Kamis, 24 Agustus 2023

PENGECUT

 PENGECUT….


Merdeka ! 🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩


Banyak kasus orang yang “gagah berani” melanggar etika memaki orang lain, bahkan presiden, atau menipu, setelah diadukan ke polisi dan diminta datang utk dimintai keterangan, selalu mangkir pada pemanggilan pertama.

Apakah perilaku ini merupakan strategi yang dianjurkan oleh penasehat hukumnya atau merupakan ciri khas dari seorang pengecut?


“Pengecut tidak akan pernah bisa bermoral”, kata Mohandas Gandhi. 


Inilah alasannya:

Orang bisa mengetahui apa yang benar dan bahkan ingin melakukan apa yang benar namun tetap saja tidak bertindak dengan benar. Mengapa?


Karena mereka takut. Mereka tidak mempunyai keberanian untuk mendukung keyakinan mereka.


Kita memerlukan keberanian untuk menjadi diri kita sendiri, untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan kita,

mengakui kesalahan dan kemudian melakukan apa yang harus dilakukan.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata pengecut adalah penakut. Contoh: Ia menuduh aku pengecut dan tidak berani menghadapi kenyataan. 

Arti lainnya dari pengecut adalah munafik.


Bagi para psikolog, keberanian, dan lawannya yaitu kepengecutan, bukan merupakan pikiran internal dalam kognisi manusia, melainkan proses eksternal. 

Keberanian  membutuhkan jaminan “kesuksesan” untuk muncul, sama seperti kepengecutan bisa muncul ketika ada  rasa takut dan kegagalan.


Kepengecutan adalah salah satu ciri penting manusia. Meskipun sering kali dihakimi dan diberi label negatif, kita lupa bahwa dalam kasus tertentu hal ini tetap merupakan strategi adaptif dan merupakan bentuk mekanisme pertahanan ego,  bagi manusia.


Keberanian  adalah perilaku yang secara biologis jarang muncul,  namun sering kali bersifat positif dan dihormati secara budaya. Sebaliknya, perilaku pengecut adalah respons alami terhadap bahaya karena manusia, seperti semua organisme, secara naluriah cenderung melarikan diri dari situasi yang mengancam kesejahteraannya.


Namun, bagi laki-laki, perilaku pengecut adalah salah satu perilaku yang paling distigmatisasi secara budaya sebagai perilaku negatif. Penghargaan terhadap mereka yang berani dan cemoohan terhadap mereka yang pengecut menggambarkan bagaimana faktor budaya bisa cukup kuat untuk mengesampingkan naluri biologis dasar sekalipun.


Secara keseluruhan, sifat pengecut adalah sebuah aspek yang harus kita hadapi, baik dalam diri orang lain  maupun dalam diri sendiri. 

Menghadapi orang yang pengecut, akan berhasil jika kita menggunakan empati dan mencoba memahami ( belum tentu mendukung) motif yang memicu petilaku pengecut tersebut. 

Menghilangkan sifat pengecut dalam diri sendiri dapat menggunakan cara:

Mengatasi rasa takut, belajar mendengarkan orang lain, melakukan refleksi, dan memperkuat rasa tanggung jawab. 


“Pengecut mati berkali-kali sebelum kematian mereka yang sebenarnya”.

Julius Caesar


Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar