangan bagi negara-negara regional yang berdampak langsung pada kemampuan masing-masing untuk menangani cyberspace. Negara-negara yang lebih maju secara ekonomi dan politik lebih terbuka memiliki kapasitas yang lebih besar untuk mengatasi ketidak amanan dunia maya, dibandingkan negara-negara miskin dan lebih represif. Selain itu, perbedaan dalam konektivitas internet memiliki korelasi langsung dengan modernisasi ekonomi suatu negara serta dengan integrasi dengan proses pembangunan global. Faktor-faktor yang mendasari dan kehadiran cyber yang mengakibatkan masing-masing negara, pada gilirannya, memiliki efek langsung pada jenis keamanan cyber dan tantangan yang mereka hadapi. Disamping itu juga perbedaan budaya di antara negara-negara ASEAN yang secara signifikan berpengaruh terhadap antisipasi dan solusi masalah cyberspace. Pembangunan ekonomi dengan kemajuan yang tinggi dan sistem politik yang lebih demokratis tidak secara otomatis menjamin berlakunya norma-norma dan nilai-nilai yang sama dengan negara-negara maju lainnya. Seperti halnya di Jepang, Singapura, di mana situs porno tidak selalu dilihat sebagai ancaman, berbeda dengan negara lainnya, dimana warganya tidak menyetujuinya untuk mengakses materi tersebut. Selain itu, tingginya tingkat pembangunan ekonomi dan sosial, ditambah dengan tingginya penetrasi internet tidak menjamin keamanan untuk meng akses internet. Indonesia, Singapura, negara yang secara sosio-ekonomi telah maju, akses ke situs web diperbolehkan tetapi beberapa negara regional dan internasional lainya masih menolaknya. Khusus untuk Indonesia sudah mulai mengontrol dan memblokir situs internet porno, walaupun belum semuanya berhasil di kendalikan. Dengan demikian jelaslah bahwa dunia maya menimbulkan masalah keamanan yang baru bagi hukum dan ketertiban suatu negara yang memerlukan aturan penegakan hukum sendiri, serta menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan ancaman. Oleh karena cyber space dengan cybersecurity dan cyberterorism-nya saling berhubungan didunia maya, yang tidak terikat oleh aturan kedaulatan dan non-interferensi dengan segala kosekuwensinya yang memerlukan pembenahan tersendiri. Oleh karena itu ketimpangan antar negara dalam menangani dunia maya cyberspace, perlu direducer dengan kerjasama antar negara ASEAN melalui sharing knowledge, pelatihan/workshop dan confference secara berkala dan kerjasama secara nyata dilapangan untuk mengatasinya. 9. Regional Responses Pendekatan regional untuk ancaman keamanan bukan merupakan hal yang baru. Sejak berdirinya Forum Regional ASEAN pada tahun 1994, negara-negara Asia Timur dan mitra dialog ekstra-regional telah membahas cara-cara untuk mengurangi ketidakamanan regional. Paska serangan bom teroris 9 September terhadap AS, organisasi regional lainnya seperti APEC juga telah memasukkan isu-isu keamanan regional pada agenda kebijakan mereka. Dalam pengertian ini, penanganan ancaman keamanan cyber sudah memperoleh manfaat adanya mekanisme penanganan keamanan regional. Dengan demikian, negara harus berusaha untuk mengatasi kekurangan dalam kapasitas cyber, dengan bekerja sama dalam organisasi regional seperti ASEAN-institusi terkait dan APEC, untuk mengurangi tantangan yang ditimbulkan oleh ancaman keamanan cyber. 10. ASEAN & ASEAN Regional Forum Tindakan ASEAN dalam mengamankan dunia maya telah dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, telah terjadi upaya umum untuk meningkatkan kapasitas regional dan sumber daya melalui proses e-ASEAN yang dimulai sejak 1999. Kedua, telah terjadi serangkaian upaya yang lebih eksplisit untuk mengamankan dunia maya dari subversi keamanan nasional secara transnasional, khususnya yang bersumber dari kegiatan organisasi kriminal dan teroris. Ada juga subfocus pada aspek pengembangan cyber, yang dianggap kritis - jika hanya untuk membantu mengatasi apa yang dilihat sebagai akar penyebab kejahatan dan terorisme yang meluap ke dunia maya regional, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. Sampai batas tertentu peristiwa 9/11 memberikan dorongan upaya untuk melakukan sekuritisasi keamanan cyber di tingkat regional. Namun, upaya itu sangat politis, dengan tanggapan utama melakukan studi tentang sistem hukum negara-negara regional, pertukaran informasi, dan upaya untuk mengembangkan perjanjian ekstradisi. 11. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) Berkaitan dengan APEC, suatu lembaga dengan basis keanggotaan yang jauh lebih luas, telah menghadapi tantangan serupa tetapi berbeda dalam melindungi anggotanya terhadap ancaman cyber. Sebagai lembaga ekonomi tanggapan APEC untuk masalah cyber dan ancamannya telah berfokus pada isu-isu seperti e-commerce, pencurian identitas, dan perkembangan terkait, akhir tahun 1990 beralih pada aspek pidana dunia maya (khususnya keamanan informasi), dan kemudian pasca 9/11 fokus pada terorisme cyber. Selanjutnya, ditengarahi ada kesenjangan digital yang jauh lebih besar antara anggota APEC daripada yang ada antara anggota ASEAN. Fokus bisnis yang diberikan oleh anggota APEC, jauh lebih baik daripada ASEAN. Seacara proaktif, baru-baru ini, organisasi masyarakat sipil yang terlibat dengan sektor bisnis memastikan bahwa kegiatan perusahaan memiliki input dan dukungan seluas mungkin untuk masalah ini. Hal ini tercermin dalam kolaborasi APEC dengan OECD - seperti lokakarya Malware pada bulan April 2007 - dan joint workshop antar anggota APEC-ASEAN pada Jaringan Keamanan, yang memungkinkan kedua peserta untuk berinteraksi dan berbagi pengetahuan dan praktik. 12. Respon Internasional Sementara inisiatif regional mendapat pujian yang baik, tantangan dalam memerangi ketidakamanan maya juga dilaksanakan di tingkat internasional yang lebih luas. Uni Eropa (UE), telah mengembangkan salah satu perjanjian keamanan maya paling komprehensif bagi setiap organisasi transnasional. Pada akhir 1990-an Uni Eropa secara resmi mulai mempertimbangkan dampak destabilisasi ancaman maya bisa saja terjadi pada negara-negara anggotanya, pasar dan masyarakat. Hasil akhirnya adalah 'instrumen yang mengikat secara hukum' yang disebut Konvensi Eropa tentang Cyber-Crime 2001 (Konvensi Budapest), dianggap sebagai perjanjian untuk menangani masalah keamanan cyber di tingkat domestik dan regional. Selain itu, masuknya Kanada, Jepang, Afrika Selatan dan Amerika Serikat dalam proses penyusunan Konvensi yang berarti, telah memiliki jangkauan melampaui batas-batas Eropa. Bagian kunci dari Konvensi adalah yang berkaitan dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan jangkauan hukum transnasional dan pengejaran pelaku kejahatan cyber di seluruh perbatasan. Pada pertengahan tahun 2004, penanda tangannan Konvensi telah meluas mencapai 37 negara. Dalam hal kerja sama transnasional, Konvensi mewajibkan negara-negara yang meratifikasinya untuk memberikan kerjasama yang seluas-luasnya. Dalam menciptakan instrumen mengikat CoE dan semua mitra penyusunan mencari masukan sektor swasta serta organisasi-organisasi masyarakat sipil. Sementara beberapa kelompok memiliki kepentingan mengenai isu-isu kebebasan privasi dan individu, adopsi Konvensi yang cepat pada wilayah politik di mana hak-hak sipil dianggap penting juga merupakan sinyal penerimaan luas. Selain itu, hal ini semakin menjadi standar global, baik untuk kerjasama maupun praktek-praktek terbaik. Dengan demikian, di tingkat internasional, Uni Eropa memberikan contoh respon kebijakan transnasional untuk mencari solusi politik yang dirasakan untuk menangani tantangan keamanan. 13. Pelajaran Yang bisa dipetik (Lesson Learned) a. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) Cyberspace seperti internet dan peralatan komunikasi lainnya membawa kemajuan yang berdampak positif untuk mengetahui apa yang terjadi di dunia ini dalam hitungan detik, dapat berkomunikasi dan mengenal orang dari segala penjuru dunia tanpa harus berjalan jauh dan bertatap muka secara langsung. Dari sisi negatif Kejahatan menggunakan sarana internet dapat menembus ruang dan waktu, tidak ada batas negara, tidak mengenal yurisdiksi, dan dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja. Sementara itu Peraturan perundangan untuk menjerat pelaku kejahatan ICT saat ini masih ketinggalan dibanding kemajuan teknologi dan kejahatan ICT. Indonesia sebagai pengguna internet terbesar di Asia setelah China, pengguna facebook terbesar didunia rawan terhadap serangan cyberspace utamanya cyber terrorism, radikalisme, cybercrime. b. Bagi indonesia Tanggungjawab dan kewajiban untuk mengendalikan dampak ICT bukan hanya terletak pada pemerintah tetapi memerlukan partisipasi masyarakat, khususnya terhadap pelaku kejahatan ICT. c. Cyber space “cyberterorism dan cybercrime”, cybersecurity merupakan hal menarik yang sangat penting untuk diantisipasi dan dicarikan solusinya bagi keamanan nasional Indonesia dan keamanan regional. d. Keseriusan APCSS dan UNHAN Singapura dengan penyelenggaraan workshop dan konferensi menunjukkan betapa seriusnya ancaman cyber ini terhadap keamanan nasionalnya, hal ini juga dapat dilakukan oleh UNHAN Indonesia untuk melaksanakanya. e. Pengetahuan mengenai Cyber space, cybercrime dan cyber terrorism serta cyber security akan terus berkembang seiring dengan perkembangan IT. f. Dalam diskusi diketahui Negara Singapura dan Malaysia pasca peristiwa Ambalat tahun 2005, telah secara serius memasukkan cyberspace kedalam penanganan dan koordinasi pada struktur organisasi dewan keamanan nasionalnya.Indonesia belum mebuatnya secara struktur, masih dalam kemampuan individu-individu. g. Hubungan dan interaksi antar negara diperlukan bukan hanya pada saat kegiatan workshop dan confference, tetapi kelanjutannya, sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi CBM guna meningkatkan kesejahteraan dan keamanan umat manusia. PENUTUP. 14. Kesimpulan a. Kehadiran negara-negara dengan berbagai kapasitas dalam komunitas internasional membuat sulit untuk memungkinkan resolusi cepat dari suatu masalah tertentu. Cepatnya perubahan di dunia maya - dan munculnya petugas dari ancaman berbasis web terhadap negara, pasar, masyarakat dan individu - memerlukan tindakan cepat oleh aktor securitizing jika media penting melalui mana sebagian besar penduduk dunia saat berkomunikasi adalah untuk dipertahankan. Apa yang dibutuhkan Oleh karena itu struktur horizontal yang mendukung di mana negara-negara pada tingkat yang sama dari pembangunan, dengan kebutuhan yang serupa dapat bekerja sama dalam meningkatkan keamanan cyber mereka. Penciptaan tingkat regional pemerintahan telah menciptakan ruang kolaboratif dimana kegiatan horisontal tersebut dapat berlangsung. b. Dengan demikian, tantangan bagi negara dalam menangani ancaman cyber adalah dua kali lipat. Pertama, ia harus menemukan dan mengadopsi keseimbangan yang tepat antara pendekatan regional dan internasional. Kedua, di mana negara adalah anggota dari organisasi regional, perlu untuk memastikan bahwa pendekatan regional dan norma-norma internasional tidak menyimpang melainkan berkembang secara paralel. Dengan demikian, sementara isu-isu budaya bersama, sejarah dan geografi mungkin memainkan peran kunci dalam lebih tingkat regional pengembangan kebijakan keamanan cyber, kesamaan tidak boleh menjadi dasar bagi perbedaan dengan upaya internasional yang lebih luas. c. Dari rangkaian Workshop dan konferensi beberapa negara yang diadakan akhir akhir ini mengenai cyberspace, cybersecurity, cybercrime, dan cyberterorism merupakan hal baru yang perkembangannya cukup pesat dan memerlukan perhatian tersendiri. Negara-negara di ASEAN khususnya kecuali Singapura belum begitu mendalami cybersecurity, hal ini tercermin dari ancaman bersama yang ditetapkan oleh para Menteri Pertahanan ASEAN dan para Panglimanya yang terdiri dari enam hal: terorisme, keamanan maritim, Humanitarian Assistance/Disaster Relief (HADR), bencana alam, foodsecurity, dan climate change belum memasukkan cybersecurity. Mengingat perkembangan cybersecurity yang dapat berdampak terhadap keamanan nasional secara serius maka cybersecurity dapat menjadi pertimbangan tersendiri sebagai ancaman yang harus mendapatkan prioritas. d. Dalam merumuskan cyberterorism diketahui bahwa PBB maupun negara-negara Asia-Pasifik masih kesulitan karena definisi terorisme yang belum sepaham. Namun demikian peserta sepakat bahwa cyberterorism dengan tindakannya merupakan ancaman bersama yang serius, yang dapat menganggu keamanan regional dan keamanan masing-masing negara. e. Negara-negara harus mempertimbangkan apa penekanan fokus kebijakan yang harus dimiliki - apakah pendekatan regional atau global akan lebih cocok untuk kebutuhan spesifik. Hubungan antara ranah domestik dan arena global adalah bahwa dari hubungan vertikal, dengan negara memilih untuk berpartisipasi dalam organisasi internasional untuk lebih kebutuhan sendiri. Namun, kehadiran negara-negara dengan berbagai kapasitas dalam komunitas internasional membuat sulit untuk memungkinkan resolusi cepat dari suatu masalah tertentu. Cepatnya perubahan di dunia maya - dan munculnya petugas dari ancaman berbasis web terhadap negara, pasar, masyarakat dan individu - memerlukan tindakan cepat oleh aktor securitizing jika media penting melalui mana sebagian besar penduduk dunia saat berkomunikasi adalah untuk dipertahankan. Apa yang dibutuhkan Oleh karena itu struktur horizontal yang mendukung di mana negara-negara pada tingkat yang sama dari pembangunan, dengan kebutuhan yang serupa dapat bekerja sama dalam meningkatkan keamanan cyber mereka. Penciptaan tingkat regional pemerintahan telah menciptakan ruang kolaboratif dimana kegiatan horisontal tersebut dapat berlangsung. 15. Rekomendasi a. Perlunya negara-negara untuk mempertimbangkan apa penekanan fokus kebijakan harus memiliki - apakah pendekatan regional atau global akan lebih cocok untuk kebutuhan spesifik. Hubungan antara ranah domestik dan arena global adalah bahwa dari hubungan vertikal, dengan negara memilih untuk berpartisipasi dalam organisasi internasional untuk lebih kebutuhan sendiri. Menyarankan kepada Pemerintah khususnya Menkum HAM TNI, Polri, Menkominfo, untuk mengkaji kembali dan koordinasi secara bersama dalam menentukan cybersecurity beserta turunannya yang dapat berdampak terhadap keamanan nasional, serta mengkaji dan merevisi Revisi UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan mempercepat realisasi RUU TIPITI (Tindak Pidana Teknologi Informasi/Cyber Crime) dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya yang visioner dan akomodatif dalam mengimbangi kemajuan teknologi utamanya kejahatan lewat cyberspace. b. Mengingat cepatnya perkembangan ICT termasuk cyberspace, oleh karenanya perlu kiranya Kemhan/TNI secara serius mengkaji cybersecurity sebagai salah satu ancaman, menjabarkannya dalam doktrin pertahanan dan doktrin TNI dan petunjuk Angkatan beserta dengan kontijensinya. c. Rangkaian Workshop dan konferensi mengenai Identity, Cyberspace & National Security, Cybersecurity & Cyberterrorism merupakan hal yang sangat berguna, oleh karena itu Indonesia perlu mengirimkan personilnya untuk menghadiri kegiatan semacam ini dan mengembangkannya. Dengan mengadakan kegiatan serupa bagi pengembangan cybersecurity dan cyber deffence di Indonesia, yang dimotori oleh Kemhan/Unhan, Kemenkominfo, Wantannas, TNI, dan Polri untuk mengadakan diskusi, workshop, sarasehan, konferensi mengenai cyberspace, cybersecurity, cybercrime, dan cyberterorism. d. Kementerian terkait 1) Bersama Pemda secara terus menerus melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat luas terkait dengan UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2) Bekerjasama dengan pihak swasta (pembangun situs) memperketat persyaratan pembuatan account/registrasi untuk menghindari penyalahgunaan penggunaan jejaring sosial. 3) Bersama aparat penegak hukum a) Membentuk Satgas Kewaspadaan Nasional untuk melakukan pemantauan dan penelusuran setiap terjadi indikasi informasi yang disebar luaskan melalui twitter dunia maya terkait isu-isu yang bernuansa SARA yang pada akhir-akhir ini semakin meresahkan, dan melakukan blocking jika benar-benar mengarah kepada penyebaran kebencian dan permusuhan. b) Merespon dan mengimbangi berita-berita yang bersifat menghasut, menyesatkan, provokasi dengan berita-berita yang sifatnya mencerdaskan masyarakat agar berita yang di atas tidak berkembang ke kondisi yang lebih buruk. c) Mendorong pihak operator selular, berperan aktif untuk membantu penegak hukum melakukan pelacakan dan mencari bukti berita SMS yang terindikasi/berbau provokasi atau hasutan. e. Kementerian terkait bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Swasta dibantu para Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Tokoh Pemuda: 1) Membuat aturan mengenai kewajiban identitas riil dalam menggunakan account jejaring sosial agar pengguna mempunyai tanggung jawab secara moral. 2) Melakukan koordinasi, informasi dan edukasi, pencerdasan kepada masyarakat luas agar selalu waspada dalam menyikapi setiap adanya isu-isu yang berkembang terutama yang bernuansa SARA baik pada dunia nyata maupun pada dunia maya untuk tidak mudah terpancing dan terprovokasi hasutan yang belum tentu benar sumbernya. 3) Membangun dan meningkatkan budaya etika berjejaring sosial. 4) Mengajak para orang tua untuk meningkatkan pengawasan dan bimbingan terhadap anak/keluarga dalam penggunaan jejaring sosial (cyberspace) agar tidak terpengaruh terhadap budaya yang kurang baik. 5) Mendorong peran guru, dosen, pembimbing, pemuka agama, tokoh masyarakat/adat untuk meningkatkan pengawasan secara terus menerus kepada warga masyarakat dan anak didiknya. f. Aparat Penegak Hukum : 1) Memperkuat jumlah dan meningkatkan profesionalisme personil intelijen dan cyber-crime sampai tingkat Polres guna meningkatkan fungsi pemantauan. 2) Meningkatkan kualitas SDM yang mampu menangani perangkat ICT yang digunakan Aparat penegak hukum 3) Melakukan komunikasi konstruktif, memanfaatkan Intregated Criminal Justice System (ICJS)/ Makejapol untuk menerapkan hukuman maksimal bagi para pelaku penghasutan/penyebarluasan isu-isu bernuansa SARA pada jejaring media sosial. Jakarta, Januari 2013

Selasa, 26 November 2013

GEOPOLITIK, GEOSTRATEGIK DAN LINGKUNGAN STRATEGIK

BAB I
 PENDAHULUAN 

 A. LATAR BELAKANG MASALAH

      Berkembangnya sebuah negara tentunya tidak dapat dipisahkan dari geopolitik dan lingkungan strategik disekitarnya, setiap negara di dunia tentunya akan dihadapkan pada situasi dimana diperlukan suatu analiasisa yang komprehensif tentang lingkungan strategik yang mendasari pandangan geopolitik suatu negara. Geopolitik sebagai suatu tujuan nasional tentunya akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya yang memiliki pengaruh cukup kuat dalam kehidupan berbangsa. Pemahaman akan lingkungan strategik ini tentunya sangat berkaitan denga konsep ruang dari geopolitik itu sendiri. Dimana geopolitik dianggap sebagai sebuah cara guna memperluas ruang hidup agar memiliki ketahanan yang kuat serta mampu bertahan hidup dalam pergaulan politik global. Tanpa adanya hal tersebut maka akan mengakibatkan rentannya negara kita terhadap berbagai Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan sehingga mengganggu Ketahanan Nasional Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

• Bagaimana Lingkungan Strategik Indonesia?
• Apa pentingnya pemahaman terhadap Lingkungan Strategik?
• Apa yang dimaksud dengan Wawasan Nasional?
• Bagaimana Geopolitik ditinjau dari sisi keilmuan, teori ruang, dan bagaimana geopolitik Indonesia?
• Bagaimana perkembangan geopolitik oil saat ini?

BAB II PEMBAHASAN 

A. Lingkungan Strategik dan Telaah Strategik Bangsa Indonesia

       Dalam Pengertian umum Lingstra atau Lingkungan Strategis adalah suatu situasi atau kecenderungan yang ada di lingkungan suatu negara yang berdampak cukup besar pada kondisi negara tersebut. Selain itu kecenderungan yang ada pada lingkungan strategis juga telah mengalami perubahan pada saat ini. Dalam menganalisis pola lingkungan strategis dibutuhkan beberapa pertanyaan, antara lain Negara mana saja yang terlibat, Hal-hak apa saja yang bisa dieksploitasi dan keuntungan yang bisa didapat, kompetitor utama mereka, apa yang dilakukan, dan potensi ancaman atau konflik-konflik potensial yang bertensi tinggi. Dinamika geopolitik kawasan yang mewarnai perjalanan negara-negara Asia Tenggara tidak terlepas dari interaksi yang dibangun antarnegara dalam kawasan. Potensi sumber daya alam yang melimpah ditambah posisi yang strategis membuat kawasan Asia Tenggara kerap menjadi sasaran geostrategi aktor-aktor di dalam dan luar kawasan, bahkan tak jarang sejumlah kekuatan eksternal berupaya menyusupi maupun menanamkan pengaruhnya di kawasan ini. Banyaknya aktor yang terlibat kerap mengakibatkan konflik kepentingan yang berujung pada ketegangan. Hal ini bisa dilihat dari sengketa maritim di Laut China Selatan dan Selat Malaka. Kedua titik ini merupakan titik maritim dan energi yang paling vital bagi sejumlah negara. Geopolitik yang akan dibahas adalah geopolitik Indonesia, Malaysia, dan Singapura, serta perspektif ketiga negara tersebut terhadap posisi strategis Selat Malaka.
           Dinamika Politik, Sosial, Ekonomi, Budaya dan Teknologi dewasa ini telah menjadi pemicu terjadinya perubahan di berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali tentunya rakyat Indonesia. Dinamika lingkungan strategis Internasional selalu membawa implikasi baik positif maupun negatif pada sisi lain secara bersamaan, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan nasional. Implikasi positif membawa manfaat dalam mendukung cita-cita, tujuan nasional dan kepentingan nasional, sedangkan implikasi negatif menyebabkan meningkatkan potensi ancaman bagi kelangsungan hidup negara. Situasi politik internasional saat ini selain masih diwarnai oleh permasalahan lama yang belum berhasil diatasi, dan semakin bertambah kompleks dengan hadirnya serangkaian masalah baru. 
           Disamping itu, kecenderungan lingkungan strategis semakin sulit diperkirakan karena ketidakteraturan dan ketidakstabilan semakin menjadi corak dominan. Dinamika politik dan keamanan internasional semakin intens karena dibawah pengaruh fenomena globalisasi dan berbagai dampaknya, negara-negara di dunia dituntut untuk saling bekerjasama, namun pada sisi lain persaingan antarnegara dalam melindungi kepentingan nasional juga semakin meningkat. Interdependensi antarnegara semakin menguat, tetapi pada saat yang bersamaan kesenjangan yang muncul pada kekuatan ekonomi dan militer semakin melebar karena agenda dan isu internasional masih dominan dipengaruhi oleh agenda dan kebijakan negara-negara maju. Akibatnya negara-negara berkembang yang memiliki sumberdaya terbatas, harus lebih hati-hati mengatasi permasalahanyang dihadapi, lebih aktif memperkuat ketahanan nasional di berbagai bidang, dan lebih baik dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan dalam melindungi kepentingan-kepentingan nasionalnya. Untuk itu, melakukan telaahan dan prediksi kecenderungan (analisa) lingkungan strategis global dan regional, bersifat fundamental bagi proses perumusan kebijakan nasional dalam berbagai bidang. Jika kita mengacu pada kondisi yang ada di Indonesia Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan orang lain. Dalam pengertian inilah maka manusia pribadi senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara berturut-turut lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan negara yang merupakan lembaga-lembaga masyarakat utama yang dirapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupan bersama dalam suatu negara membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita-cita yang ingin dicapainya yang bersumber pada pandangan hidupnya tersebut. Dalam pengertian inilah maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pendangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi bangsa (nasional), dan pandangan hidup negara dapat disebut sebagai ideologi negara. Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat dengan pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam sikap hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila pandangan hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu Pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban Pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan akhirnya menjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta ideologi negara, nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat-istiadat, dalam budaya serta dalam agama-agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada masyarakat Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang telah terintis sejak zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian Sumpah Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang BPUPKI, Panitia ”Sembilan”, serta sidang PPKI kemudian ditentukan dan disepakati sebagai dasar negara republik Indonesia, dan dalam pengertian inilah maka Pancasila sebagai Pandangan hidup negara dan sekaligus ideologi negara. Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta zaman. Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional, oleh karena itu setiap kali harus dieksplisitkan. Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah yang selalu silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional. Sebagai suatu contoh dalam kaitannya dengan ekonomi yaitu diterapkannya ekonomi kerakyatan, demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan, hukum, kebudayaan, iptek, hankam, dan bidang lainnya. (Kemhan, 2008). Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan suatu aktualisasi secara kongkret. Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi tebuka, maka sifat ideologi Pancasila tidak bersifat ”Utopis” yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. (Kemhan, 2008) Demikian pula ideologi Pancasila bukanlah merupakan suatu ”doktrin” belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma-norma yang beku, melainkan disamping memiliki idealisme, Pancasila juga bersifat nyata dan reformatif yang mampu melakukan perubahan. Akhirnya Pancasila juga bukan merupakan suatu ideologi yang ”pragmatis” yang hanya menekankan segi-segi praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme. Maka ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-nilai dasar yang bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis reformatif yang senantiasa mampu melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat. Hal inilah yang merupakan perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai ideologi nasional. Kemudian pada aspek politik, memasuki tahun 2013-2014 ini suhu politik semakin memanas. Masyarakat ingin sekali mengakhiri berbagai potret suram kehidupan bernegara dan berbangsa yang ditandai dengan maraknya korupsi dan pembangunan yang mandek. Tiga Parpol yang menempati posisi di atas adalah: Golkar dibawah kendali Abu Rizal Bakrei, PDIP di tangan Megawati dan Partai Demokrat dalam kekuasaan SBY. Beberapa parpol lain tampaknya berusaha membuntuti, seperti Gerindra dengan tokohnya Prabowo dan NasDem dengan Surya Paloh. Namun kalangan pengamat maupun para pelaku politik sendiri masih bingung ketika ditanya, parpol apa yang bakal jadi pemenang pemilu dan siapa yang bakalan tampil menjadi pasangan Capres-Cawapres. Situasi ini sangat berbeda dari masa orde baru yang jauh-jauh hari sudah bisa dipastikan pemenangnya. Dilihat dari Daftar Caleg Sementara, aktivis dan peminat masuk parpol meningkat, namun kualitasnya diragukan sehingga respek dan kepercayaan masyarakat terhadap anggota Legilslatif menurun karena posisi itu dipersepsikan tak lebih sebagai lapangan kerja baru. Parpol dinilai gagal melahirkan politisi dan negarawan yang menjadi model dan harapan masyarakat. Saat ini nasib Negara berada di tangan pemerintah, sementara pemerintah dikuasai Parpol, dan Parpol sendiri miskin dana dan negarawan sehingga berita yang muncul selalu saja seputar korupsi baik di kalangan legislative maupun eksekutif. Iklim kebebasan tanpa dikawal dengan penegakan hukum yang tegas dan adil serta politisi dan jajaran birokrat yang cerdas dan berintegritas telah melahirkan suasana hiruk-pikuk, keluh kesah dan menguapnya asset masyarakat dan negara, moril maupun materiil. Bagi kalangan pengusaha, stabilitas politik, kepastian hukum dan infra struktur yang baik sangat diperlukan. Sangat disayangkan kondisi ketiganya minus dan belum ada tanda-tanda akan terjadi perbaikan signifikan. Mengingat politik selalu meniscayakan mobilisasi massa, maka simbol, lembaga dan tokoh keagamaan selalu diperhitungkan dalam percaturan politik. Menarik diperhatikan, terjadi kecenderungan menurunnya daya tarik keagamaan ketika diharapkan menjadi tenaga magnet untuk menarik massa. Parpol yang selama ini selalu dikaitkan dengan semangat dan ciri keagamaan, justeru mengalami penurunan. Sementara itu, parpol yang dianggap nasionalis atau sekuler justeru berusaha mengakomodasi dan mempromosikan nilai-nilai dan simbol keagamaan. Tak heran jika parpol yang selama ini dianggap ekslusif sebagai pertain keagamaan mulai membuka diri untuk menerima kader yang berbeda keyakinan agamanya. Variabel lain yang membuat panggung politik kian tampak heboh dan sulit diprediksi adalah munculnya kekuatan opini lewat lembaga survey dan media sosial. Penggunaan televisi untuk mempersuasi massa masih tetap dianggap paling efektif. Iklan politik telah menjadi bagian dari industri kapitalis yang bergerak dalam bidang media sosial. Hal ini sangat berkaitan dengan lembaga survey politik yang berusaha membentuk opini massa untuk memilih partai dan tokoh tertentu, sekalipun dengan mengorbankan otentisitas parpol dan tokohnya. Dengan kata lain, di samping adanya parpol, media massa tertentu telah mengalami metamorphosis menjadi aktor dan kekuatan politik yang efektif untuk membangun wacana dan opini. Obyektivitas pemberitaan semakin tergeser, hal inilah yang sangat berbahaya bagi stabilitas politik di Indonesia, dimana opini publik mampu digiring atau bahkan dimobilisasi oleh para pemilik modal. Instrumen media massa dalam pencitraan politik sangat efektif untuk mempengaruhi opini para pemilih pemula, mengingat mereka sangat minim informasi tentang kiprah dan jejak rekam masa lalu para Capres-Cawapres 2014 nanti. Dengan demikian, sesungguhnya peran Parpol dan media massa sangat strategis apakah mereka akan membuat perubahan dan perbaikan politik di Indonesia ataukah akan menjaga status-quo yang mendatangkan pesimisme bagi masa depan bangsa. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. (Kemhan, 2008) Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Lebih terinci, faktor penyebabnya adalah adanya perubahan dari dalam masyarakat itu sendiri, seperti Perubahan penduduk, Peranan nilai yang diubah, dan Faktor adanya penemuan-penemuan baru. adanya perubahan luar masyarakat, seperti pengaruh lingkungan alam , kebudayaan masyarakat lain, adanya gaya hidup barat yang masuk. Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain; perkembangan IPTEK yang lambat; sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan; hambatan ideologis; dan pengaruh adat atau kebiasaan. Indonesia sesungguhnya memiliki peluang yang sangat bagus di dalan percakapan internasional. Dari sisi peluang, maka pengakuan tentang keberhasilan Indonesia di dalam pembangunan tentu membanggakan. Artinya, di tengah gejala pesimisme di banyak kalangan, ternyata Indonesia memiliki peluang yang cukup besar di dalam hal perkembangan ekonomi. Indonesia menjadi anggota G20, pertumbuhan ekonomi juga lebih baik dibandingkan Amerika Serikat sekalipun, terutama pada masa krisis global saat ini. Kemudian dari sisi ancaman, maka krisis di Yunani dan krisis US akan mempengaruhi terhadap stabilitas pembangunan di Indonesia. Demikian pula liberalisasi ekonomi India dan Cina. Sekarang dampak perkembangan industrialisasi di Cina, maka Indonesia juga kebanjiran produk Cina. Melalui ketiadaan konsep proteksi, maka produk apapun akan datang ke suatu wilayah tanpa bisa dihentikan oleh siapapun. Sedangkan sebagai hambatannya adalah terorisme, bencana alam, hambatan jarak, daya saing infrastruktur, ketidakmerataan pembangunan. Tetapi sebenarnya ada sejumlah kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia, misalnya SDM/SDA, daya tarik alam dan budaya, makro ekonomi dan competitiveness rank. Ada banyak potensi yang bisa dikembangkan terkait dengan sinergi ini. Kita seringkali pesimis padahal sesungguhnya kepercayaan internasional terhadap Indonesia meningkat, ditandai dengan pengakuan World Economic Forum tentang daya saing Indonesia tahun 2010-2011, yang berada di peringkat 44 yang sebelumnya di peringkat 54. Majalah The Economic edisi Desember 2010 menyatakan Indonesia sebagai new emerging economy. Namun tentunya harus ada berbagai terobosan untuk mengatasi berbagai hambatan yang menghadang perekonomian Indonesia, seperti hambatan birokrasi yang selama ini menjadi penghalang bagi perkembangan ekonomi Indonesia baik itu dari segi perizinan investasi, ketenagakerjaan, hingga persoalan ketenagakerjaan. Kemudian tantangan yang lain antara lain fluktuasi harga minyak dunia, hambatan non tarif, fluktuasi nilai tukar rupiah, dan tentu saja kesenjangan pendapatan yang mencerminkan terjadinya ketidakmerataan ekonomi di Indonesia. Setiap Negara tentunya memiliki Sistem Pertahanan, hal tersebut menjadi sangat mutlak pada suatu negara. tidak terkecuali tentunya Indonesia, dengan posisi yang sangat strategis tentunya kita perlu untuk memiliki sistem pertahanan yang efektif, terutama penyiapan hal-hal penting guna menangkal segala bentuk ancaman dari dalam dan luar negeri. Sistem Pertahanan Negara bukan hanya domain dari militer semata, tetapi jika mengutip pendapat dari Dr. Indria Samego bahwa tidak hanya perangkat kerasnya semata, namun Ideologi Negara yaitu Pancasila sebagai suatu komponen perangkat lunak dari Sistem Pertahanan Negara memiliki peran yang sangat penting, terutama jika melihat akhir-akhir ini bukan hanya ancaman militer saja yang muncul, namun ancaman lainnya yang bersifat nir militer sudah sering terlihat beberapa akhir belakangan ini. (Indria Samego, h3) Artinya ancaman pertahanan dan keamanan dewasa ini selain ancaman militer atau invasi suatu negara ke negara lain, juga terdapat ancaman non militer yang menyerang berbagai sendi kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang meliputi Ideologi, Politik, Sosial Budaya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ancaman lain yang juga akan dihadapi adalah terorisme. Dalamkurun waktu 3-4 tahun terjadi serangan bom teroris dalam skala besar. Terorisme yang berkembang di Indonesia mempunyai akar kuat di dalam negeri Indonesia baik karena sejarah, ideologi-politik, lemahnya penegakkan hukum, dan tidak terpenuhinya kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik. (Edy, h5) Keberhasilan jaringan terorisme internasional masuk ke Indonesia lebih banyak ditentukan oleh masalah-masalah domestik di atas. Faktor lain adalah krisis ekonomi dan politik yang memberikan ruang bagi kelompok teroris untuk memberikan jalan alternatif dan mengeksploitasi ketidakpuasan masyarakat terhadap negara. 
