Selasa, 26 November 2013

GEOPOLITIK, GEOSTRATEGIK DAN LINGKUNGAN STRATEGIK

BAB I
 PENDAHULUAN 

 A. LATAR BELAKANG MASALAH

      Berkembangnya sebuah negara tentunya tidak dapat dipisahkan dari geopolitik dan lingkungan strategik disekitarnya, setiap negara di dunia tentunya akan dihadapkan pada situasi dimana diperlukan suatu analiasisa yang komprehensif tentang lingkungan strategik yang mendasari pandangan geopolitik suatu negara. Geopolitik sebagai suatu tujuan nasional tentunya akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya yang memiliki pengaruh cukup kuat dalam kehidupan berbangsa. Pemahaman akan lingkungan strategik ini tentunya sangat berkaitan denga konsep ruang dari geopolitik itu sendiri. Dimana geopolitik dianggap sebagai sebuah cara guna memperluas ruang hidup agar memiliki ketahanan yang kuat serta mampu bertahan hidup dalam pergaulan politik global. Tanpa adanya hal tersebut maka akan mengakibatkan rentannya negara kita terhadap berbagai Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan sehingga mengganggu Ketahanan Nasional Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

• Bagaimana Lingkungan Strategik Indonesia?
• Apa pentingnya pemahaman terhadap Lingkungan Strategik?
• Apa yang dimaksud dengan Wawasan Nasional?
• Bagaimana Geopolitik ditinjau dari sisi keilmuan, teori ruang, dan bagaimana geopolitik Indonesia?
• Bagaimana perkembangan geopolitik oil saat ini?

BAB II PEMBAHASAN 

A. Lingkungan Strategik dan Telaah Strategik Bangsa Indonesia

       Dalam Pengertian umum Lingstra atau Lingkungan Strategis adalah suatu situasi atau kecenderungan yang ada di lingkungan suatu negara yang berdampak cukup besar pada kondisi negara tersebut. Selain itu kecenderungan yang ada pada lingkungan strategis juga telah mengalami perubahan pada saat ini. Dalam menganalisis pola lingkungan strategis dibutuhkan beberapa pertanyaan, antara lain Negara mana saja yang terlibat, Hal-hak apa saja yang bisa dieksploitasi dan keuntungan yang bisa didapat, kompetitor utama mereka, apa yang dilakukan, dan potensi ancaman atau konflik-konflik potensial yang bertensi tinggi. Dinamika geopolitik kawasan yang mewarnai perjalanan negara-negara Asia Tenggara tidak terlepas dari interaksi yang dibangun antarnegara dalam kawasan. Potensi sumber daya alam yang melimpah ditambah posisi yang strategis membuat kawasan Asia Tenggara kerap menjadi sasaran geostrategi aktor-aktor di dalam dan luar kawasan, bahkan tak jarang sejumlah kekuatan eksternal berupaya menyusupi maupun menanamkan pengaruhnya di kawasan ini. Banyaknya aktor yang terlibat kerap mengakibatkan konflik kepentingan yang berujung pada ketegangan. Hal ini bisa dilihat dari sengketa maritim di Laut China Selatan dan Selat Malaka. Kedua titik ini merupakan titik maritim dan energi yang paling vital bagi sejumlah negara. Geopolitik yang akan dibahas adalah geopolitik Indonesia, Malaysia, dan Singapura, serta perspektif ketiga negara tersebut terhadap posisi strategis Selat Malaka.
           Dinamika Politik, Sosial, Ekonomi, Budaya dan Teknologi dewasa ini telah menjadi pemicu terjadinya perubahan di berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali tentunya rakyat Indonesia. Dinamika lingkungan strategis Internasional selalu membawa implikasi baik positif maupun negatif pada sisi lain secara bersamaan, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan nasional. Implikasi positif membawa manfaat dalam mendukung cita-cita, tujuan nasional dan kepentingan nasional, sedangkan implikasi negatif menyebabkan meningkatkan potensi ancaman bagi kelangsungan hidup negara. Situasi politik internasional saat ini selain masih diwarnai oleh permasalahan lama yang belum berhasil diatasi, dan semakin bertambah kompleks dengan hadirnya serangkaian masalah baru. 
           Disamping itu, kecenderungan lingkungan strategis semakin sulit diperkirakan karena ketidakteraturan dan ketidakstabilan semakin menjadi corak dominan. Dinamika politik dan keamanan internasional semakin intens karena dibawah pengaruh fenomena globalisasi dan berbagai dampaknya, negara-negara di dunia dituntut untuk saling bekerjasama, namun pada sisi lain persaingan antarnegara dalam melindungi kepentingan nasional juga semakin meningkat. Interdependensi antarnegara semakin menguat, tetapi pada saat yang bersamaan kesenjangan yang muncul pada kekuatan ekonomi dan militer semakin melebar karena agenda dan isu internasional masih dominan dipengaruhi oleh agenda dan kebijakan negara-negara maju. Akibatnya negara-negara berkembang yang memiliki sumberdaya terbatas, harus lebih hati-hati mengatasi permasalahanyang dihadapi, lebih aktif memperkuat ketahanan nasional di berbagai bidang, dan lebih baik dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan dalam melindungi kepentingan-kepentingan nasionalnya. Untuk itu, melakukan telaahan dan prediksi kecenderungan (analisa) lingkungan strategis global dan regional, bersifat fundamental bagi proses perumusan kebijakan nasional dalam berbagai bidang. Jika kita mengacu pada kondisi yang ada di Indonesia Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan orang lain. Dalam pengertian inilah maka manusia pribadi senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara berturut-turut lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan negara yang merupakan lembaga-lembaga masyarakat utama yang dirapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupan bersama dalam suatu negara membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita-cita yang ingin dicapainya yang bersumber pada pandangan hidupnya tersebut. Dalam pengertian inilah maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pendangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi bangsa (nasional), dan pandangan hidup negara dapat disebut sebagai ideologi negara. Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat dengan pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam sikap hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila pandangan hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu Pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban Pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan akhirnya menjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta ideologi negara, nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat-istiadat, dalam budaya serta dalam agama-agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada masyarakat Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang telah terintis sejak zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian Sumpah Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang BPUPKI, Panitia ”Sembilan”, serta sidang PPKI kemudian ditentukan dan disepakati sebagai dasar negara republik Indonesia, dan dalam pengertian inilah maka Pancasila sebagai Pandangan hidup negara dan sekaligus ideologi negara. Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta zaman. Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional, oleh karena itu setiap kali harus dieksplisitkan. Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah yang selalu silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional. Sebagai suatu contoh dalam kaitannya dengan ekonomi yaitu diterapkannya ekonomi kerakyatan, demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan, hukum, kebudayaan, iptek, hankam, dan bidang lainnya. (Kemhan, 2008). Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan suatu aktualisasi secara kongkret. Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi tebuka, maka sifat ideologi Pancasila tidak bersifat ”Utopis” yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. (Kemhan, 2008) Demikian pula ideologi Pancasila bukanlah merupakan suatu ”doktrin” belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma-norma yang beku, melainkan disamping memiliki idealisme, Pancasila juga bersifat nyata dan reformatif yang mampu melakukan perubahan. Akhirnya Pancasila juga bukan merupakan suatu ideologi yang ”pragmatis” yang hanya menekankan segi-segi praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme. Maka ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-nilai dasar yang bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis reformatif yang senantiasa mampu melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat. Hal inilah yang merupakan perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai ideologi nasional. Kemudian pada aspek politik, memasuki tahun 2013-2014 ini suhu politik semakin memanas. Masyarakat ingin sekali mengakhiri berbagai potret suram kehidupan bernegara dan berbangsa yang ditandai dengan maraknya korupsi dan pembangunan yang mandek. Tiga Parpol yang menempati posisi di atas adalah: Golkar dibawah kendali Abu Rizal Bakrei, PDIP di tangan Megawati dan Partai Demokrat dalam kekuasaan SBY. Beberapa parpol lain tampaknya berusaha membuntuti, seperti Gerindra dengan tokohnya Prabowo dan NasDem dengan Surya Paloh. Namun kalangan pengamat maupun para pelaku politik sendiri masih bingung ketika ditanya, parpol apa yang bakal jadi pemenang pemilu dan siapa yang bakalan tampil menjadi pasangan Capres-Cawapres. Situasi ini sangat berbeda dari masa orde baru yang jauh-jauh hari sudah bisa dipastikan pemenangnya. Dilihat dari Daftar Caleg Sementara, aktivis dan peminat masuk parpol meningkat, namun kualitasnya diragukan sehingga respek dan kepercayaan masyarakat terhadap anggota Legilslatif menurun karena posisi itu dipersepsikan tak lebih sebagai lapangan kerja baru. Parpol dinilai gagal melahirkan politisi dan negarawan yang menjadi model dan harapan masyarakat. Saat ini nasib Negara berada di tangan pemerintah, sementara pemerintah dikuasai Parpol, dan Parpol sendiri miskin dana dan negarawan sehingga berita yang muncul selalu saja seputar korupsi baik di kalangan legislative maupun eksekutif. Iklim kebebasan tanpa dikawal dengan penegakan hukum yang tegas dan adil serta politisi dan jajaran birokrat yang cerdas dan berintegritas telah melahirkan suasana hiruk-pikuk, keluh kesah dan menguapnya asset masyarakat dan negara, moril maupun materiil. Bagi kalangan pengusaha, stabilitas politik, kepastian hukum dan infra struktur yang baik sangat diperlukan. Sangat disayangkan kondisi ketiganya minus dan belum ada tanda-tanda akan terjadi perbaikan signifikan. Mengingat politik selalu meniscayakan mobilisasi massa, maka simbol, lembaga dan tokoh keagamaan selalu diperhitungkan dalam percaturan politik. Menarik diperhatikan, terjadi kecenderungan menurunnya daya tarik keagamaan ketika diharapkan menjadi tenaga magnet untuk menarik massa. Parpol yang selama ini selalu dikaitkan dengan semangat dan ciri keagamaan, justeru mengalami penurunan. Sementara itu, parpol yang dianggap nasionalis atau sekuler justeru berusaha mengakomodasi dan mempromosikan nilai-nilai dan simbol keagamaan. Tak heran jika parpol yang selama ini dianggap ekslusif sebagai pertain keagamaan mulai membuka diri untuk menerima kader yang berbeda keyakinan agamanya. Variabel lain yang membuat panggung politik kian tampak heboh dan sulit diprediksi adalah munculnya kekuatan opini lewat lembaga survey dan media sosial. Penggunaan televisi untuk mempersuasi massa masih tetap dianggap paling efektif. Iklan politik telah menjadi bagian dari industri kapitalis yang bergerak dalam bidang media sosial. Hal ini sangat berkaitan dengan lembaga survey politik yang berusaha membentuk opini massa untuk memilih partai dan tokoh tertentu, sekalipun dengan mengorbankan otentisitas parpol dan tokohnya. Dengan kata lain, di samping adanya parpol, media massa tertentu telah mengalami metamorphosis menjadi aktor dan kekuatan politik yang efektif untuk membangun wacana dan opini. Obyektivitas pemberitaan semakin tergeser, hal inilah yang sangat berbahaya bagi stabilitas politik di Indonesia, dimana opini publik mampu digiring atau bahkan dimobilisasi oleh para pemilik modal. Instrumen media massa dalam pencitraan politik sangat efektif untuk mempengaruhi opini para pemilih pemula, mengingat mereka sangat minim informasi tentang kiprah dan jejak rekam masa lalu para Capres-Cawapres 2014 nanti. Dengan demikian, sesungguhnya peran Parpol dan media massa sangat strategis apakah mereka akan membuat perubahan dan perbaikan politik di Indonesia ataukah akan menjaga status-quo yang mendatangkan pesimisme bagi masa depan bangsa. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. (Kemhan, 2008) Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Lebih terinci, faktor penyebabnya adalah adanya perubahan dari dalam masyarakat itu sendiri, seperti Perubahan penduduk, Peranan nilai yang diubah, dan Faktor adanya penemuan-penemuan baru. adanya perubahan luar masyarakat, seperti pengaruh lingkungan alam , kebudayaan masyarakat lain, adanya gaya hidup barat yang masuk. Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain; perkembangan IPTEK yang lambat; sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan; hambatan ideologis; dan pengaruh adat atau kebiasaan. Indonesia sesungguhnya memiliki peluang yang sangat bagus di dalan percakapan internasional. Dari sisi peluang, maka pengakuan tentang keberhasilan Indonesia di dalam pembangunan tentu membanggakan. Artinya, di tengah gejala pesimisme di banyak kalangan, ternyata Indonesia memiliki peluang yang cukup besar di dalam hal perkembangan ekonomi. Indonesia menjadi anggota G20, pertumbuhan ekonomi juga lebih baik dibandingkan Amerika Serikat sekalipun, terutama pada masa krisis global saat ini. Kemudian dari sisi ancaman, maka krisis di Yunani dan krisis US akan mempengaruhi terhadap stabilitas pembangunan di Indonesia. Demikian pula liberalisasi ekonomi India dan Cina. Sekarang dampak perkembangan industrialisasi di Cina, maka Indonesia juga kebanjiran produk Cina. Melalui ketiadaan konsep proteksi, maka produk apapun akan datang ke suatu wilayah tanpa bisa dihentikan oleh siapapun. Sedangkan sebagai hambatannya adalah terorisme, bencana alam, hambatan jarak, daya saing infrastruktur, ketidakmerataan pembangunan. Tetapi sebenarnya ada sejumlah kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia, misalnya SDM/SDA, daya tarik alam dan budaya, makro ekonomi dan competitiveness rank. Ada banyak potensi yang bisa dikembangkan terkait dengan sinergi ini. Kita seringkali pesimis padahal sesungguhnya kepercayaan internasional terhadap Indonesia meningkat, ditandai dengan pengakuan World Economic Forum tentang daya saing Indonesia tahun 2010-2011, yang berada di peringkat 44 yang sebelumnya di peringkat 54. Majalah The Economic edisi Desember 2010 menyatakan Indonesia sebagai new emerging economy. Namun tentunya harus ada berbagai terobosan untuk mengatasi berbagai hambatan yang menghadang perekonomian Indonesia, seperti hambatan birokrasi yang selama ini menjadi penghalang bagi perkembangan ekonomi Indonesia baik itu dari segi perizinan investasi, ketenagakerjaan, hingga persoalan ketenagakerjaan. Kemudian tantangan yang lain antara lain fluktuasi harga minyak dunia, hambatan non tarif, fluktuasi nilai tukar rupiah, dan tentu saja kesenjangan pendapatan yang mencerminkan terjadinya ketidakmerataan ekonomi di Indonesia. Setiap Negara tentunya memiliki Sistem Pertahanan, hal tersebut menjadi sangat mutlak pada suatu negara. tidak terkecuali tentunya Indonesia, dengan posisi yang sangat strategis tentunya kita perlu untuk memiliki sistem pertahanan yang efektif, terutama penyiapan hal-hal penting guna menangkal segala bentuk ancaman dari dalam dan luar negeri. Sistem Pertahanan Negara bukan hanya domain dari militer semata, tetapi jika mengutip pendapat dari Dr. Indria Samego bahwa tidak hanya perangkat kerasnya semata, namun Ideologi Negara yaitu Pancasila sebagai suatu komponen perangkat lunak dari Sistem Pertahanan Negara memiliki peran yang sangat penting, terutama jika melihat akhir-akhir ini bukan hanya ancaman militer saja yang muncul, namun ancaman lainnya yang bersifat nir militer sudah sering terlihat beberapa akhir belakangan ini. (Indria Samego, h3) Artinya ancaman pertahanan dan keamanan dewasa ini selain ancaman militer atau invasi suatu negara ke negara lain, juga terdapat ancaman non militer yang menyerang berbagai sendi kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang meliputi Ideologi, Politik, Sosial Budaya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ancaman lain yang juga akan dihadapi adalah terorisme. Dalamkurun waktu 3-4 tahun terjadi serangan bom teroris dalam skala besar. Terorisme yang berkembang di Indonesia mempunyai akar kuat di dalam negeri Indonesia baik karena sejarah, ideologi-politik, lemahnya penegakkan hukum, dan tidak terpenuhinya kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik. (Edy, h5) Keberhasilan jaringan terorisme internasional masuk ke Indonesia lebih banyak ditentukan oleh masalah-masalah domestik di atas. Faktor lain adalah krisis ekonomi dan politik yang memberikan ruang bagi kelompok teroris untuk memberikan jalan alternatif dan mengeksploitasi ketidakpuasan masyarakat terhadap negara. 
            Selain itu, ketidakmampuan negara untuk melakukan kontrol terhadap beberapa aspek yang dengan mudah bisa dimanfaatkan oleh jaringan terorisme, misalnya pengawasan terhadap arus manusia, wilayah maritimdan udara yang sangat terbuka. Yang tidak kalah penting adalah korupnya birokrasi dan aparat keamanan yang memudahkan jaringan teroris untuk menembus institusi-institusi dan perangkat-perangkat keamanan negara dan masyarakat. Dengan demikian diperlukan kewaspadaan terhadap berbagai ancaman yang muncul seperti dalam hal Geografi tentunya akan setiap saat ada mengingat posisi Indonesia yang sangat strategis diantara silang dunia serta menjadi rute pelayaran yang strategis, dalam hal ini tentunya diperlukan kewaspadaan yang mengacu pada pengamanan wilayah-wilayah perbatasan yang sangat rawan pencurian ikan (Ilegal Fishing). Kemudian kesenjangan pendapatan yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa hanya beberapa orang yang menikmati hasil pertumbuhan ekonomi, selain itu maraknya produk impor akan menagkibatkan rendahnya penjualan produk lokal, dan inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat menurunkan daya. Selain itu masuknya nilai-nilai budaya ini tidak lepas dari semakin gencarnya tayangan televisi menayangkan budaya pop dan barat serta makin ditinggalkannya siaran televisi yang menayangkan muatan lokal dan budaya daerah serta tayangan yang mendidik. Kemudian yang tidak kalah penting dalam lingkungan strategik di Indonesia adalah konflik yang dilatarbelakangi sosial budaya, agama, dan politik. Dimana jika berbicara tentang Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia baik itu konflik horizontal, konflik komunal, serta konflik vertikal antara pemerintah dan masyarakat tentu saja lebih banyak disebabkan 3 faktor tersebut. Dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial disebutkan bahwa yang dimaksud dengan konflik adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara 2 kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidak amanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional. Tentunya konflik-konflik yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari lingkungan strategis yang ada disekitarnya, dimana pada era globalisasi seperti pada saat ini pengaruh yang datang dari luar ataupun beragam informasi yang berasal dari luar sangat sulit untuk dipendung. Sebagai comtoh konflik komunal yang seringkali terjadi. Di negara kita, terutama pada era reformasi sampai sekarang ini dapat dikatakan eskalasi konflik yang terjadi mengalami penanganan yang signifikan. Sebagai contoh konflik komunal dan horizontal yang dilatarbelakangi suku, agama, dan etnis makin sering terjadi, konflik muslim syiah di Madura, Konflik kekerasan di Cikeusik yang menimbulkan korban tewas, berbagai konflik yang dilatar belakangi pendirian rumah ibadah. Hal ini dikarenakan seringkali dimunculkan berbagai isu atau kabar yang cenderung provokatif, sebagai contoh konflik yang terjadi di Sampang Madura yang melibatkan tokoh Syiah pada awalnya dilatar belakangi konflik keluarga, namun konflik tersebut justru meluas ketika isu sentimen agama mengemuka yaang dimunculkan, sehingga terjadi pengusiran besar-besaran warga syiah dari desa yang mereka tinggali. Selain dominan isu agama, motif konflik yang terdapat di Indonesia ada berbagai macam, seperti konflik antara buruh dan pengusaha yang dilatarbelakangi masalah kenaikan upah yang layak, konflik pemerintah dengan masyarakat yang tidak puas dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta benyak lagi berbagai konflik yang terjadi di Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa di era keterbukaan seperti sekarang ini, deras arus informasi baik itu dari media cetak maupun elektronik sangat mempengaruhi prilaku masyarakat, baik itu yang terkait dengan sosial budaya maupun berbagai macam ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Belum lagi ditambah dengan para pendatang atau imigran yang mulai memenuhi negara kita yang pada akhirnya membebani anggaran kita sendiri. Untuk itu sikap waspada tentunya sangat mutlak diperlukan oleh masyarakat Indonesia. Dalam hal ini jika dikaitkan dengan rasa nasionalisme, maka kewaspadaan dapat diartikan sebagai sikap peduli warga negara dalam manyadari banyaknya potensi ancaman terhadap negara yang ada dalam masyarakat yang akan mengakibatkan konflik, sehingga sikap ini akan menciptakan daya tangkal terhadap berbagai pengaruh yang menimbulkan potensi konflik. Daya tangkal dan sikap tanggap dari masyarakat inilah yang akan menentukan seberapa besar kualitas antisipasi terhadap ancaman yang datang. Tentunya rasa nasionalisme dalam rangka mengahadapi dan menyadari berbagai ancaman yang masuk, baik dari dalam maupun luar negeri memerlukan sinergitas yang kuat diantara para stakeholder yang terlibat. Dalam hal ini unsur pre-emptive dan preventive harus dikedepankan. Berbagai potensi yang ada juga harus dimaksimalkan, baik itu dari unsur pemerintah seperti Pemerintah Daerah, TNI, dan Polri, serta berbagai forum yang telah dibentuk di daerah, sepert Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), dan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda). Pemberdayaan forum-forum ini menjadi sangat penting karena diharapkan mampu membantu pemerintah daerah dan pusat dalam melakukan berbagai deteksi dini segala ancaman konflik yang ada dan tentunya dengan peran serta aktif dari masyarakat. Selain itu ancaman yang memicu disintegrasi bangsa juga harus menjadi perhatian serius, hal ini mengingat semaikin maraknya konflik yang dilatarbelakangi etnis, agama, maupun kelompok yang ada di Indonesia. Oleh karenanya Ditjen Kesbangpol Kemendagri selain ikut andil dalam pembentukan FKUB, Kominda, dan FKDM, melalui Direktorat Bina Ideologi Wawasan Kebangsaan membentuk Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) dimana forum ini bertujuan sebagai sarana untuk membangun kebersamaan antar berbagai etnis dan agama yang disertai dengan penanaman nilai-nilai luhur Pancasila. Sejalan dengan berdirinya FPK Ditjen Kesbangpol Kemendagri telah menghasilkan banyak Tenaga Pelatih Pembauran Daerah (TPPD) di berbagai Provinsi yang akan berperan sebagai mentor dalam berbagai pelatihan yang dilakukan. Penanaman nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika didalam Forum Pembauran Kebangsaan ini sangat penting guna menangkal berbagai ancaman yang datang dari dalam maupun luar negeri yang bermaksud untuk membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara dan menghambat tujuan nasional. 
       Dengan semakin berperannya elemen-elemen masyarakat ini tentunya diharapkan berbagai sifat etnosentris yang melatar belakangi politik identitas di Indonesia semakin lama semakin terkikis.
 B. Pentingnya Pemahaman akan Lingkungan Strategik 
          DR. Stewart Woodman menulis, bahwa dalam kaitan dengan tantangan “ketidakpastian (uncertainty)”, cara para perencana pertahanan (defence planners) lazimnya mencoba memvalidasi semua kebijakan (policies) mereka yang ada, dengan sendirinya akan mengkaji ulang lingkungan strategik. Mereka akan mengidentifikasi segi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang terkait dengan prospek sekuriti bangsa serta membuat penilaian dengan cara bagaimana faktor-faktor tersebut akan dapat berkembang dalam kerangka waktu lima sampai sepuluh tahun mendatang. Perlu diperhatikan, bahwa dalam periode dengan cukup banyak perubahan strategik, adalah penting untuk diakui, bahwa penilaian tentang lingkungan strategik dimasa yang akan datang akan jarang obyektif murni. Sehingga strategi berhubungan dengan berbagai ketidak pastian.sedangkan Strategi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan yang dibayangi oleh ketidakpastian tersebut. Terdapat pendapat lain bahwa strategy tidak dapat dikatakan benar atau salah tetapi yang sangat menentukan adalah seberapa besar capaian keberhasilan dalam mencapai tujuannya. Sedang perencanaan adalah sangat penting dalam tercapainya tujuan tersebut, dan sangat menentukan berhasil atau gagalnya sebuah program. Seperti kita ketahui manusia sebagai mahkluk yang menghuni bumi ini memiliki keterkaitan satu sama lain dengan sesamanya dan terutama dengan lingkungannya. Hubungan kausalitas ini sangat dipengaruhi dari faktor sosiologis manusia yang selalu berinteraksi atau berkomunikasi dengan intens satu sama yang lainnya, selain itu faktor antropologis menjadi sangat penting karena berkaitan erat dengan pola prilaku, budaya, dan norma yang berlaku. Intinya lingkungan sangat mempengaruhi subjek yang ada disekitarnya. Pada era globalisasi seperti saat ini pola lingkungan strategis menjadi lebih dinamis dan perkembangan bisa dikatakan semakin cepat, dimana kemajuan teknologi komunikasi yang pesat ikut pula mempengaruhi pola interaksi masyarakat di dunia, bahkan sudah tidak mengenal lagi batas-batas negara atau wilayah. Oleh karenanya yang diungkapkan oleh DR. Stewart Woodman, sangat relevan jika dihubungkan dengan kenyataan bahwa akses komunikasi antar masyarakat di dunia ini telah semakin terbuka dan sedemikian cepat sehingga harus ada pengkajian dan pemahaman yang lebih berkesinambungan mengenai lingkungan strategik yang ada di suatu negara. Sejalan dengan perkembangan tata kehidupan berbangsa dan bernegara dilingkungan dunia internasional, maka suatu negara dalam mempertahankan eksistensi atau kelangsungan hidupnya memerlukan perjuangan seluruh bangsa untuk mencapai atau mempertahankan kelestarian teritorialitas atau kedaulatan teritorialnya. Menyadari adanya kompleksistas permasalahan, baik isu mengenai tapal batas (border), keamanan nasional (national security) atau keamanan manusia (human security) perlu adanya satu pemahaman wawasan nusantara di dalam menentukan suatu kebijakan yang didasarkan pada lingkungan strategis yang dinamis. Guna mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan tersebut di atas dan menghadapi pengaruh perkembangan lingkungan strategis yang diwarnai arus globalisasi dan gelombang reformasi, maka diperlukan suatu rumusan kebijakan/strategi geopolitik Indonesia yang handal. Rumusan kebijakan geopolitik Indonesia 5 – 10 tahun mendatang yang diperlukan dalam rangka mempertahankan NKRI adalah mengembangkan geopolitik Indonesia 5-10 tahun mendatang melalui peningkatan pembangunan didaerah-daerah khususnya di daerah perbatasan, dan di daerah tertinggal serta peningkatan kualitas SDM serta memperhatikan perkembangan negara-negara major power di kawasan regional dalam rangka terus mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang telah diperjuangkan. Yang pertama lingkungan global, Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah menjadikan wilayah kedaulatan suatu negara menjadi lebih abstrak, sehingga mudah ditembus oleh para pelaku atau aktor internasional. Karena itu, kerawanan penetrasi asing terhadap wilayah yurisdiksi nasional yang melampaui batas kedaulatan negara, hampir dipastikan mengandung resiko ancaman keamanan yang bersifat transnasional, antara lain seperti kejahatan lintas negara, masalah kerusakan lingkungan, imigrasi gelap, pembajakan dan perompakan di laut, penangkapan ikan ilegal, terorisme internasional, penyelundupan senjata maupun perdagangan anak-anak dan wanita, serta kasus lain seperti human traficking. Kepentingan global dan kekuasaan tungga AS. Adanya kecenderungan perubahan strategi dan kebijakan pertahanan AS. Secara faktual, posisi dan kedudukan AS dalam konstelasi politik dunia hingga saat ini tidak dapat dielakkan sebagai satu-satunya negara adidaya yang mempunyai kemampuan dan keunggulan global. AS telah merubah kebijakan dan doktrin pertahanannya menjadi ofensif dalam wujud “preemptive strike” dan “defensive intervention” dengan tanpa mengenal batas kedaulatan sebuah negara guna menyerang aktor negara dan aktor non negara yang dianggap dapat mengancam kepentingan globalnya. Kemajuan teknologi pertahanan dan militer, berkembangnya sistem senjata dengan peluru kendali tepat sasaran (precision guided amunition atau smart weapons) telah merubah pola peperangan dari jarak dekat ke jarak jauh melalui serangan tepat dari jarak jauh. Konsekuensi teknologi tersebut paling tidak dapat menjadi potensi ancaman bagi setiap negara, khususnya Indonesia yang kebetulan memiliki kondisi geografis, luas wilayah, jumlah penduduk, sumber daya serta posisi dan letaknya yang strategis sehingga menjadi incaran negara besar. Yang kedua lingkungan nasional, Proses politik dan demokratisasi. Pada tahun 2014 juga ditandai dengan tahun politik, dimana bangsa Indonesia akan kembali diuji guna menyelenggarakan Pemilu dengan sistem pemilihan langsung. Proses Pemilu yang sangat transparan merupakan kunci bagi KPU menyelenggarakan pesta demokrasi ini. Sesuai amanat Undang-undang, maka posisi Presiden menjadi sangat kuat sehingga tidak mudah untuk dijatuhkan Parlemen. Di sisi lain, DPR yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat, harus mampu menjadi kekuatan penyeimbang yang perannya sangat penting selaku pengawas dan pengontrol setiap kebijakan Pemerintah. Ada berbagai isu yang sangat mempengaruhi lingstra. Diantaranya isu separatisme. Ada bebrapa kasus besar yang berpotensi menimbulkan gerakan separatis politik dan bersenjata yang kini mengarah pada upaya pemisahan diri dari NKRI yakni munculnya berbagai gerakan untuk memperoleh otonomi terkait penggunaan bendera dan lambang di Aceh., kelompok separatis politik (KSP) dan kelompok separatis bersenjata (KSB/TPN) yang berinduk di bawah OPM di Papua, serta upaya pembentukan kembali Republik Maluku Selatan (RMS) melalui pembentukan organisasi RMS gaya baru yakni Forum Kedaulatan Maluku atau yang biasa disingkat dengan FKM. Isu terorisme dan gerakan kelompok radikal, Meski ruang gerak kelompok teroris ini sudah semakin sempit karena langkah-Iangkah yang diambil aparat keamanan, namun realitas bahwa mereka masih eksis menunjukkan bahwa permasalahan terorisme bukan masalah sederhana. Permasalahan terorisme yang dilatarbelakangi belum tuntasnya penyelesaian masalah politik di Timur Tengah, menjadi semakin rumit karena telah berinteraksi dengan isu agama. Aksi kekerasan dan konflik komunal, Meski langkah-langkah penegakkan hukum telah diambil, namun diperkirakan kasus-kasus kekerasan dan konflik-konflik komunal masih akan terjadi secara insidentil. Penanganannya diawali dengan pendekatan pembangunan kebangsaan, tanpa mengabaikan keberagaman budaya, dan pada saat yang sama dilaksanakan pembangunan kesejahteraan. Meskipun upaya peningkatan kualitas proses politik dalam rangka normalisasi dan stabilisasi kehidupan masyarakat disejumlah daerah konflik dan rawan konflik relatif berjalan Iambat, tetapi perbaikan struktur dan proses politik menuju resolusi konflik secara bertahap dapat berjalan dengan baik dan diharapkan akan berlanjut. Isu keamanan teritorial, perbatasan dan pulau terluar. Dalam isu keamanan perbatasan baik perbatasan darat maupun laut, terdapat sejumlah permasalahan tapal batas wilayah yang harus segera diatasi. Isu keamanan perbatasan tersebut, juga meliputi adanya kondisi pulau-pulau terluar yang berada dan berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga yang sesungguhnya berpotensi dapat lepas dari NKRI bila tidak dapat dipelihara dan dijaga dengan baik. Kemudian yang terakhir adalah lingkungan strategis sumber daya alam, dimana posisi Indonesia dalam dunia Pertambangan Internasional sangat strategis, sebagaimana diketahui menurut para ahli pertambangan dunia tambang emas Pegunungan Grasberg merupakan yang terbesar di dunia, keberadaan tambang emas grasberg ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki posisi penting dalam hal produksi dan perdagangan sumber-sumber mineral diseluruh dunia. Hingga saat ini pun Indonesia masih merupakan pemilik cadangan emas terbesar di dunia nomor 7 di dunia setelah Afrika Selatan (1), Australia (2), Amerika Serikat (3), China (4), Kanada (5), dan Rusia (6). Indonesia diperkirakan memiliki cadangan emas sekitar 2800 ton dari total cadangan emas global yang diperkirakan sebanyak 89.000 ton. Namun data lainnya menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi ke 5, diatas Australia satu tingkat. Data lainnya juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara produsen tembaga kelima terbesar dengan total produksi sebanyak 950.000 ton. Urutan pertama ditempati oleh Chile dengan total produksi sebanyak 5.320.000 ton, yang kemudian membuat Chile berada di urutan teratas. Kemudian dalam Produksi Perak Indonesia masuk dalam urutan ke-17 terbesar di dunia, pada produksi timah berada di urutan ke-2 terbesar di dunia dengan total produksi sebanyak 55.000 metrik ton, dan produksi bauksit yang berada di urutan ke-13 di dunia. Selain itu cadangan batubara Indonesia hanya 0,5 % dari cadangan dunia, namun produksi Indonesia posisi ke-6 sebagai produsen dengan jumlah produksi mencapai 246 juta ton. peringkat ke-2 terbesar di dunia sebagai eksportir sejumlah (203 juta ton). Posisi pertama ditempati Australia (252 juta ton), China sebagai produsen batubara terbesar dunia, hanya menempati peringkat ke-7 sebagai eksportir (47 juta ton). peringkat 25 sebagai negara dengan potensi minyak terbesar yaitu sebesar 4.3 milyar barrel, peringkat 21 penghasil minyak mentah terbesar dunia sebesar 1 juta barrel/hari, peringkat 24 negara pengimpor minyak terbesar sebesar 370.000/hari peringkat 22 negara pengonsumsi minyak terbesar sebesar 1 juta barrel/hari, peringkat 13 negara dengan cadangan gas alam terbesar sebesar 92.9 trillion cubic feet, peringkat ke-8 penghasil gas alam terbesar dunia sebesar 7.2 tcf, peringkat ke-18 negara pengonsumsi gas alam terbesar sebesar 3.8 bcf/hari, peringkat ke-2 negara pengekspor LNG terbesar sebesar 29.6 bcf. Jika mengacu berbagai potensi yang telah diuraikan diatas, sangat terlihat bahwa Indonesia merupakan pemasok bahan mentah yang diperuntukkan bagi keberlangsungan industri-industri negara maju. Sehingga segala macam sumber daya mineral, pertambangan, dan gas yang ada di negara ini pada umumnya ditujukan untuk pasar ekspor yang kemudian menopang pertumbuhan ekonomi, yang ironisnya justru terjadi kelangkangan energi di dalam negeri sendiri. Kemudian dengan terfokusnya ekspor pada bahan mentah membuat Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah yang tinggi. Rendahnya nilai tambah ini diakibatkan karena hanya bahan mentah yang dijual oleh Indonesia, sedangkan negara-negara maju menggunakan sebanyak-banyaknya bahan mentah yang ada di Indonesia untuk menunjang berbagai Industri yang ada di negaranya. Seharusnya dengan posisi sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam ini Indonesia memiliki peran strategis dalam persaingan sumber daya alam global, namun hal tersebut urung terjadi karena dominannya peran asing di dalam pengelolaan sumber daya alam kita. kurangnya pengendalian atas Sumber Daya Alam di dalam ini membuat posisi tawar Indonesia menjadi sangat rendah atau bahkan dapat dikatakan hanya menjadi tempat untuk mengeruk berbagai sumber energi. C. Wawasan Nasional Bangsa Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wawasan nasional Indonesia yang diwarnai oleh pengalaman sejarah yang sangat menghindari terjadinya permusuhan dan perselisihan di kalangan anak bangsa. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang diperoleh berkat rasa persatuan dan kesatuan yang kuat dari bangsa Indonesia. Konsepsi wawasan nasional merupakan bagian dari Wawasan Nusantara dibangun atas geopolitik bangsa Indonesia yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhan. Bangsa Indonesia memiliki pandangan sendiri mengenai wilayah yang dikaitkan dengan politik atau kekuasaan. Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik bangsa Indonesia. Wawasan Nusantara dapat dikatakan sebagai pandanganpenerapan teori geopolitik dari bangsa Indonesia yang tentunya didasarkan pada konstitusi negara (UUD 1945) . Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak Pemahaman akan superioritas ras tertentu yang pada akhirnya akan menyebabkan perpecahan bangsa karena pada dasarnya semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal. Wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sedangkan wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya. (Lemhannas, 2013) Dengan dinamika globalisasi yang semakin batas-batas dan juga wilayah antar nrgara, hal ini juga semakin mengikis nilai-nila kehidupan nasional, maka wawasan nusantara justru perlu menjadi acuan pokok dalam memperkecil penetrasi global dan semakin memperkokoh kehidupan Bangsa Indonesia. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan Nusantara, khususnya, di bidang wilayah, adalah diterimanya konsepsi Nusantara di forum internasional, sehingga terjaminlah integritas wilayah teriterorial Indonesia. Laut Indonesia yang semula dianggap bebas menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia. Terdapat pula enam konsepsi yang menjadi elemen wawasan nasional Indonesia yakni (1) persatuan dan kesatuan, (2) Bhineka Tunggal Ika, (3) Kebangsaan, (4) Negara kebangsaan, (5) Negara Kepulauan, (6) Geopolitik. Dan pada dasarnya dapat di pandang dari dua dimensi pemikiran, yaitu dimensi kewilayahan dengan segenap isi di dalamnya atau yang di sebut realita. Dan dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara atau yang di sebut sebagai fenomena kehidupan. Dengan demikian wawasan nusantara sebagai suatu pandangan geopolitik Indonesia dan juga sebagai wawasan nasional sangat menitikberatkan pada kesatuan suku bangsa, wilayah, dan juga falsafah Ideologi Pancasila dalam mempertahankan keutuhan wilayah NKRI. D. Geopolitik D.1 Geopolitik dalam perspektif ilmu, teori ruang, dan penguasaan ruang Secara harfiah Geopolitik verasal dari dua kata yaitu “geo” dan “politik” sehingga jika membicarakan tentang geopolitik tidak akan lepas dari geografi dan politik. Menurut Preston E. James geografi mempelajari tentang tata ruang atau suatu sistem yang ada dalam hal penataan ruang. Artinya geografi sangat erat kaitannya dengan relasi antar manusia di dalam ruang hidupnya, sedangkan jika kita berbicara tentang politik maka tidak akan lepas dari kekuasaan dan pemerintahan. Sehingga kajian mengenai geopolitik ini seringkali membahas tentang relasi antar masyarakat antar negara yang menitik beratkan pada sudut pandang akan ruang. Pengertian ruang disini bisa berarti kepentingan atau kebutuhan dari suatu negara untuk dapat bertahan yang sangat berkaitan erat dengan dinamika politik Internasional. Kepentingan atau Kebutuhan untuk bertahan tersebut memiliki pemahaman yang berbeda-beda. Menurut pemikir realisme seperti Frederic Ratzel dengan teori ruangnya mengatakan bahwa suatu bangsa yang memiliki budaya yang tinggi memiliki kecenderungan untuk memiliki kebutuhan akan sumber daya yang tinggi pula, sehingga kemudian akan mendesak bangsa yang lebih lemah (primitif). Hal ini kemudian ditegaskan oleh Rudolf Kjellen yang mengatakan bahwa suatu kesatuan politik layaknya suatu organisme yang tentunya akan bergerak terus untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya dan dilengkapi oleh Karl Hushofer yang mengatakan bahwa kebutuhan tersebut di dasarkan pada lebensraum (ruang akan hidup). Definisi geopolitik sangat bersifat ekspansionis, dimana suatu negara dapat bertahan jika menguasai negara lain yang didasari kebutuhan akan sumber daya yang ada di negara yang dikuasai tersebut. namun jika melihat dinamika politik internasional yang ada saat ini, disamping penguasaan akan wilayah dan sumber daya, geopolitik juga sangat erat dengan perebutan pengaruh yang cukup kuat. Hal ini dapat dilihat dari aspek nilai-bilai sosial budaya, Ideologi, dan gaya hidup (konsumerisme). Pengaruh dari aspek-aspek tersebut merupakan akibat dari semakin mudahnya akses informasi dari seluruh dunia dewasa ini, sehingga media memiliki kekuatan yang sangat besar dalam perebutan pengaruh tersebut. Dengan demikian geopolitik menjadi sangat penting karena membahas berbagai aspek-aspek strategis terkait perebutan kekuasaan dan pengaruh dalam dinamika politik internasional. Negara-negara yang bertujuan untuk mengejar cita-cita, harapan, kepentingan-kepentingan keamanan dan bertujuan untuk memperluas wilayah pengawasannya ke dalam formulasi kebijaksanaan luar negerinya akan menghasilkan suatu sistem yang berbentuk koalisi. Maka dengan demikian, suatu koalisi yang disebut sebagai yang stabil, yang dapat terpengaruhi di dalam sistem internasional, bilamana konsep perimbangan kekuatan tadi itu di bangun di dalam kerangka hubungan-hubungan negara-negara besar. Perimbangan kekuatan dapat dimasukkan ke dalam pengertian yang kiranya dapat dianggap sebagai alat untuk memecahkan permasalahan yang mungkin terjadi dalam hubungan antar negara-negara, namun yang penting dalam kerangka ini adalah bagaimana agar konflik tersebut dapat dibatasi atau bahkan dapat dikurangi. Salah satu konsep geopolitik adalah Balance of power adalah salah satu teori hubungan internasional yang menekankan pada efektifitas kontrol terhadap kekuatan sebuah negara oleh kekuatan negara-negara lain. Terminologi balance of power merujuk pada distribusi kapabilitas negara pesaing maupun aliansi yang ada, misalnya Amerika Serikat dan Uni Sovyet yang memiliki perseimbangan kekuatan yang sama selama masa Perang Dingin tahun 1970an-1980an. Persaingan kedua adidaya tersebut semasa itu, membentuk sebuah keberlangsungan kontrol terhadap perseimbangan kekuatan militer internasional. Adapun teori balance of power (keseimbangan kekuatan) memiliki asumsi dasar bahwa ketika sebuah negara atau aliansi negara meningkatkan atau mengunakan kekuatannya secara lebih agresif, negara-negara yang merasa terancam akan merespon dengan meningkatkan kekuatan mereka. Hal ini dikenal dengan istilah counter balancing coalition. Contoh kasus seperti munculnya kekuatan Jerman menjelang Perang Dunia I (tahun 1914-1918) yang memicu formasi koalisi anti-Jerman yang terdiri dari Uni Sovyet, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain. Erns B. Hass dalam bukunya, “The Balance of power: Prescription, Concept of Propaganda?” menemukan setidaknya ada delapan pengertian yang berbeda-beda terhadap pengertian atas terminologi atau digunakan ke dalam delapan versi yang saling berbeda-beda, yaitu: a) Keseimbangan sebagai akibat dari distribusi kekuatan yang seimbang di antara negara-negara; b) Keseimbangan sebagai akibat dari distribusi kekuatan yang tidak seimbang di antara negara-negara bangsa; c) Keseimbangan sebagai akibat dari dominasi salah satu negara-negara bangsa; d) Suatu sistem yang relatif stabil dan damai; e) Suatu sistem yang dicirikan oleh ketidakstabilan dan perang; f) Cara lain untuk menyebutkan keuntungan politik; g) Suatu dalil sejarah yang universal; dan h) Suatu pedoman bagi para pembuat kebijaksanaan. Balance of power menekankan pada efektivitas kontrol terhadap kekuatan sebuah negara dengan melihat kekuatan negara lainnya. Teori ini juga merujuk pada distribusi kemampuan/ kapabilitas negara pesaing ataupun aliansi yang ada. Dengan menggunakan teori balance of power maka setiap peningkatan kapabilitas militer (power) pertahanan terutama militer akan direspon balik oleh negara lainnya karena merasa terancam dengan kondisi demikian. (Balance of Power, wordpress.com, diakses 27 Oktober 2013) Terdapat beberapa strategi dalam balance of power, yaitu: Balancing, yaitu sebauh strategi yang dilakukan oleh negara untuk menunjukan sikap menjadi penyeimbang kekuatan melalui pengembangan militer dan melalui aliansi formal. Kestabilan kemamampuan militer adalah kunci untuk dapat membendung kekuatan dominan. Dalam pendekatan realis klasik dan neo-realis konsepsi untuk menjadi balancer adalah dengan menggunakan hard balancing, soft balancing, tindakan negara dengan melakukan limited security understandings. (Balance of Power, wordpress.com, diakses 27 Oktober 2013) 
          Negara-negara yang terancam kemudian melakukan kolaborasi baik regional ataupun internasional untuk mempertahankan diri mereka. Tindakan ini bersifat sementara yaitu untuk mencegah terjadinya dominasi dalam dunia internasional. Namun, pada saat tertentu soft balancing bisa berubah menjadi hard balancing ketika negara lain mulai menujukan agresifitas militernya. Pada dasarnya soft balancing adalah tindakan prefentif yang dilakukan oleh beberapa negara yang menggabungkan diri. Kemudian asymmetric balancing merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya ancaman secara tidak langsung yang dilakukan oleh gerakan atau kelompok non-negara, seperti teroris dan gerakan-gerakan yang dilakukan pembrontak. Bandwagoning, yaitu situasi dimana negara-negara yang lebih lemah melakukan aliansi dengan negara yang lebih kuat dalam perimbangan kekuatan. (Balance of Power, wordpress.com, diakses 27 Oktober 2013) 