            Selain itu, ketidakmampuan negara untuk melakukan kontrol terhadap beberapa aspek yang dengan mudah bisa dimanfaatkan oleh jaringan terorisme, misalnya pengawasan terhadap arus manusia, wilayah maritimdan udara yang sangat terbuka. Yang tidak kalah penting adalah korupnya birokrasi dan aparat keamanan yang memudahkan jaringan teroris untuk menembus institusi-institusi dan perangkat-perangkat keamanan negara dan masyarakat. Dengan demikian diperlukan kewaspadaan terhadap berbagai ancaman yang muncul seperti dalam hal Geografi tentunya akan setiap saat ada mengingat posisi Indonesia yang sangat strategis diantara silang dunia serta menjadi rute pelayaran yang strategis, dalam hal ini tentunya diperlukan kewaspadaan yang mengacu pada pengamanan wilayah-wilayah perbatasan yang sangat rawan pencurian ikan (Ilegal Fishing). Kemudian kesenjangan pendapatan yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa hanya beberapa orang yang menikmati hasil pertumbuhan ekonomi, selain itu maraknya produk impor akan menagkibatkan rendahnya penjualan produk lokal, dan inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat menurunkan daya. Selain itu masuknya nilai-nilai budaya ini tidak lepas dari semakin gencarnya tayangan televisi menayangkan budaya pop dan barat serta makin ditinggalkannya siaran televisi yang menayangkan muatan lokal dan budaya daerah serta tayangan yang mendidik. Kemudian yang tidak kalah penting dalam lingkungan strategik di Indonesia adalah konflik yang dilatarbelakangi sosial budaya, agama, dan politik. Dimana jika berbicara tentang Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia baik itu konflik horizontal, konflik komunal, serta konflik vertikal antara pemerintah dan masyarakat tentu saja lebih banyak disebabkan 3 faktor tersebut. Dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial disebutkan bahwa yang dimaksud dengan konflik adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara 2 kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidak amanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional. Tentunya konflik-konflik yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari lingkungan strategis yang ada disekitarnya, dimana pada era globalisasi seperti pada saat ini pengaruh yang datang dari luar ataupun beragam informasi yang berasal dari luar sangat sulit untuk dipendung. Sebagai comtoh konflik komunal yang seringkali terjadi. Di negara kita, terutama pada era reformasi sampai sekarang ini dapat dikatakan eskalasi konflik yang terjadi mengalami penanganan yang signifikan. Sebagai contoh konflik komunal dan horizontal yang dilatarbelakangi suku, agama, dan etnis makin sering terjadi, konflik muslim syiah di Madura, Konflik kekerasan di Cikeusik yang menimbulkan korban tewas, berbagai konflik yang dilatar belakangi pendirian rumah ibadah. Hal ini dikarenakan seringkali dimunculkan berbagai isu atau kabar yang cenderung provokatif, sebagai contoh konflik yang terjadi di Sampang Madura yang melibatkan tokoh Syiah pada awalnya dilatar belakangi konflik keluarga, namun konflik tersebut justru meluas ketika isu sentimen agama mengemuka yaang dimunculkan, sehingga terjadi pengusiran besar-besaran warga syiah dari desa yang mereka tinggali. Selain dominan isu agama, motif konflik yang terdapat di Indonesia ada berbagai macam, seperti konflik antara buruh dan pengusaha yang dilatarbelakangi masalah kenaikan upah yang layak, konflik pemerintah dengan masyarakat yang tidak puas dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta benyak lagi berbagai konflik yang terjadi di Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa di era keterbukaan seperti sekarang ini, deras arus informasi baik itu dari media cetak maupun elektronik sangat mempengaruhi prilaku masyarakat, baik itu yang terkait dengan sosial budaya maupun berbagai macam ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Belum lagi ditambah dengan para pendatang atau imigran yang mulai memenuhi negara kita yang pada akhirnya membebani anggaran kita sendiri. Untuk itu sikap waspada tentunya sangat mutlak diperlukan oleh masyarakat Indonesia. Dalam hal ini jika dikaitkan dengan rasa nasionalisme, maka kewaspadaan dapat diartikan sebagai sikap peduli warga negara dalam manyadari banyaknya potensi ancaman terhadap negara yang ada dalam masyarakat yang akan mengakibatkan konflik, sehingga sikap ini akan menciptakan daya tangkal terhadap berbagai pengaruh yang menimbulkan potensi konflik. Daya tangkal dan sikap tanggap dari masyarakat inilah yang akan menentukan seberapa besar kualitas antisipasi terhadap ancaman yang datang. Tentunya rasa nasionalisme dalam rangka mengahadapi dan menyadari berbagai ancaman yang masuk, baik dari dalam maupun luar negeri memerlukan sinergitas yang kuat diantara para stakeholder yang terlibat. Dalam hal ini unsur pre-emptive dan preventive harus dikedepankan. Berbagai potensi yang ada juga harus dimaksimalkan, baik itu dari unsur pemerintah seperti Pemerintah Daerah, TNI, dan Polri, serta berbagai forum yang telah dibentuk di daerah, sepert Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), dan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda). Pemberdayaan forum-forum ini menjadi sangat penting karena diharapkan mampu membantu pemerintah daerah dan pusat dalam melakukan berbagai deteksi dini segala ancaman konflik yang ada dan tentunya dengan peran serta aktif dari masyarakat. Selain itu ancaman yang memicu disintegrasi bangsa juga harus menjadi perhatian serius, hal ini mengingat semaikin maraknya konflik yang dilatarbelakangi etnis, agama, maupun kelompok yang ada di Indonesia. Oleh karenanya Ditjen Kesbangpol Kemendagri selain ikut andil dalam pembentukan FKUB, Kominda, dan FKDM, melalui Direktorat Bina Ideologi Wawasan Kebangsaan membentuk Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) dimana forum ini bertujuan sebagai sarana untuk membangun kebersamaan antar berbagai etnis dan agama yang disertai dengan penanaman nilai-nilai luhur Pancasila. Sejalan dengan berdirinya FPK Ditjen Kesbangpol Kemendagri telah menghasilkan banyak Tenaga Pelatih Pembauran Daerah (TPPD) di berbagai Provinsi yang akan berperan sebagai mentor dalam berbagai pelatihan yang dilakukan. Penanaman nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika didalam Forum Pembauran Kebangsaan ini sangat penting guna menangkal berbagai ancaman yang datang dari dalam maupun luar negeri yang bermaksud untuk membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara dan menghambat tujuan nasional. 
       Dengan semakin berperannya elemen-elemen masyarakat ini tentunya diharapkan berbagai sifat etnosentris yang melatar belakangi politik identitas di Indonesia semakin lama semakin terkikis.
 B. Pentingnya Pemahaman akan Lingkungan Strategik 
          DR. Stewart Woodman menulis, bahwa dalam kaitan dengan tantangan “ketidakpastian (uncertainty)”, cara para perencana pertahanan (defence planners) lazimnya mencoba memvalidasi semua kebijakan (policies) mereka yang ada, dengan sendirinya akan mengkaji ulang lingkungan strategik. Mereka akan mengidentifikasi segi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang terkait dengan prospek sekuriti bangsa serta membuat penilaian dengan cara bagaimana faktor-faktor tersebut akan dapat berkembang dalam kerangka waktu lima sampai sepuluh tahun mendatang. Perlu diperhatikan, bahwa dalam periode dengan cukup banyak perubahan strategik, adalah penting untuk diakui, bahwa penilaian tentang lingkungan strategik dimasa yang akan datang akan jarang obyektif murni. Sehingga strategi berhubungan dengan berbagai ketidak pastian.sedangkan Strategi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan yang dibayangi oleh ketidakpastian tersebut. Terdapat pendapat lain bahwa strategy tidak dapat dikatakan benar atau salah tetapi yang sangat menentukan adalah seberapa besar capaian keberhasilan dalam mencapai tujuannya. Sedang perencanaan adalah sangat penting dalam tercapainya tujuan tersebut, dan sangat menentukan berhasil atau gagalnya sebuah program. Seperti kita ketahui manusia sebagai mahkluk yang menghuni bumi ini memiliki keterkaitan satu sama lain dengan sesamanya dan terutama dengan lingkungannya. Hubungan kausalitas ini sangat dipengaruhi dari faktor sosiologis manusia yang selalu berinteraksi atau berkomunikasi dengan intens satu sama yang lainnya, selain itu faktor antropologis menjadi sangat penting karena berkaitan erat dengan pola prilaku, budaya, dan norma yang berlaku. Intinya lingkungan sangat mempengaruhi subjek yang ada disekitarnya. Pada era globalisasi seperti saat ini pola lingkungan strategis menjadi lebih dinamis dan perkembangan bisa dikatakan semakin cepat, dimana kemajuan teknologi komunikasi yang pesat ikut pula mempengaruhi pola interaksi masyarakat di dunia, bahkan sudah tidak mengenal lagi batas-batas negara atau wilayah. Oleh karenanya yang diungkapkan oleh DR. Stewart Woodman, sangat relevan jika dihubungkan dengan kenyataan bahwa akses komunikasi antar masyarakat di dunia ini telah semakin terbuka dan sedemikian cepat sehingga harus ada pengkajian dan pemahaman yang lebih berkesinambungan mengenai lingkungan strategik yang ada di suatu negara. Sejalan dengan perkembangan tata kehidupan berbangsa dan bernegara dilingkungan dunia internasional, maka suatu negara dalam mempertahankan eksistensi atau kelangsungan hidupnya memerlukan perjuangan seluruh bangsa untuk mencapai atau mempertahankan kelestarian teritorialitas atau kedaulatan teritorialnya. Menyadari adanya kompleksistas permasalahan, baik isu mengenai tapal batas (border), keamanan nasional (national security) atau keamanan manusia (human security) perlu adanya satu pemahaman wawasan nusantara di dalam menentukan suatu kebijakan yang didasarkan pada lingkungan strategis yang dinamis. Guna mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan tersebut di atas dan menghadapi pengaruh perkembangan lingkungan strategis yang diwarnai arus globalisasi dan gelombang reformasi, maka diperlukan suatu rumusan kebijakan/strategi geopolitik Indonesia yang handal. Rumusan kebijakan geopolitik Indonesia 5 – 10 tahun mendatang yang diperlukan dalam rangka mempertahankan NKRI adalah mengembangkan geopolitik Indonesia 5-10 tahun mendatang melalui peningkatan pembangunan didaerah-daerah khususnya di daerah perbatasan, dan di daerah tertinggal serta peningkatan kualitas SDM serta memperhatikan perkembangan negara-negara major power di kawasan regional dalam rangka terus mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang telah diperjuangkan. Yang pertama lingkungan global, Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah menjadikan wilayah kedaulatan suatu negara menjadi lebih abstrak, sehingga mudah ditembus oleh para pelaku atau aktor internasional. Karena itu, kerawanan penetrasi asing terhadap wilayah yurisdiksi nasional yang melampaui batas kedaulatan negara, hampir dipastikan mengandung resiko ancaman keamanan yang bersifat transnasional, antara lain seperti kejahatan lintas negara, masalah kerusakan lingkungan, imigrasi gelap, pembajakan dan perompakan di laut, penangkapan ikan ilegal, terorisme internasional, penyelundupan senjata maupun perdagangan anak-anak dan wanita, serta kasus lain seperti human traficking. Kepentingan global dan kekuasaan tungga AS. Adanya kecenderungan perubahan strategi dan kebijakan pertahanan AS. Secara faktual, posisi dan kedudukan AS dalam konstelasi politik dunia hingga saat ini tidak dapat dielakkan sebagai satu-satunya negara adidaya yang mempunyai kemampuan dan keunggulan global. AS telah merubah kebijakan dan doktrin pertahanannya menjadi ofensif dalam wujud “preemptive strike” dan “defensive intervention” dengan tanpa mengenal batas kedaulatan sebuah negara guna menyerang aktor negara dan aktor non negara yang dianggap dapat mengancam kepentingan globalnya. Kemajuan teknologi pertahanan dan militer, berkembangnya sistem senjata dengan peluru kendali tepat sasaran (precision guided amunition atau smart weapons) telah merubah pola peperangan dari jarak dekat ke jarak jauh melalui serangan tepat dari jarak jauh. Konsekuensi teknologi tersebut paling tidak dapat menjadi potensi ancaman bagi setiap negara, khususnya Indonesia yang kebetulan memiliki kondisi geografis, luas wilayah, jumlah penduduk, sumber daya serta posisi dan letaknya yang strategis sehingga menjadi incaran negara besar. Yang kedua lingkungan nasional, Proses politik dan demokratisasi. Pada tahun 2014 juga ditandai dengan tahun politik, dimana bangsa Indonesia akan kembali diuji guna menyelenggarakan Pemilu dengan sistem pemilihan langsung. Proses Pemilu yang sangat transparan merupakan kunci bagi KPU menyelenggarakan pesta demokrasi ini. Sesuai amanat Undang-undang, maka posisi Presiden menjadi sangat kuat sehingga tidak mudah untuk dijatuhkan Parlemen. Di sisi lain, DPR yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat, harus mampu menjadi kekuatan penyeimbang yang perannya sangat penting selaku pengawas dan pengontrol setiap kebijakan Pemerintah. Ada berbagai isu yang sangat mempengaruhi lingstra. Diantaranya isu separatisme. Ada bebrapa kasus besar yang berpotensi menimbulkan gerakan separatis politik dan bersenjata yang kini mengarah pada upaya pemisahan diri dari NKRI yakni munculnya berbagai gerakan untuk memperoleh otonomi terkait penggunaan bendera dan lambang di Aceh., kelompok separatis politik (KSP) dan kelompok separatis bersenjata (KSB/TPN) yang berinduk di bawah OPM di Papua, serta upaya pembentukan kembali Republik Maluku Selatan (RMS) melalui pembentukan organisasi RMS gaya baru yakni Forum Kedaulatan Maluku atau yang biasa disingkat dengan FKM. Isu terorisme dan gerakan kelompok radikal, Meski ruang gerak kelompok teroris ini sudah semakin sempit karena langkah-Iangkah yang diambil aparat keamanan, namun realitas bahwa mereka masih eksis menunjukkan bahwa permasalahan terorisme bukan masalah sederhana. Permasalahan terorisme yang dilatarbelakangi belum tuntasnya penyelesaian masalah politik di Timur Tengah, menjadi semakin rumit karena telah berinteraksi dengan isu agama. Aksi kekerasan dan konflik komunal, Meski langkah-langkah penegakkan hukum telah diambil, namun diperkirakan kasus-kasus kekerasan dan konflik-konflik komunal masih akan terjadi secara insidentil. Penanganannya diawali dengan pendekatan pembangunan kebangsaan, tanpa mengabaikan keberagaman budaya, dan pada saat yang sama dilaksanakan pembangunan kesejahteraan. Meskipun upaya peningkatan kualitas proses politik dalam rangka normalisasi dan stabilisasi kehidupan masyarakat disejumlah daerah konflik dan rawan konflik relatif berjalan Iambat, tetapi perbaikan struktur dan proses politik menuju resolusi konflik secara bertahap dapat berjalan dengan baik dan diharapkan akan berlanjut. Isu keamanan teritorial, perbatasan dan pulau terluar. Dalam isu keamanan perbatasan baik perbatasan darat maupun laut, terdapat sejumlah permasalahan tapal batas wilayah yang harus segera diatasi. Isu keamanan perbatasan tersebut, juga meliputi adanya kondisi pulau-pulau terluar yang berada dan berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga yang sesungguhnya berpotensi dapat lepas dari NKRI bila tidak dapat dipelihara dan dijaga dengan baik. Kemudian yang terakhir adalah lingkungan strategis sumber daya alam, dimana posisi Indonesia dalam dunia Pertambangan Internasional sangat strategis, sebagaimana diketahui menurut para ahli pertambangan dunia tambang emas Pegunungan Grasberg merupakan yang terbesar di dunia, keberadaan tambang emas grasberg ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki posisi penting dalam hal produksi dan perdagangan sumber-sumber mineral diseluruh dunia. Hingga saat ini pun Indonesia masih merupakan pemilik cadangan emas terbesar di dunia nomor 7 di dunia setelah Afrika Selatan (1), Australia (2), Amerika Serikat (3), China (4), Kanada (5), dan Rusia (6). Indonesia diperkirakan memiliki cadangan emas sekitar 2800 ton dari total cadangan emas global yang diperkirakan sebanyak 89.000 ton. Namun data lainnya menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi ke 5, diatas Australia satu tingkat. Data lainnya juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara produsen tembaga kelima terbesar dengan total produksi sebanyak 950.000 ton. Urutan pertama ditempati oleh Chile dengan total produksi sebanyak 5.320.000 ton, yang kemudian membuat Chile berada di urutan teratas. Kemudian dalam Produksi Perak Indonesia masuk dalam urutan ke-17 terbesar di dunia, pada produksi timah berada di urutan ke-2 terbesar di dunia dengan total produksi sebanyak 55.000 metrik ton, dan produksi bauksit yang berada di urutan ke-13 di dunia. Selain itu cadangan batubara Indonesia hanya 0,5 % dari cadangan dunia, namun produksi Indonesia posisi ke-6 sebagai produsen dengan jumlah produksi mencapai 246 juta ton. peringkat ke-2 terbesar di dunia sebagai eksportir sejumlah (203 juta ton). Posisi pertama ditempati Australia (252 juta ton), China sebagai produsen batubara terbesar dunia, hanya menempati peringkat ke-7 sebagai eksportir (47 juta ton). peringkat 25 sebagai negara dengan potensi minyak terbesar yaitu sebesar 4.3 milyar barrel, peringkat 21 penghasil minyak mentah terbesar dunia sebesar 1 juta barrel/hari, peringkat 24 negara pengimpor minyak terbesar sebesar 370.000/hari peringkat 22 negara pengonsumsi minyak terbesar sebesar 1 juta barrel/hari, peringkat 13 negara dengan cadangan gas alam terbesar sebesar 92.9 trillion cubic feet, peringkat ke-8 penghasil gas alam terbesar dunia sebesar 7.2 tcf, peringkat ke-18 negara pengonsumsi gas alam terbesar sebesar 3.8 bcf/hari, peringkat ke-2 negara pengekspor LNG terbesar sebesar 29.6 bcf. Jika mengacu berbagai potensi yang telah diuraikan diatas, sangat terlihat bahwa Indonesia merupakan pemasok bahan mentah yang diperuntukkan bagi keberlangsungan industri-industri negara maju. Sehingga segala macam sumber daya mineral, pertambangan, dan gas yang ada di negara ini pada umumnya ditujukan untuk pasar ekspor yang kemudian menopang pertumbuhan ekonomi, yang ironisnya justru terjadi kelangkangan energi di dalam negeri sendiri. Kemudian dengan terfokusnya ekspor pada bahan mentah membuat Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah yang tinggi. Rendahnya nilai tambah ini diakibatkan karena hanya bahan mentah yang dijual oleh Indonesia, sedangkan negara-negara maju menggunakan sebanyak-banyaknya bahan mentah yang ada di Indonesia untuk menunjang berbagai Industri yang ada di negaranya. Seharusnya dengan posisi sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam ini Indonesia memiliki peran strategis dalam persaingan sumber daya alam global, namun hal tersebut urung terjadi karena dominannya peran asing di dalam pengelolaan sumber daya alam kita. kurangnya pengendalian atas Sumber Daya Alam di dalam ini membuat posisi tawar Indonesia menjadi sangat rendah atau bahkan dapat dikatakan hanya menjadi tempat untuk mengeruk berbagai sumber energi. C. Wawasan Nasional Bangsa Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wawasan nasional Indonesia yang diwarnai oleh pengalaman sejarah yang sangat menghindari terjadinya permusuhan dan perselisihan di kalangan anak bangsa. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang diperoleh berkat rasa persatuan dan kesatuan yang kuat dari bangsa Indonesia. Konsepsi wawasan nasional merupakan bagian dari Wawasan Nusantara dibangun atas geopolitik bangsa Indonesia yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhan. Bangsa Indonesia memiliki pandangan sendiri mengenai wilayah yang dikaitkan dengan politik atau kekuasaan. Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik bangsa Indonesia. Wawasan Nusantara dapat dikatakan sebagai pandanganpenerapan teori geopolitik dari bangsa Indonesia yang tentunya didasarkan pada konstitusi negara (UUD 1945) . Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak Pemahaman akan superioritas ras tertentu yang pada akhirnya akan menyebabkan perpecahan bangsa karena pada dasarnya semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal. Wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sedangkan wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya. (Lemhannas, 2013) Dengan dinamika globalisasi yang semakin batas-batas dan juga wilayah antar nrgara, hal ini juga semakin mengikis nilai-nila kehidupan nasional, maka wawasan nusantara justru perlu menjadi acuan pokok dalam memperkecil penetrasi global dan semakin memperkokoh kehidupan Bangsa Indonesia. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan Nusantara, khususnya, di bidang wilayah, adalah diterimanya konsepsi Nusantara di forum internasional, sehingga terjaminlah integritas wilayah teriterorial Indonesia. Laut Indonesia yang semula dianggap bebas menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia. Terdapat pula enam konsepsi yang menjadi elemen wawasan nasional Indonesia yakni (1) persatuan dan kesatuan, (2) Bhineka Tunggal Ika, (3) Kebangsaan, (4) Negara kebangsaan, (5) Negara Kepulauan, (6) Geopolitik. Dan pada dasarnya dapat di pandang dari dua dimensi pemikiran, yaitu dimensi kewilayahan dengan segenap isi di dalamnya atau yang di sebut realita. Dan dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara atau yang di sebut sebagai fenomena kehidupan. Dengan demikian wawasan nusantara sebagai suatu pandangan geopolitik Indonesia dan juga sebagai wawasan nasional sangat menitikberatkan pada kesatuan suku bangsa, wilayah, dan juga falsafah Ideologi Pancasila dalam mempertahankan keutuhan wilayah NKRI. D. Geopolitik D.1 Geopolitik dalam perspektif ilmu, teori ruang, dan penguasaan ruang Secara harfiah Geopolitik verasal dari dua kata yaitu “geo” dan “politik” sehingga jika membicarakan tentang geopolitik tidak akan lepas dari geografi dan politik. Menurut Preston E. James geografi mempelajari tentang tata ruang atau suatu sistem yang ada dalam hal penataan ruang. Artinya geografi sangat erat kaitannya dengan relasi antar manusia di dalam ruang hidupnya, sedangkan jika kita berbicara tentang politik maka tidak akan lepas dari kekuasaan dan pemerintahan. Sehingga kajian mengenai geopolitik ini seringkali membahas tentang relasi antar masyarakat antar negara yang menitik beratkan pada sudut pandang akan ruang. Pengertian ruang disini bisa berarti kepentingan atau kebutuhan dari suatu negara untuk dapat bertahan yang sangat berkaitan erat dengan dinamika politik Internasional. Kepentingan atau Kebutuhan untuk bertahan tersebut memiliki pemahaman yang berbeda-beda. Menurut pemikir realisme seperti Frederic Ratzel dengan teori ruangnya mengatakan bahwa suatu bangsa yang memiliki budaya yang tinggi memiliki kecenderungan untuk memiliki kebutuhan akan sumber daya yang tinggi pula, sehingga kemudian akan mendesak bangsa yang lebih lemah (primitif). Hal ini kemudian ditegaskan oleh Rudolf Kjellen yang mengatakan bahwa suatu kesatuan politik layaknya suatu organisme yang tentunya akan bergerak terus untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya dan dilengkapi oleh Karl Hushofer yang mengatakan bahwa kebutuhan tersebut di dasarkan pada lebensraum (ruang akan hidup). Definisi geopolitik sangat bersifat ekspansionis, dimana suatu negara dapat bertahan jika menguasai negara lain yang didasari kebutuhan akan sumber daya yang ada di negara yang dikuasai tersebut. namun jika melihat dinamika politik internasional yang ada saat ini, disamping penguasaan akan wilayah dan sumber daya, geopolitik juga sangat erat dengan perebutan pengaruh yang cukup kuat. Hal ini dapat dilihat dari aspek nilai-bilai sosial budaya, Ideologi, dan gaya hidup (konsumerisme). Pengaruh dari aspek-aspek tersebut merupakan akibat dari semakin mudahnya akses informasi dari seluruh dunia dewasa ini, sehingga media memiliki kekuatan yang sangat besar dalam perebutan pengaruh tersebut. Dengan demikian geopolitik menjadi sangat penting karena membahas berbagai aspek-aspek strategis terkait perebutan kekuasaan dan pengaruh dalam dinamika politik internasional. Negara-negara yang bertujuan untuk mengejar cita-cita, harapan, kepentingan-kepentingan keamanan dan bertujuan untuk memperluas wilayah pengawasannya ke dalam formulasi kebijaksanaan luar negerinya akan menghasilkan suatu sistem yang berbentuk koalisi. Maka dengan demikian, suatu koalisi yang disebut sebagai yang stabil, yang dapat terpengaruhi di dalam sistem internasional, bilamana konsep perimbangan kekuatan tadi itu di bangun di dalam kerangka hubungan-hubungan negara-negara besar. Perimbangan kekuatan dapat dimasukkan ke dalam pengertian yang kiranya dapat dianggap sebagai alat untuk memecahkan permasalahan yang mungkin terjadi dalam hubungan antar negara-negara, namun yang penting dalam kerangka ini adalah bagaimana agar konflik tersebut dapat dibatasi atau bahkan dapat dikurangi. Salah satu konsep geopolitik adalah Balance of power adalah salah satu teori hubungan internasional yang menekankan pada efektifitas kontrol terhadap kekuatan sebuah negara oleh kekuatan negara-negara lain. Terminologi balance of power merujuk pada distribusi kapabilitas negara pesaing maupun aliansi yang ada, misalnya Amerika Serikat dan Uni Sovyet yang memiliki perseimbangan kekuatan yang sama selama masa Perang Dingin tahun 1970an-1980an. Persaingan kedua adidaya tersebut semasa itu, membentuk sebuah keberlangsungan kontrol terhadap perseimbangan kekuatan militer internasional. Adapun teori balance of power (keseimbangan kekuatan) memiliki asumsi dasar bahwa ketika sebuah negara atau aliansi negara meningkatkan atau mengunakan kekuatannya secara lebih agresif, negara-negara yang merasa terancam akan merespon dengan meningkatkan kekuatan mereka. Hal ini dikenal dengan istilah counter balancing coalition. Contoh kasus seperti munculnya kekuatan Jerman menjelang Perang Dunia I (tahun 1914-1918) yang memicu formasi koalisi anti-Jerman yang terdiri dari Uni Sovyet, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain. Erns B. Hass dalam bukunya, “The Balance of power: Prescription, Concept of Propaganda?” menemukan setidaknya ada delapan pengertian yang berbeda-beda terhadap pengertian atas terminologi atau digunakan ke dalam delapan versi yang saling berbeda-beda, yaitu: a) Keseimbangan sebagai akibat dari distribusi kekuatan yang seimbang di antara negara-negara; b) Keseimbangan sebagai akibat dari distribusi kekuatan yang tidak seimbang di antara negara-negara bangsa; c) Keseimbangan sebagai akibat dari dominasi salah satu negara-negara bangsa; d) Suatu sistem yang relatif stabil dan damai; e) Suatu sistem yang dicirikan oleh ketidakstabilan dan perang; f) Cara lain untuk menyebutkan keuntungan politik; g) Suatu dalil sejarah yang universal; dan h) Suatu pedoman bagi para pembuat kebijaksanaan. Balance of power menekankan pada efektivitas kontrol terhadap kekuatan sebuah negara dengan melihat kekuatan negara lainnya. Teori ini juga merujuk pada distribusi kemampuan/ kapabilitas negara pesaing ataupun aliansi yang ada. Dengan menggunakan teori balance of power maka setiap peningkatan kapabilitas militer (power) pertahanan terutama militer akan direspon balik oleh negara lainnya karena merasa terancam dengan kondisi demikian. (Balance of Power, wordpress.com, diakses 27 Oktober 2013) Terdapat beberapa strategi dalam balance of power, yaitu: Balancing, yaitu sebauh strategi yang dilakukan oleh negara untuk menunjukan sikap menjadi penyeimbang kekuatan melalui pengembangan militer dan melalui aliansi formal. Kestabilan kemamampuan militer adalah kunci untuk dapat membendung kekuatan dominan. Dalam pendekatan realis klasik dan neo-realis konsepsi untuk menjadi balancer adalah dengan menggunakan hard balancing, soft balancing, tindakan negara dengan melakukan limited security understandings. (Balance of Power, wordpress.com, diakses 27 Oktober 2013) 
          Negara-negara yang terancam kemudian melakukan kolaborasi baik regional ataupun internasional untuk mempertahankan diri mereka. Tindakan ini bersifat sementara yaitu untuk mencegah terjadinya dominasi dalam dunia internasional. Namun, pada saat tertentu soft balancing bisa berubah menjadi hard balancing ketika negara lain mulai menujukan agresifitas militernya. Pada dasarnya soft balancing adalah tindakan prefentif yang dilakukan oleh beberapa negara yang menggabungkan diri. Kemudian asymmetric balancing merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya ancaman secara tidak langsung yang dilakukan oleh gerakan atau kelompok non-negara, seperti teroris dan gerakan-gerakan yang dilakukan pembrontak. Bandwagoning, yaitu situasi dimana negara-negara yang lebih lemah melakukan aliansi dengan negara yang lebih kuat dalam perimbangan kekuatan. (Balance of Power, wordpress.com, diakses 27 Oktober 2013) 
Dalam pandangan konsep ini perlawanan secara frontal yang dilakukan oleh negara berkembang terhadap negara yang lebih kuat tidak akan mendatangkan manfaat, karena persekutuan negara yang lebih kuat akan menciptakan posisi tawar, perjanjian ekonomi, dan perlindungan dari serangan negara-negara lain disekitarnya. Hedging, yaitu strategi yang bertujuan menghindari (atau perencanaan kontinjensi dalam) situasi di mananegara tidak bisa memutuskan alternatif langsung lebih seperti balancing, bandwagoning, atau netralitas. (Balance of Power, wordpress.com, diakses 27 Oktober 2013) Dengan kata lain, negara menghindari memilih satu sisi yang lain. Strategi hedging menekankan untuk mempersiapkan semua kemampuan militer untuk melakukan semua pekerjaan militer pada semua spektrum. Strategi lindung nilai menjadi pilihan karena ketidakpastian dalam keamanan internasional di masa depan. D.2 Geopolitik Indonesia Para pemuda yang berkumpul pada tanggal 28 oktober 1928 mempunyai kesadaran bersama tentang masa depan. Mereka sadar bahwa perubahan telah menyingsing. Transformasi masyarakat tradisional menuju masyarakat modern mulai terjadi. Pendidikan sebagai kendaraan menuju kemajuan sudah mulai menyebar di bangsa baru ini. Anak-anak muda masa itu menyadari bahwa tantangan mereka adalah meruntuhkan sekat-sekat pembeda. Basis-basis kedaeraahan itu disatukan menjadi basis kebangsaan yang lebih luas. Dimasa itu timbul kesadaran baru bahwa suku-suku bangsa di Nusantara ini akan meraih kegemilangan masa depan jika mereka bisa menemukan rumus sederhana yang bisa mempersatukasn. Persatuan dan kebersamaan adalah kata kunci. Keputusan untuk mempergunakan bahasa bersama, yaitu Bahasa Indonesia, adalah keputusan genius sampai hari ini,begitu banyak urusan bangsa menjadi sederhana haya karena bahasa yang sama yang bisa diterima oleh semua pihak. Dunia Internasional sering terpukau menyaksikan heterogenitas bangsa ini, yang menghunni sekitar 5000 pulau yang merentang sepanjang khatulistiwa, memiliki 250 lebih bahasa dan dialek dan terdiri dari 1000 lebih kelompok etnis dan sub etnis. Ini adalah bangsa yang super plural tapi bisa hidup secara berdampingan secara relatip damai. Polarisasi, friksi bahkan konflik antar berbagai suku di Indonesia memang tidak pernah berhenti. Meski begitu, seburuk-buruknya konflikdi Indonesia disaat pihak-pihak konflik harus duduk semeja, berdialog dan merundingkan kepentingannya, merka berkomunikasi tanpa penerjemah. Mereka duduk menyelesaikan konflik dengan menggunakan bahasa bersama, yaitu Bahasa Indonesia, Sumpah Pemuda inilah yang merupakan awal tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia sekaligus sebuah pandangan akan geopolitik bangsa Indonesia yang menekankan kesatuan wilayah, bahasa, dan bangsa Indonesia. Konsepsi geopolitik telah lama dibicarakan oleh sementara tokoh bangsa, antara lain Muh. Yamin dan Bung Karno, dalam Sidang BPUPKI pada tahun 1945. Berkaitan dengan hal itu, Bung Hatta dkk. (1980) memberikan komentar antara lain, “Bung Karno mempergunakan dalil-dalil teori geopolitik, khususnya blut-und-boden theorie, ciptaan Karl Haushofer. Teori ini sebetulnya merupakan sendi bagi politik imperialisme Jerman, tetapi sangat menarik pula bagi kaum nasionalis Asia dan Indonesia, khususnya untuk membela cita-cita kemerdekaan, persatuan bangsa, dan tanah air.” (Lemhannas, 2013) Dua puluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1965, Bung Karno dalam pidatonya yang berjudul Susunlah Pertahanan Nasional Bersendikan Karakteristik Bangsa, pada waktu peresmian berdirinya Lemhannas, antara lain menyatakan, “Mengetahui hasil ilmu geopolitik, yang pada pokoknya mula-mula saya baca di dalam kitabnya Karl Haushofer, Die Geo-Politik des Pazifischen Ozeans, Geo-Politik dari Samudra Pasifik, kalau mau mengetahui bagaimana suatu bangsa dijadikan besar, harus mengetahui geopolitik bangsa itu.” Pada perkembangan selanjutnya, konsep geopolitik semakin banyak mendapat perhatian dalam kaitannya dengan upaya pengembangan kemampuan untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah nasional. (Lemhannas, 2013) Konsepsi geopolitik bagi Indonesia menjadi aktual bila dihubungkan dengan kesadaran akan posisi geografis wilayah Indonesia, kepentingan atas integritas nasional dalam kondisi geografi yang terpecah-belah, pengambilan peran dalam kawasan regional, dan antisipasi ancaman kekuatan asing yang melibatkan negara adidaya di kawasan regional (Dino Patti D., 1996). ABRI (TNI) mengangkat konsep geopolitik ke dalam konsep pertahanan dan keamanan nasional (Hankamnas), antara lain, dengan pengertian, “memanfaatkan konstelasi geografi Indonesia, yang memerlukan keserasian antara Wawasan Bahari, Wawasan Dirgantara, dan Wawasan Benua sebagai pengejawantahan segala dorongan (motives) dan rangsangan (drives) di dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi serta tujuan-tujuan negara Indonesia ” (Doktrin Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI “CADEK’, 1967). (Lemhannas, 2013) Konsep tersebut dinamakan Wawasan Nusantara, yaitu wawasan konsepsional dari Wawasan Hankamnas. Wawasan Nusantara dalam Wawasan Hankamnas berkait dengan konsep negara kepulauan. Konsepsi negara kepulauan memberikan inspirasi dan dorongan untuk menyatukan seluruh wilayah nasional Indonesia yang terdiri dari daratan, perairan, dan ruang udara di atasnya, sedangkan konsep penyerasian wawasan-wawasan berdasarkan kemitraan dalam Wawasan Nusantara menurut Hankamnas merupakan konsepsi pemanfaatan negara kepulauan tersebut. Keterkaitannya tampak lebih jelas pada penjelasan Mochtar Kusumaatmadja (1977) “jadi, untuk menyimpulkan bahwa konsepsi negara kepulauan adalah konsepsi kewilayahan, yaitu apabila sudah diundangkan menjadi kenyataan, lalu menjadi negara kepulauan..” Konsepsi Wawasan Nusantara dibangun atas geopolitik bangsa Indonesia yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhan. Bangsa Indonesia memiliki pandangan sendiri mengenai wilayah yang dikaitkan dengan politik atau kekuasaan. Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik bangsa Indonesia (HAN, Sobana 2005). Wawasan Nusantara dapat dikatakan sebagai penerapan teori geopolitik dari bangsa Indonesia (Chaidir Basrie 2002). Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme karena semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal. Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara samudra Pasifik dan samudra Indonesia, serta diantara benua Asia dan benua Australia. Secara umum seperti yang telah dijelaskan diatas, wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sedangkan wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya. Latar belakang muculnya konsep Wawasan Nusantara adalah karakteristik wilayah Nusantara sebagai suatu wilayah negara yang berasaskan Negara Kepualauan. Konsep Negara Kepulauan pada awalnya dianggap asing oleh kebanyakan negara di dunia ini, namun melalui usaha yang gigih dan konsisten pada akhirnya konsepsi Negara Kepulauan diakui oleh banyak negara dalam Konvensi Hukum Laut Internasional sebagai bagian ciri khas tersendiri dari Yurisdiksi Suatu Negara, meliputi laut Terotorial, Perairan Pedalaman, ZEE dan Landas Kontinen. Selain itu pemikiran Wawasan Nusantara juga diilhami oleh aspek sejarah perjuangan Bangsa, aspek filosofis dari Pancasila sebagai Ideologi Negara serta Jati diri bangsa Indonesia. Wawasan Nusantara sebagai pancaran falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan pondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegera kesatuan RI memberikan kaedah nilai, moral dan etika serta tuntunan sikap Bangsa Indonesia yang harus mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa di segala aspek kehidupan nasional sebagai Visi Bangsa yang harus dijunjung Tinggi dan ditaati bersama. Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Menurut Deklarasi Djuanda Batas luas laut Indonesia menjadi 3.200.000 km2, akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut. Konsepsi Wawasan Nusantara (Wasantara) menganut filosofi dasar geopolitik Indonesia dan wawasan kebangsaan yang mengandung tiga unsurkebangsaan, yaitu rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangatkebangsaan. Ketiga unsur ini menyatu secara utuh dan mengkristaldalam Pancasila dan Wasantara, serta menjadi jiwa bangsa Indonesia dan sekaligus pendorong tercapainya cita-cita proklamasi, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Wasantara dapat disebut geopolitik Indonesia. Apabila ditinjau dari tataran pemikiran yang berlaku di Indonesia, Wasantara merupakan prasyarat terwujudnya cita-cita nasional, suatu cita-citaterbentuknya negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, danmakmur. Dari gambaran di atas, dapat diketahui bahwa konsepsi Wasantaramerupakan konsepsi nasional yang bersifat filosofis yang memiliki visi jauh kedepan, suatu konsepsi yang dijadikan pedoman dan rambu-rambu, serta dorongan dan motif bangsa Indonesia dalam pencapaian tujuan nasional, serta dijadikan sebagai landasan visioner. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila terdiri atas lima pesan pokok, yaitu penghayatan dan hakikat martabat bangsa, kesepakatan akan cita-cita nasional, kebulatan tekad untuk mencapai tujuan nasional, mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan nasional, serta kesepakatan tentang pencapaian tujuan nasional. Bangsa Indonesia yang terlahir dari keanekaragaman suku, agama, budaya, bahasa, dan daerah asal yang tersebar luas dalam ribuan pulau perlu menyepakati suatu cara hidup bersama sebagai bangsa dan warga negara. Salah satu sumber cara hidup bersama itu ialah cara pandang tentang diri dan Iingkungan dalam mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan nasional. Cara pandang yang dimaksud bagi bangsa Indonesia ialah Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara mengacu pada kondisi dan konstelasi geografi, kondisi sosial budaya, serta faktorkesejarahan, dan perkembangan lingkungan. Falsafah pancasila diyakini sebgagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Konsep Wawasan Nusantara berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagi sila pertama yang kemudian melahirkan hakikat misi manusia Indonesia yang terjabarkan pada sila-sila berikutnya. Wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah Pancasila menjadi landasan dan pedoman kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Tujuan dari wawasan nusantara tersebut antara lain yang pertama yaitu sesuai dengan pembukaan UUD 1945, dimana dijelaskan tujuan kemerdekaan Indonesia, yaitu “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan perdamaian yang abadi dan keadilan sosial.” Dan yang kedua adalah mewujudkan kesatuan dalam berbagai aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, dengan demikian jelas bahwa tujuan dari bangsa Indonesia berkaitan erat dengan kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan guna membina kesejahteraan, kedamaian, dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia. E. Geopolitik Oil Minyak memiliki kaitan erat dengan geopolitik. Bagaimana tidak? Dalam segi geo dalam pengertian geopolitik, minyak merupakan salah satu hasil alam. Revolusi industri menjadi titik awal ketika minyak dan gas menjadi salah satu objek vital dalam kehidupan bermasyarakat. Mulai zaman tersebut, berbagai mesin telah diciptakan dan hampir semuanya digerakkan oleh minyak karena dianggap praktis dan mendukung kelancaran produksi serta distribusi barang dan jasa. Hingga pada masa kini, masyarakat dunia begitu tergantung kepada minyak, menyebabkan minyak menjadi hal geografis yang benar-benar strategis dalam segi politik dari geopolitik. Beberapa pakar telah membuat buku tentang posisi minyak dalam sejarah geopolitik internasional, bagaimana negara-negara telah berinteraksi dalam kebutuhannya terhadap minyak. Interaksi tersebut dapat terlihat melalui penjelasan kronologis berikut ini. Seseorang yang tidak diketahui namanya, dalam artikel buatannya yang berjudul Geopolitics of Oil, menjadi titik awal ditemukannya minyak sebagai materi geopolitik paling signifikan. Beliau memberi statment bahwa jika ingin menguasai dunia, maka kuasailah minyak terlebih dahulu (anon, 1980). Terlihat bahwa minyak sangat vital dan esensial sehingga dengan menguasai minyak, maka orang, kelompok, atau negara tersebut dapat mengontrol pihak lawan. Hal ini dapat dilihat melalui perang Yom Kippur, yang terjadi pada tahun 1973 antara negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir yang berhadapan dengan Israel (anon, dalam http://www.historylearningsite.co.uk, diakses 16 April 2012), yang berujung kepada embargo ekonomi terhadap Israel. Perang Yom Kippur bukan perang karena minyak, tetapi dampak perang tersebut mempengaruhi distribusi minyak di Timur Tengah. Pada saat itu, Israel tidak dapat membeli minyak dari OPEC, namun harus melewati jalan memutar dengan membeli dari negara-negara Timur Tengah penghasil minyak yang harganya tidak sama dengan harga minyak di OPEC. Kebutuhan Israel akan minyak OPEC mengakibatkan OPEC dapat mengendalikan Israel dalam beberapa hal. Gejolak perminyakan dunia meningkat pada apa yang disebut oleh Phillipe Le Billon (2005) sebagai Resources Wars yang terjadi di Laut Kaspia. Laut Kaspia memiliki ciri-ciri sebagai danau dan laut sekaligus. Di laut ini terdapat sumber daya alam yang melimpah, diantaranya Sturgeon, ikan yang telurnya merupakan bahan baku kaviar, serta minyak dan gas alam dalam jumlah besar. Laut Kaspia juga merupakan perbatasan dari beberapa negara di kawasan Eropa dan Asia Timur. Oleh karena itu tidak heran ketika laut ini menjadi salah satu bahan perebutan negara-negara. Pada tahun 2003, Rusia, Azerbaijan, dan Kazakhstan menandatangani perjanjian pembagian wilayah Laut Kaspia yang luas itu. Iran melihat bagaimana Azerbaijan dan Kazakhstan memanen hasil minyak yang melimpah ruah dari Laut Kaspia. Kemudian Iran menjalin kerjasama dengan Rusia. Laut Kaspia dapat mengendalikan negara-negara yang berada di sekitarnya agar tidak masuk ke dalam konflik yang lebih parah karena keuntungan-keuntungan yang dimiliki oleh laut tersebut lebih baik jika didapatkan dengan cara diplomasi. Dengan kata lain, hal ini menyebabkan Laut Kaspia menjadi suatu zona buffer bagi negara-negara yang berada di sisi-sisinya (Le Billon, 2005). Engdahl memandang konflik di Laut Kaspia dari sudut pandang yang lebih ringan. Laut Kaspia tidak hanya menarik perhatian negara-negara di sekitarnya, tetapi juga negara lain yang menginginkan minyak dalam jumlah besar. Terbentuk berbagai kerjasama, terutama antara negara Azerbaijan dengan negara-negara di sekitarnya. Kerjasama Azerbaijan yang paling terkenal adalah saluran pipa minyak dari kota Baku di Azerbaijan, Tbilisi di Georgia, hingga Ceyhan di Turki. Oleh karena itu, nama saluran pipa ini adalah BTC, Baku-Tbilisi-Ceyhan. Yang terakhir adalah pandangan dari Susan Roberts mengenai minyak melalui Perang Irak setelah invasi Amerika Serikat ke negara tersebut. Di titik ini gejolak perminyakan dunia mencapai titik konflik paling tinggi dalam sejarah perminyakan dan politik internasional. Berdasarkan pemikiran Thomas Barnett (dalam Roberts, 2003), Roberts membagi dunia ke dalam dua bagian, yaitu Functional Core, sebagai negara yang ingin menguasai minyak, dan Non-Integrating Gap, sebagai negara yang memiliki sumber daya minyak dan gas alam dalam jumlah yang cukup besar. Negara-negara functional core dengan gigih berusaha untuk mengendalikan negara-negara pemilik minyak agar dapat memperoleh minyak yang ada di dalam zona geografi negara-negara non-integrating gap tersebut. Cara-cara yang ditempuh tidak hanya melalui diplomasi dan perdagangan, tetapi juga melalui cara-cara yang licik dan tersembunyi, seperti Perang Irak tersebut dan imperialisme politik lainnya. Dari penjelasan di atas mengenai pandangan setiap ahli beserta sudut pandang kasusnya, kita dapat melihat bahwa minyak menjadi heartland geopolitik pada saat ini. Minyak menjadi sangat vital bagi kelancaran produksi dan transportasi, sehingga negara-negara ingin menguasainya. Sayangnya, minyak tidak berada di segala tempat dan tidak semua tempat yang memiliki sumber minyak memilikinya dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, minyak menjadi sangat berharga sampai menjadi alat pembayaran yang sah dalam perdagangan dunia internasional dan hampir menggantikan emas. Dalam geopolitik tentang minyak ini, memiliki dan menguasai adalah dua kata yang berbeda. Memiliki minyak berarti dapat ditemukan minyak dalam jumlah yang cukup dari wilayah negara tersebut. Menguasai minyak belum tentu wilayah negara tersebut mengandung minyak, tetapi negara tersebut dapat menambang dan mengontrol minyak dari wilayah negara lain. Tidak semua cara yang ditempuh oleh negara dalam mendapatkan minyak adalah cara yang konvensional, seperti pertambangan dan perdagangan. Ada pula negara-negara yang berusaha menguasai minyak dengan cara kekerasan. Misalnya saja Amerika Serikat. Negara ini telah dituding ingin menguasai minyak di Timur Tengah dengan cara kekerasan. Bahkan beberapa media dan pengamat telah membuat pola bagaimana Amerika Serikat mendapatkan kepentingannya, terutama minyak. Pola tersebut adalah mencari negara yang memiliki apa yang diinginkan Amerika Serikat, mencari kekurangan pemerintah negara tersebut, membantu rakyat negara tersebut untuk mendapatkan kebebasan dan demokrasi, kemudian ketika negara tersebut berada dalam ketidakseimbangan karena kekosongan kekuasaan, Amerika Serikat membantu mengatur negara tersebut sembari menunggu pemilihan pemerintah yang baru. Tidak mungkin “campur tangan” ini tidak berujung kepada sesuatu seperti pengadaan kerja sama yang pada akhirnya membantu Amerika Serikat mendapatkan tujuan awalnya. Hal-hal seperti ini mungkin saja terjadi dan inilah yang ditudingkan media kepada Amerika Serikat. Cara-cara terselubung seperti ini tentu ditempuh karena peperangan dan imperialis yang terang-terangan dilakukan, seperti kolonialisme, sudah ditentang oleh masyarakat luas sebagai bentuk dari pelanggaran Hak Asasi Manusia tentang hak untuk hidup dan hak kebebasan. Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa perang kadang terjadi karena minyak menjadi salah satu alasan. Semua ini tergantung kepada negara, apa jalan diplomasi dan perdagangan tidak lagi mampu memenuhi keinginan setiap negara akan minyak, atau ada tujuan lain dari perang dan kebijakan-kebijakan sehubungan dengan kepenguasaan akan minyak. Di beberapa akhir dekade ini, terjadi berbagai perkembangan teknologi yang sangat pesat transformasi pesat, dunia industri kemudian menemukan sebuah format yang baru . Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini kemudian menjadi mesin penggerak masyarakat dan sangat berpengaruh di berbagai belahan dunia dalam berbagai aspek kehidupan. Perekonomian adalah salah satu bidang yang mengalami berbagai perubahan sangat dominan dalam menarik perhatian publik. Termasuk juga munculnya Perusahaan Multinasional di bidang Pertambangan dan Migas yang membuka peluang bagi terjadinya globalisasi di bidang ekonomi yang efeknya sangat terasa di negara kita ini. Pengalaman pertumbuhan ekonomi pada abad kesembilan belas di Negara-negara maju banyak bersumber dari dari pergerakan modal internasional yang cukup deras pada waktu itu. Produktivitas yang ditopang oleh eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya mineral dan migas yang kemudian mencapai titik puncaknya dengan kehadiran Perusahaan multinasional yang beroperasi di banyak negara dengan kekayaan alam melimpah (termasuk Indonesia). Mungkin perkembangan yang terpenting dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional selama dua dasawarsa terakhir ini adalah pertumbuhan yang luar biasa dari perusahaan-perusahaan multinasional ini yang kemudian memperluas pengaruh mereka kepenjuru dunia. Merekalah kemudian yang menawarkan berbagai hal mulai dari modal investasi dan teknologi guna mendapatkan izin konsesi dalam melakukan eksploitasi dalam skala besar-besaran dari satu Negara ke Negara lainnya. Dalam operasinya ke berbagai Negara-negara dunia ketiga, mereka menjalankan berbagai macam operasi bisnis yang inovatif dan kompleks sehingga tidak bias lagi kita pahami hanya dengan perangkat teori-teori perdagangan yang sederhana, apalagi mengenai distribusi keuntungannya. Perusahaan-perusahaan raksasa, seperti Chevron, Total Oil, Exxon, Petrochina, Freeport, British Petroleum, Newmont, Shell, dan , telah sedemikan rupa mendunia dalam operasinya sehingga kalkulasi atas distribusi keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh eksplorasi internasional itu kepada penduduk setempat dan pihak asing menjadi semakin sulit dilakukan. Arus sumber-sumber keuangan internasional dapat terwujud dalam dua bentuk. Yang pertama adalah penanaman modal asing yang dilakukan oleh pihak swasta (private foreign investment) dan investasi portofolio, terutama berupa penanaman modal asing “langsung” (PMI). Penanaman modal seperti ini juga dapat disebut Foreign Direct Investment (FDI). FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Awalnya sebuah perusahaan dari suatu negara (umumnya negara maju) melakukan investasi dengan menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke negara lain. Dengan pola tersebut perusahaan di negara asal dengan mudah akan mengendalikan cabang-cabang perusahaannya di negara tempat cabang perusahaan tersebut beroperasi. Biasanya, FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Namun kemudian mulai muncul dalam wujud yang lain seperti panwaran lisensi dan jasa teknologi. Dalam hal ini perusahaan multinasional yang bergerak di sektor tambang dan migas juga melakukan hal serupa, dimana dengan penguasaan teknologi mereka mendapatkan kemudahan untuk menjadi operator dalam eksplorasi tambang dan migas. Selainitu perusahaan multinasional ini juga diuntungka dengan upah karyawan yang lebih murah dibandingkan dengan negara asalnya. Dari instrumen FDI inilah kemudian negara-negara maju menjalankan kepentingannya guna memperoleh banyak pasokan energi untuk industri-industri besar mereka. Jika berbicara mengenai praktik investasi migas dan pertambangan di Indonesia, maka hal tersebut tidak lepas dari berbagai kontroversi yang terdapat dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dimana pada bulan Maret lalu Undang-undang ini di uji materi kan oleh PP Muhammadiyah dan organisasi-organisasi Islam yang lainnya karena dinilai sangat mengakomodir kepentingan asing. Terutama pasal mengenai keberadaan BP Migas. Ada beberapa hal yang menyebabkan UU Migas No 22 Tahun 2001 dianggap sarat kepentingan asing, yang pertama adalah proses pembuatan UU ini dibiayai oleh USAID dengan tujuan agar sektor migas diliberalisasi dan terjadi internasionalisasi harga, yaitu harga-harga domestik migas disesuaikan dengan harga internasional. Selain itu juga agar pihak asing boleh masuk ke sektor hilir yang sangat menguntungkan, bahkan resikonya lebih kecil dibandingkan sektor hulu. Kebanyakan produk legislasi dengan model "loan-tied-law atau" atau hasil biaya dari pihak lain ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, karena merupakan pintu masuk dari proses liberalisasi dan neoliberalisasi dibidang ekonomi. Seharusnya, pembuatan undang-undang tidak boleh diintervensi dan dibiayai oleh pihak asing, harus dibiayai sendiri oleh APBN, sehingga undang-undang tersebut benar-benar dapat melindungi kepentingan rakyat. Tidak mungkin pihak asing mau membiayai pembuatan undang-undang tanpa melibatkan kepentingan strategis mereka. Selain itu juga mengenai standarisasi harga migas yang dalam UU Migas No 22 Tahun 2001 harus mengikuti standar internasional. Dalam perjalanannya negara-negara lain yang kemudian berhasil melepaskan diri dari krisis ekonomi dan mampu mengejar ketertinggalan terlebih dahulu mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemudian menyesuaikan dengan harga internasional. Ada perbedaan mendasar dengan apa yang terjadi di Indonesia dengan di negara-negara lain yang berhasil memakmurkan rakyatnya dan mengejar ketinggalannya dari Barat. Sementara negara kita menganggap bawah satu-satunya solusi agar bisa mengejar ketinggalan dengan negara lain adalah menyesuaikan harga dengan harga internasional dan berhutang. Internasionalisasi harga tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, terutama untuk komoditi-komoditi yang strategis, seperti migas, pendidikan, dan kesehatan. Lain halnya jika menyangkut mobil, elektronik, dan lain-lain, mungkin tidak ada masalah dan bisa diserahkan kepada mekanisme pasar. Tetapi jika menyangkut kepentingan yang strategis, negara berhak menentukan dan melakukan intervensi agar harga tidak selalu sesuai dengan harga internasional. Selama 20 tahun terakhir, harga internasional bukanlah mencerminkan "supply and demand" tetapi merupakan harga para spekulator keuangan yang mempermainkan harga-harga komoditi dunia. Sebagian besar dari pembentukan harga itu adalah permainan para spekulator, bukan hukum "supply and demand". Kemudian ada hal-hal lain yang cukup penting di Pasal 3 Undang-Undang Migas No 22 Tahun 2001, penyelenggaraan harus accountable dan diselenggarakan dengan mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan. Hal ini adalah cara dan mekanisme, padahal yang paling penting itu prinsip dan tujuan yang ada di Pasal 33 ayat (2), dimana “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Prinsip dan tujuannya yang paling penting, tetapi kok didalam undang-undang itu mekanismenya malah yang lebih diutamakan. Di sinilah virus dari neoliberalisme itu masuk. 

BAB III KESIMPULAN 

            Berdasarkan berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Dalam Pengertian umum Lingstra atau Lingkungan Strategis adalah suatu situasi atau kecenderungan yang ada di lingkungan suatu negara yang berdampak cukup besar pada kondisi negara tersebut. Selain itu kecenderungan yang ada pada lingkungan strategis juga telah mengalami perubahan pada saat ini. Di Indonesia sendiri ada beberapa aspek yang sangat mempengaruhi lingkungan strategis antara lain Ideologi, Politik, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan. Selain itu beriringan dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta interaksi yang semakin intens antar masyarakat dunia menyebabkan lingkungan strategis menjadi amat dinamis baik itu yang bersifat regional, nasional, maupun global. sebagaimana yang diungkapkan oleh DR Stewart Woodman, sebuah negara cenderung akan mengkaji ulang terkait lingkungan strategiknya, hal ini tentunya sangat relevan dengan semakin dinamisnya aktivitas penduduk dunia, selain itu yang tidak kalah penting adalah penguasaan akan sumber daya alam sebagai suatu strategi guna meningkatkan ketahanan energi. Kemudian Wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Yang kemudian mencakup 6 unsur antara lain (1) persatuan dan kesatuan, (2) Bhineka Tunggal Ika, (3) Kebangsaan, (4) Negara kebangsaan, (5) Negara Kepulauan, (6) Geopolitik. Geopolitik sendiri ditinjau dari sudut pandang teori ruang dan penguasaan akan ruang merupakan suatu bentuk pemahaman bahwa suatu bangsa hanya akan hidup jika mampu memperluas ruang hidupnya,. Pelopor teori ini antara lain Frederic ratzel, Karl Haushofer, dan Rudolf Kjellen teori ini cenderung bersifat ekspansionis karena menekankan pada penguasaan wilayah. Seiring dengan berjalannya waktu penguasaan akan ruang hidup juga diwarnai dengan munculnya perimbangan kekuatan (Balance of Power) antara beberapa negara di dunia. Kemudian untuk pandangan geopolitik Indonesia sendiri adalah wawasan nusantara yang berdasarkan pada Pancasila sebagai Ideologi dasar dan UUD 1945, dimana Indonesia tidak menganut paham ekpansionisme, tetapi lebih pada penegakkan kedaulatan wilayah guna memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi bangsanya. Selain itu kecenderungan yang ada saat ini geopolitik sangat erat kaitannya dengan ketahanan energi, dalam hal ini minyak menjadi lingkungan strategis yang cukup kuat, dimana Negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China melakukan segala cara guna menguasai sektor ini. Sedangkan di Indonesia sendiri UU Migas No. 22 Thun 2001 sarat akan kepentingan asing dan yang paling fatal adalah Pertamina tidak lagi memiliki kuasa untuk mengawasi sektor hulu hingga hilir. Selain itu penetapan harga dalam UU ini juga tidak mencerminkan keberpihakan pada kepentingan nasional karena dilepas ke pasar internasional. 

REFERENSI

- Anonim, 1980. Geopolitics of Oil. Science New Series, hal 1324-1327.
- Engdahl, W.F., 2005. Revolution, Geopolitics and Pipelines. Global economy. 30 Juni - Laut Kaspia, Danau Terluas di Dunia. (diambil dari judul artikel) [online]. (diupdate n.d.) dalam http://www.anneahira.com/danau-terluas-di-dunia.htm .diakses 16 April 2012.
 - Lemhannas, 2013. Geopolitik dan Wawasan Nusantara
 - Indria Samego, 2001. Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara. The Habiebie Center
- Edy Prasetyono. Masalah-masalah Pertahanan dan Keamanan. CSIS
 - Kemhan, 2008. Perkembangan Lingkungan Strategik. Ditjen Strahan, Kemhan RI
 - Le Billon, P., 2005. The Geopolitical Economy of Resource Wars. dalam The Geopolitics of Resources Wars: Resource Dependence, Governance and Violance. London: Frank Cass.
- http://interdisciplinary.wordpress.com/tag/balance-of-power/