Dalam pandangan konsep ini perlawanan secara frontal yang dilakukan oleh negara berkembang terhadap negara yang lebih kuat tidak akan mendatangkan manfaat, karena persekutuan negara yang lebih kuat akan menciptakan posisi tawar, perjanjian ekonomi, dan perlindungan dari serangan negara-negara lain disekitarnya. Hedging, yaitu strategi yang bertujuan menghindari (atau perencanaan kontinjensi dalam) situasi di mananegara tidak bisa memutuskan alternatif langsung lebih seperti balancing, bandwagoning, atau netralitas. (Balance of Power, wordpress.com, diakses 27 Oktober 2013) Dengan kata lain, negara menghindari memilih satu sisi yang lain. Strategi hedging menekankan untuk mempersiapkan semua kemampuan militer untuk melakukan semua pekerjaan militer pada semua spektrum. Strategi lindung nilai menjadi pilihan karena ketidakpastian dalam keamanan internasional di masa depan. D.2 Geopolitik Indonesia Para pemuda yang berkumpul pada tanggal 28 oktober 1928 mempunyai kesadaran bersama tentang masa depan. Mereka sadar bahwa perubahan telah menyingsing. Transformasi masyarakat tradisional menuju masyarakat modern mulai terjadi. Pendidikan sebagai kendaraan menuju kemajuan sudah mulai menyebar di bangsa baru ini. Anak-anak muda masa itu menyadari bahwa tantangan mereka adalah meruntuhkan sekat-sekat pembeda. Basis-basis kedaeraahan itu disatukan menjadi basis kebangsaan yang lebih luas. Dimasa itu timbul kesadaran baru bahwa suku-suku bangsa di Nusantara ini akan meraih kegemilangan masa depan jika mereka bisa menemukan rumus sederhana yang bisa mempersatukasn. Persatuan dan kebersamaan adalah kata kunci. Keputusan untuk mempergunakan bahasa bersama, yaitu Bahasa Indonesia, adalah keputusan genius sampai hari ini,begitu banyak urusan bangsa menjadi sederhana haya karena bahasa yang sama yang bisa diterima oleh semua pihak. Dunia Internasional sering terpukau menyaksikan heterogenitas bangsa ini, yang menghunni sekitar 5000 pulau yang merentang sepanjang khatulistiwa, memiliki 250 lebih bahasa dan dialek dan terdiri dari 1000 lebih kelompok etnis dan sub etnis. Ini adalah bangsa yang super plural tapi bisa hidup secara berdampingan secara relatip damai. Polarisasi, friksi bahkan konflik antar berbagai suku di Indonesia memang tidak pernah berhenti. Meski begitu, seburuk-buruknya konflikdi Indonesia disaat pihak-pihak konflik harus duduk semeja, berdialog dan merundingkan kepentingannya, merka berkomunikasi tanpa penerjemah. Mereka duduk menyelesaikan konflik dengan menggunakan bahasa bersama, yaitu Bahasa Indonesia, Sumpah Pemuda inilah yang merupakan awal tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia sekaligus sebuah pandangan akan geopolitik bangsa Indonesia yang menekankan kesatuan wilayah, bahasa, dan bangsa Indonesia. Konsepsi geopolitik telah lama dibicarakan oleh sementara tokoh bangsa, antara lain Muh. Yamin dan Bung Karno, dalam Sidang BPUPKI pada tahun 1945. Berkaitan dengan hal itu, Bung Hatta dkk. (1980) memberikan komentar antara lain, “Bung Karno mempergunakan dalil-dalil teori geopolitik, khususnya blut-und-boden theorie, ciptaan Karl Haushofer. Teori ini sebetulnya merupakan sendi bagi politik imperialisme Jerman, tetapi sangat menarik pula bagi kaum nasionalis Asia dan Indonesia, khususnya untuk membela cita-cita kemerdekaan, persatuan bangsa, dan tanah air.” (Lemhannas, 2013) Dua puluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1965, Bung Karno dalam pidatonya yang berjudul Susunlah Pertahanan Nasional Bersendikan Karakteristik Bangsa, pada waktu peresmian berdirinya Lemhannas, antara lain menyatakan, “Mengetahui hasil ilmu geopolitik, yang pada pokoknya mula-mula saya baca di dalam kitabnya Karl Haushofer, Die Geo-Politik des Pazifischen Ozeans, Geo-Politik dari Samudra Pasifik, kalau mau mengetahui bagaimana suatu bangsa dijadikan besar, harus mengetahui geopolitik bangsa itu.” Pada perkembangan selanjutnya, konsep geopolitik semakin banyak mendapat perhatian dalam kaitannya dengan upaya pengembangan kemampuan untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah nasional. (Lemhannas, 2013) Konsepsi geopolitik bagi Indonesia menjadi aktual bila dihubungkan dengan kesadaran akan posisi geografis wilayah Indonesia, kepentingan atas integritas nasional dalam kondisi geografi yang terpecah-belah, pengambilan peran dalam kawasan regional, dan antisipasi ancaman kekuatan asing yang melibatkan negara adidaya di kawasan regional (Dino Patti D., 1996). ABRI (TNI) mengangkat konsep geopolitik ke dalam konsep pertahanan dan keamanan nasional (Hankamnas), antara lain, dengan pengertian, “memanfaatkan konstelasi geografi Indonesia, yang memerlukan keserasian antara Wawasan Bahari, Wawasan Dirgantara, dan Wawasan Benua sebagai pengejawantahan segala dorongan (motives) dan rangsangan (drives) di dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi serta tujuan-tujuan negara Indonesia ” (Doktrin Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI “CADEK’, 1967). (Lemhannas, 2013) Konsep tersebut dinamakan Wawasan Nusantara, yaitu wawasan konsepsional dari Wawasan Hankamnas. Wawasan Nusantara dalam Wawasan Hankamnas berkait dengan konsep negara kepulauan. Konsepsi negara kepulauan memberikan inspirasi dan dorongan untuk menyatukan seluruh wilayah nasional Indonesia yang terdiri dari daratan, perairan, dan ruang udara di atasnya, sedangkan konsep penyerasian wawasan-wawasan berdasarkan kemitraan dalam Wawasan Nusantara menurut Hankamnas merupakan konsepsi pemanfaatan negara kepulauan tersebut. Keterkaitannya tampak lebih jelas pada penjelasan Mochtar Kusumaatmadja (1977) “jadi, untuk menyimpulkan bahwa konsepsi negara kepulauan adalah konsepsi kewilayahan, yaitu apabila sudah diundangkan menjadi kenyataan, lalu menjadi negara kepulauan..” Konsepsi Wawasan Nusantara dibangun atas geopolitik bangsa Indonesia yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhan. Bangsa Indonesia memiliki pandangan sendiri mengenai wilayah yang dikaitkan dengan politik atau kekuasaan. Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik bangsa Indonesia (HAN, Sobana 2005). Wawasan Nusantara dapat dikatakan sebagai penerapan teori geopolitik dari bangsa Indonesia (Chaidir Basrie 2002). Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme karena semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal. Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara samudra Pasifik dan samudra Indonesia, serta diantara benua Asia dan benua Australia. Secara umum seperti yang telah dijelaskan diatas, wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sedangkan wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya. Latar belakang muculnya konsep Wawasan Nusantara adalah karakteristik wilayah Nusantara sebagai suatu wilayah negara yang berasaskan Negara Kepualauan. Konsep Negara Kepulauan pada awalnya dianggap asing oleh kebanyakan negara di dunia ini, namun melalui usaha yang gigih dan konsisten pada akhirnya konsepsi Negara Kepulauan diakui oleh banyak negara dalam Konvensi Hukum Laut Internasional sebagai bagian ciri khas tersendiri dari Yurisdiksi Suatu Negara, meliputi laut Terotorial, Perairan Pedalaman, ZEE dan Landas Kontinen. Selain itu pemikiran Wawasan Nusantara juga diilhami oleh aspek sejarah perjuangan Bangsa, aspek filosofis dari Pancasila sebagai Ideologi Negara serta Jati diri bangsa Indonesia. Wawasan Nusantara sebagai pancaran falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan pondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegera kesatuan RI memberikan kaedah nilai, moral dan etika serta tuntunan sikap Bangsa Indonesia yang harus mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa di segala aspek kehidupan nasional sebagai Visi Bangsa yang harus dijunjung Tinggi dan ditaati bersama. Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Menurut Deklarasi Djuanda Batas luas laut Indonesia menjadi 3.200.000 km2, akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut. Konsepsi Wawasan Nusantara (Wasantara) menganut filosofi dasar geopolitik Indonesia dan wawasan kebangsaan yang mengandung tiga unsurkebangsaan, yaitu rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangatkebangsaan. Ketiga unsur ini menyatu secara utuh dan mengkristaldalam Pancasila dan Wasantara, serta menjadi jiwa bangsa Indonesia dan sekaligus pendorong tercapainya cita-cita proklamasi, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Wasantara dapat disebut geopolitik Indonesia. Apabila ditinjau dari tataran pemikiran yang berlaku di Indonesia, Wasantara merupakan prasyarat terwujudnya cita-cita nasional, suatu cita-citaterbentuknya negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, danmakmur. Dari gambaran di atas, dapat diketahui bahwa konsepsi Wasantaramerupakan konsepsi nasional yang bersifat filosofis yang memiliki visi jauh kedepan, suatu konsepsi yang dijadikan pedoman dan rambu-rambu, serta dorongan dan motif bangsa Indonesia dalam pencapaian tujuan nasional, serta dijadikan sebagai landasan visioner. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila terdiri atas lima pesan pokok, yaitu penghayatan dan hakikat martabat bangsa, kesepakatan akan cita-cita nasional, kebulatan tekad untuk mencapai tujuan nasional, mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan nasional, serta kesepakatan tentang pencapaian tujuan nasional. Bangsa Indonesia yang terlahir dari keanekaragaman suku, agama, budaya, bahasa, dan daerah asal yang tersebar luas dalam ribuan pulau perlu menyepakati suatu cara hidup bersama sebagai bangsa dan warga negara. Salah satu sumber cara hidup bersama itu ialah cara pandang tentang diri dan Iingkungan dalam mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan nasional. Cara pandang yang dimaksud bagi bangsa Indonesia ialah Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara mengacu pada kondisi dan konstelasi geografi, kondisi sosial budaya, serta faktorkesejarahan, dan perkembangan lingkungan. Falsafah pancasila diyakini sebgagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Konsep Wawasan Nusantara berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagi sila pertama yang kemudian melahirkan hakikat misi manusia Indonesia yang terjabarkan pada sila-sila berikutnya. Wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah Pancasila menjadi landasan dan pedoman kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Tujuan dari wawasan nusantara tersebut antara lain yang pertama yaitu sesuai dengan pembukaan UUD 1945, dimana dijelaskan tujuan kemerdekaan Indonesia, yaitu “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan perdamaian yang abadi dan keadilan sosial.” Dan yang kedua adalah mewujudkan kesatuan dalam berbagai aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, dengan demikian jelas bahwa tujuan dari bangsa Indonesia berkaitan erat dengan kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan guna membina kesejahteraan, kedamaian, dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia. E. Geopolitik Oil Minyak memiliki kaitan erat dengan geopolitik. Bagaimana tidak? Dalam segi geo dalam pengertian geopolitik, minyak merupakan salah satu hasil alam. Revolusi industri menjadi titik awal ketika minyak dan gas menjadi salah satu objek vital dalam kehidupan bermasyarakat. Mulai zaman tersebut, berbagai mesin telah diciptakan dan hampir semuanya digerakkan oleh minyak karena dianggap praktis dan mendukung kelancaran produksi serta distribusi barang dan jasa. Hingga pada masa kini, masyarakat dunia begitu tergantung kepada minyak, menyebabkan minyak menjadi hal geografis yang benar-benar strategis dalam segi politik dari geopolitik. Beberapa pakar telah membuat buku tentang posisi minyak dalam sejarah geopolitik internasional, bagaimana negara-negara telah berinteraksi dalam kebutuhannya terhadap minyak. Interaksi tersebut dapat terlihat melalui penjelasan kronologis berikut ini. Seseorang yang tidak diketahui namanya, dalam artikel buatannya yang berjudul Geopolitics of Oil, menjadi titik awal ditemukannya minyak sebagai materi geopolitik paling signifikan. Beliau memberi statment bahwa jika ingin menguasai dunia, maka kuasailah minyak terlebih dahulu (anon, 1980). Terlihat bahwa minyak sangat vital dan esensial sehingga dengan menguasai minyak, maka orang, kelompok, atau negara tersebut dapat mengontrol pihak lawan. Hal ini dapat dilihat melalui perang Yom Kippur, yang terjadi pada tahun 1973 antara negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir yang berhadapan dengan Israel (anon, dalam http://www.historylearningsite.co.uk, diakses 16 April 2012), yang berujung kepada embargo ekonomi terhadap Israel. Perang Yom Kippur bukan perang karena minyak, tetapi dampak perang tersebut mempengaruhi distribusi minyak di Timur Tengah. Pada saat itu, Israel tidak dapat membeli minyak dari OPEC, namun harus melewati jalan memutar dengan membeli dari negara-negara Timur Tengah penghasil minyak yang harganya tidak sama dengan harga minyak di OPEC. Kebutuhan Israel akan minyak OPEC mengakibatkan OPEC dapat mengendalikan Israel dalam beberapa hal. Gejolak perminyakan dunia meningkat pada apa yang disebut oleh Phillipe Le Billon (2005) sebagai Resources Wars yang terjadi di Laut Kaspia. Laut Kaspia memiliki ciri-ciri sebagai danau dan laut sekaligus. Di laut ini terdapat sumber daya alam yang melimpah, diantaranya Sturgeon, ikan yang telurnya merupakan bahan baku kaviar, serta minyak dan gas alam dalam jumlah besar. Laut Kaspia juga merupakan perbatasan dari beberapa negara di kawasan Eropa dan Asia Timur. Oleh karena itu tidak heran ketika laut ini menjadi salah satu bahan perebutan negara-negara. Pada tahun 2003, Rusia, Azerbaijan, dan Kazakhstan menandatangani perjanjian pembagian wilayah Laut Kaspia yang luas itu. Iran melihat bagaimana Azerbaijan dan Kazakhstan memanen hasil minyak yang melimpah ruah dari Laut Kaspia. Kemudian Iran menjalin kerjasama dengan Rusia. Laut Kaspia dapat mengendalikan negara-negara yang berada di sekitarnya agar tidak masuk ke dalam konflik yang lebih parah karena keuntungan-keuntungan yang dimiliki oleh laut tersebut lebih baik jika didapatkan dengan cara diplomasi. Dengan kata lain, hal ini menyebabkan Laut Kaspia menjadi suatu zona buffer bagi negara-negara yang berada di sisi-sisinya (Le Billon, 2005). Engdahl memandang konflik di Laut Kaspia dari sudut pandang yang lebih ringan. Laut Kaspia tidak hanya menarik perhatian negara-negara di sekitarnya, tetapi juga negara lain yang menginginkan minyak dalam jumlah besar. Terbentuk berbagai kerjasama, terutama antara negara Azerbaijan dengan negara-negara di sekitarnya. Kerjasama Azerbaijan yang paling terkenal adalah saluran pipa minyak dari kota Baku di Azerbaijan, Tbilisi di Georgia, hingga Ceyhan di Turki. Oleh karena itu, nama saluran pipa ini adalah BTC, Baku-Tbilisi-Ceyhan. Yang terakhir adalah pandangan dari Susan Roberts mengenai minyak melalui Perang Irak setelah invasi Amerika Serikat ke negara tersebut. Di titik ini gejolak perminyakan dunia mencapai titik konflik paling tinggi dalam sejarah perminyakan dan politik internasional. Berdasarkan pemikiran Thomas Barnett (dalam Roberts, 2003), Roberts membagi dunia ke dalam dua bagian, yaitu Functional Core, sebagai negara yang ingin menguasai minyak, dan Non-Integrating Gap, sebagai negara yang memiliki sumber daya minyak dan gas alam dalam jumlah yang cukup besar. Negara-negara functional core dengan gigih berusaha untuk mengendalikan negara-negara pemilik minyak agar dapat memperoleh minyak yang ada di dalam zona geografi negara-negara non-integrating gap tersebut. Cara-cara yang ditempuh tidak hanya melalui diplomasi dan perdagangan, tetapi juga melalui cara-cara yang licik dan tersembunyi, seperti Perang Irak tersebut dan imperialisme politik lainnya. Dari penjelasan di atas mengenai pandangan setiap ahli beserta sudut pandang kasusnya, kita dapat melihat bahwa minyak menjadi heartland geopolitik pada saat ini. Minyak menjadi sangat vital bagi kelancaran produksi dan transportasi, sehingga negara-negara ingin menguasainya. Sayangnya, minyak tidak berada di segala tempat dan tidak semua tempat yang memiliki sumber minyak memilikinya dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, minyak menjadi sangat berharga sampai menjadi alat pembayaran yang sah dalam perdagangan dunia internasional dan hampir menggantikan emas. Dalam geopolitik tentang minyak ini, memiliki dan menguasai adalah dua kata yang berbeda. Memiliki minyak berarti dapat ditemukan minyak dalam jumlah yang cukup dari wilayah negara tersebut. Menguasai minyak belum tentu wilayah negara tersebut mengandung minyak, tetapi negara tersebut dapat menambang dan mengontrol minyak dari wilayah negara lain. Tidak semua cara yang ditempuh oleh negara dalam mendapatkan minyak adalah cara yang konvensional, seperti pertambangan dan perdagangan. Ada pula negara-negara yang berusaha menguasai minyak dengan cara kekerasan. Misalnya saja Amerika Serikat. Negara ini telah dituding ingin menguasai minyak di Timur Tengah dengan cara kekerasan. Bahkan beberapa media dan pengamat telah membuat pola bagaimana Amerika Serikat mendapatkan kepentingannya, terutama minyak. Pola tersebut adalah mencari negara yang memiliki apa yang diinginkan Amerika Serikat, mencari kekurangan pemerintah negara tersebut, membantu rakyat negara tersebut untuk mendapatkan kebebasan dan demokrasi, kemudian ketika negara tersebut berada dalam ketidakseimbangan karena kekosongan kekuasaan, Amerika Serikat membantu mengatur negara tersebut sembari menunggu pemilihan pemerintah yang baru. Tidak mungkin “campur tangan” ini tidak berujung kepada sesuatu seperti pengadaan kerja sama yang pada akhirnya membantu Amerika Serikat mendapatkan tujuan awalnya. Hal-hal seperti ini mungkin saja terjadi dan inilah yang ditudingkan media kepada Amerika Serikat. Cara-cara terselubung seperti ini tentu ditempuh karena peperangan dan imperialis yang terang-terangan dilakukan, seperti kolonialisme, sudah ditentang oleh masyarakat luas sebagai bentuk dari pelanggaran Hak Asasi Manusia tentang hak untuk hidup dan hak kebebasan. Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa perang kadang terjadi karena minyak menjadi salah satu alasan. Semua ini tergantung kepada negara, apa jalan diplomasi dan perdagangan tidak lagi mampu memenuhi keinginan setiap negara akan minyak, atau ada tujuan lain dari perang dan kebijakan-kebijakan sehubungan dengan kepenguasaan akan minyak. Di beberapa akhir dekade ini, terjadi berbagai perkembangan teknologi yang sangat pesat transformasi pesat, dunia industri kemudian menemukan sebuah format yang baru . Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini kemudian menjadi mesin penggerak masyarakat dan sangat berpengaruh di berbagai belahan dunia dalam berbagai aspek kehidupan. Perekonomian adalah salah satu bidang yang mengalami berbagai perubahan sangat dominan dalam menarik perhatian publik. Termasuk juga munculnya Perusahaan Multinasional di bidang Pertambangan dan Migas yang membuka peluang bagi terjadinya globalisasi di bidang ekonomi yang efeknya sangat terasa di negara kita ini. Pengalaman pertumbuhan ekonomi pada abad kesembilan belas di Negara-negara maju banyak bersumber dari dari pergerakan modal internasional yang cukup deras pada waktu itu. Produktivitas yang ditopang oleh eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya mineral dan migas yang kemudian mencapai titik puncaknya dengan kehadiran Perusahaan multinasional yang beroperasi di banyak negara dengan kekayaan alam melimpah (termasuk Indonesia). Mungkin perkembangan yang terpenting dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional selama dua dasawarsa terakhir ini adalah pertumbuhan yang luar biasa dari perusahaan-perusahaan multinasional ini yang kemudian memperluas pengaruh mereka kepenjuru dunia. Merekalah kemudian yang menawarkan berbagai hal mulai dari modal investasi dan teknologi guna mendapatkan izin konsesi dalam melakukan eksploitasi dalam skala besar-besaran dari satu Negara ke Negara lainnya. Dalam operasinya ke berbagai Negara-negara dunia ketiga, mereka menjalankan berbagai macam operasi bisnis yang inovatif dan kompleks sehingga tidak bias lagi kita pahami hanya dengan perangkat teori-teori perdagangan yang sederhana, apalagi mengenai distribusi keuntungannya. Perusahaan-perusahaan raksasa, seperti Chevron, Total Oil, Exxon, Petrochina, Freeport, British Petroleum, Newmont, Shell, dan , telah sedemikan rupa mendunia dalam operasinya sehingga kalkulasi atas distribusi keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh eksplorasi internasional itu kepada penduduk setempat dan pihak asing menjadi semakin sulit dilakukan. Arus sumber-sumber keuangan internasional dapat terwujud dalam dua bentuk. Yang pertama adalah penanaman modal asing yang dilakukan oleh pihak swasta (private foreign investment) dan investasi portofolio, terutama berupa penanaman modal asing “langsung” (PMI). Penanaman modal seperti ini juga dapat disebut Foreign Direct Investment (FDI). FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Awalnya sebuah perusahaan dari suatu negara (umumnya negara maju) melakukan investasi dengan menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke negara lain. Dengan pola tersebut perusahaan di negara asal dengan mudah akan mengendalikan cabang-cabang perusahaannya di negara tempat cabang perusahaan tersebut beroperasi. Biasanya, FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Namun kemudian mulai muncul dalam wujud yang lain seperti panwaran lisensi dan jasa teknologi. Dalam hal ini perusahaan multinasional yang bergerak di sektor tambang dan migas juga melakukan hal serupa, dimana dengan penguasaan teknologi mereka mendapatkan kemudahan untuk menjadi operator dalam eksplorasi tambang dan migas. Selainitu perusahaan multinasional ini juga diuntungka dengan upah karyawan yang lebih murah dibandingkan dengan negara asalnya. Dari instrumen FDI inilah kemudian negara-negara maju menjalankan kepentingannya guna memperoleh banyak pasokan energi untuk industri-industri besar mereka. Jika berbicara mengenai praktik investasi migas dan pertambangan di Indonesia, maka hal tersebut tidak lepas dari berbagai kontroversi yang terdapat dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dimana pada bulan Maret lalu Undang-undang ini di uji materi kan oleh PP Muhammadiyah dan organisasi-organisasi Islam yang lainnya karena dinilai sangat mengakomodir kepentingan asing. Terutama pasal mengenai keberadaan BP Migas. Ada beberapa hal yang menyebabkan UU Migas No 22 Tahun 2001 dianggap sarat kepentingan asing, yang pertama adalah proses pembuatan UU ini dibiayai oleh USAID dengan tujuan agar sektor migas diliberalisasi dan terjadi internasionalisasi harga, yaitu harga-harga domestik migas disesuaikan dengan harga internasional. Selain itu juga agar pihak asing boleh masuk ke sektor hilir yang sangat menguntungkan, bahkan resikonya lebih kecil dibandingkan sektor hulu. Kebanyakan produk legislasi dengan model "loan-tied-law atau" atau hasil biaya dari pihak lain ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, karena merupakan pintu masuk dari proses liberalisasi dan neoliberalisasi dibidang ekonomi. Seharusnya, pembuatan undang-undang tidak boleh diintervensi dan dibiayai oleh pihak asing, harus dibiayai sendiri oleh APBN, sehingga undang-undang tersebut benar-benar dapat melindungi kepentingan rakyat. Tidak mungkin pihak asing mau membiayai pembuatan undang-undang tanpa melibatkan kepentingan strategis mereka. Selain itu juga mengenai standarisasi harga migas yang dalam UU Migas No 22 Tahun 2001 harus mengikuti standar internasional. Dalam perjalanannya negara-negara lain yang kemudian berhasil melepaskan diri dari krisis ekonomi dan mampu mengejar ketertinggalan terlebih dahulu mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemudian menyesuaikan dengan harga internasional. Ada perbedaan mendasar dengan apa yang terjadi di Indonesia dengan di negara-negara lain yang berhasil memakmurkan rakyatnya dan mengejar ketinggalannya dari Barat. Sementara negara kita menganggap bawah satu-satunya solusi agar bisa mengejar ketinggalan dengan negara lain adalah menyesuaikan harga dengan harga internasional dan berhutang. Internasionalisasi harga tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, terutama untuk komoditi-komoditi yang strategis, seperti migas, pendidikan, dan kesehatan. Lain halnya jika menyangkut mobil, elektronik, dan lain-lain, mungkin tidak ada masalah dan bisa diserahkan kepada mekanisme pasar. Tetapi jika menyangkut kepentingan yang strategis, negara berhak menentukan dan melakukan intervensi agar harga tidak selalu sesuai dengan harga internasional. Selama 20 tahun terakhir, harga internasional bukanlah mencerminkan "supply and demand" tetapi merupakan harga para spekulator keuangan yang mempermainkan harga-harga komoditi dunia. Sebagian besar dari pembentukan harga itu adalah permainan para spekulator, bukan hukum "supply and demand". Kemudian ada hal-hal lain yang cukup penting di Pasal 3 Undang-Undang Migas No 22 Tahun 2001, penyelenggaraan harus accountable dan diselenggarakan dengan mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan. Hal ini adalah cara dan mekanisme, padahal yang paling penting itu prinsip dan tujuan yang ada di Pasal 33 ayat (2), dimana “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Prinsip dan tujuannya yang paling penting, tetapi kok didalam undang-undang itu mekanismenya malah yang lebih diutamakan. Di sinilah virus dari neoliberalisme itu masuk. 

BAB III KESIMPULAN 

            Berdasarkan berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Dalam Pengertian umum Lingstra atau Lingkungan Strategis adalah suatu situasi atau kecenderungan yang ada di lingkungan suatu negara yang berdampak cukup besar pada kondisi negara tersebut. Selain itu kecenderungan yang ada pada lingkungan strategis juga telah mengalami perubahan pada saat ini. Di Indonesia sendiri ada beberapa aspek yang sangat mempengaruhi lingkungan strategis antara lain Ideologi, Politik, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan. Selain itu beriringan dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta interaksi yang semakin intens antar masyarakat dunia menyebabkan lingkungan strategis menjadi amat dinamis baik itu yang bersifat regional, nasional, maupun global. sebagaimana yang diungkapkan oleh DR Stewart Woodman, sebuah negara cenderung akan mengkaji ulang terkait lingkungan strategiknya, hal ini tentunya sangat relevan dengan semakin dinamisnya aktivitas penduduk dunia, selain itu yang tidak kalah penting adalah penguasaan akan sumber daya alam sebagai suatu strategi guna meningkatkan ketahanan energi. Kemudian Wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Yang kemudian mencakup 6 unsur antara lain (1) persatuan dan kesatuan, (2) Bhineka Tunggal Ika, (3) Kebangsaan, (4) Negara kebangsaan, (5) Negara Kepulauan, (6) Geopolitik. Geopolitik sendiri ditinjau dari sudut pandang teori ruang dan penguasaan akan ruang merupakan suatu bentuk pemahaman bahwa suatu bangsa hanya akan hidup jika mampu memperluas ruang hidupnya,. Pelopor teori ini antara lain Frederic ratzel, Karl Haushofer, dan Rudolf Kjellen teori ini cenderung bersifat ekspansionis karena menekankan pada penguasaan wilayah. Seiring dengan berjalannya waktu penguasaan akan ruang hidup juga diwarnai dengan munculnya perimbangan kekuatan (Balance of Power) antara beberapa negara di dunia. Kemudian untuk pandangan geopolitik Indonesia sendiri adalah wawasan nusantara yang berdasarkan pada Pancasila sebagai Ideologi dasar dan UUD 1945, dimana Indonesia tidak menganut paham ekpansionisme, tetapi lebih pada penegakkan kedaulatan wilayah guna memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi bangsanya. Selain itu kecenderungan yang ada saat ini geopolitik sangat erat kaitannya dengan ketahanan energi, dalam hal ini minyak menjadi lingkungan strategis yang cukup kuat, dimana Negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China melakukan segala cara guna menguasai sektor ini. Sedangkan di Indonesia sendiri UU Migas No. 22 Thun 2001 sarat akan kepentingan asing dan yang paling fatal adalah Pertamina tidak lagi memiliki kuasa untuk mengawasi sektor hulu hingga hilir. Selain itu penetapan harga dalam UU ini juga tidak mencerminkan keberpihakan pada kepentingan nasional karena dilepas ke pasar internasional. 

REFERENSI

- Anonim, 1980. Geopolitics of Oil. Science New Series, hal 1324-1327.
- Engdahl, W.F., 2005. Revolution, Geopolitics and Pipelines. Global economy. 30 Juni - Laut Kaspia, Danau Terluas di Dunia. (diambil dari judul artikel) [online]. (diupdate n.d.) dalam http://www.anneahira.com/danau-terluas-di-dunia.htm .diakses 16 April 2012.
 - Lemhannas, 2013. Geopolitik dan Wawasan Nusantara
 - Indria Samego, 2001. Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara. The Habiebie Center
- Edy Prasetyono. Masalah-masalah Pertahanan dan Keamanan. CSIS
 - Kemhan, 2008. Perkembangan Lingkungan Strategik. Ditjen Strahan, Kemhan RI
 - Le Billon, P., 2005. The Geopolitical Economy of Resource Wars. dalam The Geopolitics of Resources Wars: Resource Dependence, Governance and Violance. London: Frank Cass.
- http://interdisciplinary.wordpress.com/tag/balance-of-power/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar