Selasa, 26 November 2013

MANAJEMEN STRATEGIK DAN MANAJEMEN PERTAHANAN MENGHADAPI PERUBAHAN LINGKUNGAN STARTEGIK

MANAJEMEN STRATEGIK DAN MANAJEMEN PERTAHANAN MENGHADAPI PERUBAHAN LINGKUNGAN STARTEGIK BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca berakhirnya perang dingin (cold war) telah membawa perubahan pada tatanan interaksi hubungan internasional dalam memaknai konsep keamanan (security) menjadi lebih luas ruang lingkupnya. Dalam konsep pemahaman tradisional keamanan berada pada pemahaman yang state centric, dimana konsep keamanan dipandang sebagai suatu usaha mempertahankan diri dari ancaman dan agresi negara lain dengan pengerahan kekuatan militer dan persenjataan, sehingga pemahaman tentang keamanan (security) secara konvensional lebih cenderung pada pengerahan dan penggunaan kekuatan militer dengan tujuan perang untuk menjaga kedaulatan negara dan mengamankan kepentingan nasional negaranya (national interest). Perubahan tatanan dunia setelah perang dingin telah mendorong tentang perluasan pemahaman terhadap konsep keamanan baik dari kalangan akademisi maupun praktisi. Hal ini tidak lepas dari perkembangan isue-isue seperti konflik antar etnis/ras, terorisme, pencucian uang, penyelundupan manusia, perdagangan ilegal, narkoba, transnatoinal crime merupakan bentuk dari ancaman non tradisional dan merupakan ancaman terhadap keamanan domestik, regional, dan global. Sedangkan ancaman tradisional seperti senjata pemusnah massal, sengketa antar negara, dan perlombaan senjata tetap merupakan isue laten. Ancaman tradisional maupun ancaman non-tradisional tetap menimbulkan kekuatiran bagi masyarakat internasional karena merupakan bentuk ancaman terhadap perdamaian dunia yang dapat berkembang menjadi ancaman berskala besar. Dinamika perkembangan lingkungan strategik memang selalu membawa implikasi, baik positif maupun negatif, secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat mempengaruhi jalannya pembangunan nasional yang sedang terlaksana saat ini. Implikasi positif membawa manfaat dalam mendukung cita-cita, tujuan nasional dan kepentingan nasional, sedangkan implikasi negatif menyebabkan meningkatkan potensi ancaman bagi kelangsungan hidup negara. Situasi dan kecenderungan lingkungan strategis pada awal abad 21 sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan periode satu dekade terakhir dalam abad 20. Situasi politik internasional saat ini selain masih diwarnai oleh permasalahan lama yang belum berhasil diatasi, dan semakin bertambah kompleks dengan hadirnya serangkaian masalah baru. Disamping itu, kecenderungan lingkungan strategis semakin sulit diperkirakan karena ketidakteraturan dan ketidakstabilan semakin menjadi corak dominan. Perkembangan lingkungan strategik pada era globalisasi saat ini dan di masa yang akan datang berubah demikian pesat, cepat dan dinamis. Tantangan dan permasalahan di masa yang akan datang cenderung semakin kompleks oleh karena perkembangan dan kemajuan teknologi telekomunikasi dan transportasi serta teknologi informatika berpengaruh besar terhadap perubahan lingkungan strategik, selanjutnya globalisasi akan merubah tatanan kehidupan sosial, ekonomi serta pola dan sistem pertahanan, de-ngan demikian akan mempengaruhi pula pola kehidupan dimensi nasional, hubungan antar negara, regional dan internasional. Di sisi lain kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah merubah secara mendasar kehidupan manusia di dalam menjalankan aktivitas dalam berkehidupan, politik, ekonomi, sosial dan sistem pertahanannya. Teknologi yang berbasis pada informatika sebagai suatu simbol era globalisasi, telah terjadi suatu revolusi informatika tanpa mengenal letak geografis dan batas-batas negara yang dicapai melalui akses internet global yang berbasis kepada teknologi informasi. Perkembangan dinamika politik dan keamanan internasional semakin intens karena dibawah pengaruh fenomena globalisasi dan berbagai implikasinya, negara-negara di dunia dituntut untuk saling bekerjasama, namun pada sisi lain persaingan antarnegara dalam melindungi kepentingan nasional juga semakin meningkat. Interdependensi antarnegara semakin menguat, tetapi pada saat yang bersamaan kesenjangan power ekonomi dan militer semakin melebar karena agenda dan isu internasional masih dominan dipengaruhi oleh agenda dan kebijakan negara-negara maju. Akibatnya negara-negara berkembang yang memiliki sumberdaya terbatas, harus lebih hati-hati mengatasi permasalahan yang dihadapi, lebih aktif memperkuat ketahanan nasional di berbagai bidang, dan lebih baik dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan dalam melindungi kepentingan-kepentingan nasionalnya. Perubahan politik dunia yang terjadi pada era global telah menghadirkan suatu kompetisi antar bangsa. Kondisi tersebut cenderung mengarah pada perebutan pengaruh yang cukup ketat, baik global, regional maupun nasional. Pada lingkup global, dunia masih tetap diwarnai oleh isu-isu pertahanan dan keamanan tradisional, seperti sengketa perbatasan, perlombaan persenjataan atau proliferasi senjata nuklir dan senjata pembunuh massal. Kompleksitas permasalahan pertahanan dan keamanan global makin bertambah dengan adanya praktek hegemoni yang dikembangkan melalui penguatan aliansi, kemampuan militer, keunggulan teknologi termasuk, keunggulan di bidang ekonomi. Perkembangan dan kecenderungan global merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dinamika keamanan kawasan regional. Interaksi dan dinamika hubungan negara besar dunia seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, Rusia dan Uni Eropa, merupakan faktor yang mempengaruhi peta teknologi militer dan peta keamanan di regional (Asia-Pasifik). Pengaruh pertahanan dan keamanan nasional tidak terlepas dari faktor eksternal (perkembangan global dan regional, baik politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan dan keamanan) dan internal (heterogenitas suku bangsa, situasi ekonomi yang belum pulih, faktor sosial politik serta teknologi militer). Mencermati lingkungan strategi global, regional dan nasional, ancaman yang mungkin dihadapi Indonesia ke depan dapat berbentuk ancaman pertahanan dan keamanan tradisional (berupa invasi atau agresi militer dari negara lain), walaupun diperkirakan kecil kemungkinannya, dan ancaman keamanan non-tradisional. Perkiraan ancaman dan gangguan yang dihadapi Indonesia ke depan kemungkinan besar meliputi terorisme, gerakan separatisme, kejahatan lintas negara (penyelundupan, penangkapan ikan ilegal, pencemaran dan pengrusakan lingkungan, imigrasi gelap, pembajakan), aksi radikalisme, konflik komunal dan dampak bencana alam. Di dalam melihat pengaruh lingkungan strategik bagi bangsa Indonesia, maka yang perlu diperhitungkan adalah melihat terhadap aspek eksternal dan internal terkait dengan peluang, ancaman, kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia 1.1.1 Lingkungan Strategik Global Secara mendasar, isu/fenomena global yang akan terus mewarnai, mempengaruhi, dan memberi dampak terhadap lingkungan strategis saat ini adalah : a. Fluktuasi Harga Minyak Dunia. Ditengah-tengah kondisi yang semakin terbatasnya cadangan minyak dunia, dihadapkan dengan semakin tingginya kebutuhan akan sumber daya strategis tersebut, kecenderungan meningkatnya harga minyak dunia tidak akan dapat dihindari. Kedepan upaya kerjasama menstabilkan harga semakin besar, upaya mengurangi ketergantungan pada sumberdaya minyak (dan gas bumi) semakin meningkat, individualisme mengamankan sumberdaya strategis semakin intens. b. Perubahan Iklim. Tanda-tanda perubahan iklim akibat dampak pemanasan global telah mulai terlihat. Walaupun kesadaran internasional tetapi komitmen menerima tanggungjawab masih rendah, seiring dengan masih lemahnya instrumen kerjasama dan pengawasan. Kedepan : upaya kerjasama untuk mengurangi laju dan memitigasi dampak pemanasan global semakin meningkat, tetapi secara bersamaan jalannya pembangunan negara berkembang menjadi terbatas. c. Krisis Ekonomi. Krisis ekonomi yang dialami negara-negara maju membawa dampak yang tidak dapat dihindari negara-negara berkembang. Interkoneksi perekonomian internasional menyebabkan krisis ekonomi semakin rawan terjadi. Kedepan menguatnya transparansi dan pengawasan ekonomi dan keuangan internasional, namun pada saat yang bersamaan juga meningkatkan tekanan-tekanan terhadap perekonomian negara berkembang. d. Dominasi Negara-Negara Maju. Perkembangan dunia masih banyak dipengaruhi oleh kebijakan negara-negara major powers dalam mengamankan kepentingan nasional masing-masing kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Kedepan Dinamika politik dan keamanan internasional, masih bergantung pada keseriusan negara-negara besar dalam memelihara perdamaian dan stabilitas internasional, dan mengurangi adventurisme politik luar negeri yang mendorong instabilitas dan gejolak di berbagai kawasan Upaya reformasi dan restrukturisasi PBB semakin intens karena merupakan kepentingan mendesak dalam menjamin keadilan dan kepentingan negara-negara berkembang, tetapi akan banyak bergantung pada kerelaan dan komitmen negara-negara besar dalam mengurangi kekuasaan-nya dalam organisasi internasional tersebut. Meningkatnya upaya peningkatan kekuatan militer oleh seluruh negara di dunia dalam rangka menjamin kelangsungan hidup dengan memperkuat kemampuan daya tangkal menghadapi ancaman tradisional dan non-tradisional. e. Perubahan Kekuatan Dunia. Siklus peta kekuatan dunia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dengan melemahnya kedigdayaan ekonomi AS, meningkatnya kekuatan ekonomi dan militer Cina dan India, serta menguatnya leverage Rusia, perimbangan konstelasi global tengah terjadi. Kedepan persaingan mempertahankan pengaruh global dan regional semakin mengemuka antara negara-negara besar, sehingga adaptasi terhadap pergeseran kutub interaksi internasional semakin penting, terutama bagi negara-negara berkembang. 1.1.2 Lingkungan Strategik Regional Apabila dilihat dalam konteks dinamika keamanan di Asia Pasifik, khususnya di kawasan konsentrik Asia Tenggara, yang sangat dipengaruhi oleh persinggungan (interplay) antara faktor-faktor tersebut seperti dibawah ini: a. Adanya peran dan dominasi AS di kawasan Asia Pasifik, utamanya di Asia Tenggara dalam dimensi politik, ekonomi dan militer, telah memberi makna betapa besarnya pengaruh AS dalam menerapkan kebijakannya sesuai dengan agenda globalnya. Kepentingan Jepang selaku mitra keamanan strategis AS di kawasan juga dilindungi melalui berbagai kebijakan ekonomi, politik dengan sasaran akhir eksistensi kerjasama keamanan kedua mengacu pada kesepakatan WTO dalam memperebutkan keunggulan ekonomi (economy advantages). Bangkitnya China sebagai kekuatan baru ekonomi global dan regional, diprediksikan akan mampu mengimbangi kemajuan dan dominasi ekonomi Jepang di kawasan Asia. Selain itu China merupakan salah satu negara dengan kekuatan militer yang besar di kawasan Asia. Konflik Laut China Selatan dan klaim sepihak atas kepulauan Spartly oleh China menyebabkan terjadinya ketegangan di kawasan tersebut yang melibatkan 6 (enam) negara, 4 (empat) negara anggota ASEAN (Malaysia,Philipina, Vietnam, Brunei) dengan China dan Taiwan, menurut argumennya masing-masing bahwa sebagian laut China Selatan adalah wilayah kedaulatannya. Di kawasan Eropa, pengaruh UE juga semakin Iuas menyusul perluasan keanggotaan UE dan NATO. b. Kecenderungan regionalisme dan integrasi ekonomi di kawasan, sesungguhnya erat kaitannya dengan mengemukanya globalisasi ekonomi dunia, menyusul terbentuknya gagasan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) termasuk Free Trade Zone yang akan diterapkan di Batam. Terhitung sejak tahun 2001 hingga kini misalnya, pertumbuhan ekonomi di kawasan mencatat angka kenaikan yang cukup signifikan, dibandingkan sebelum pasca krisis ekonomi 1997-2000. Meskipun demikian kondisi perekonomian belum sepenuhnya stabil seiring semakin meningkatnya isu-isu kejahatan lintas negara seperti, merebaknya isu pencucian uang dan penyelundupan barang di beberapa negara di Asia Pasifik. ASEAN juga telah mengantisipasi perubahan tersebut di atas. Hal ini dapat dilihat dari hasil kesepakatan para pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 di Cebu, Filipina pada awal Januari 2007. Tiga poin penting kesepakatan tersebut yaitu mempercepat terwujudnya Masyarakat ASEAN (ASEAN Economic Community, Security Comunity dan menyepakati tahun 2015 diberlakukannya blok perdagangan bebas, dimana akan berlangsung liberalisasi arus barang, jasa, investasi dan modal di kawasan Asia Tenggara sebagai zona perdagangan paling besar di dunia, yang didukung sekitar 10 persen penduduk dunia. c. Isu kejahatan lintas negara dan kerjasama keamanan regional. Permasalahan keamanan regional pada dasarnya bertumpu pada isu-isu klasik di kawasan yang secara fenomenal telah berhasil diatasi melalui model kerjasama ASEAN. Isu fundamentalisme agama dan radikalisme agama tertentu di beberapa negara ASEAN, dituduh pihak Barat terkait dengan kegiatan jaringan terorisme internasional dan merupakan isu keamanan sentral sampai lima tahun ke depan. d. Dalam konteks kerjasama keamanan di kawasan Asia Tenggara, yang melibatkan Indonesia, Singapura dan Malaysia telah menunjukkan upaya cooperative security di kawasan. Hal ini terlepas dari adanya keinginan Singapura dalam mendorong terbentuknya RMSI (Regional Maritime and Security Initiative) yang dimotori oleh USPACOM (US Pasific Command) guna mengatasi isu kejahatan terorisme maritim dan keamanan laut di Selat Malaka dan sekitarnya. e. Keamanan perbatasan dan potensi konflik teritorial. Kondisi keamanan regional relatif stabil sejalan dengan semakin aktifnya negara-negara di kawasan untuk berdialog. Terkait dengan masalah perbatasan di kawasan, yang masih tingginya intensitasnya yang melibatkan Indonesia dengan Singapura, Malaysia, Filipina, Australia, Papua New Guinea, Vietnam, India, Thailand, Republik Palau dan Timor Leste. 1.1.3 Lingkungan Strategik Nasional Dinamisasi Perkembangan lingkungan strategis dalam negeri yang dihadapi oleh Indonesia masih akan menghadapi persoalan-persoalan seperti: a. Politik. Proses demokrasi di Indonesia dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun dapat terlaksanan dengan baik, hal ini dengan terlaksananya penyelenggaraan pemilu legislatif maupun eksekutif di tahun 2004 dan 2009 secara langsung dan transparan yang melahirkan nilai-nilai demokrasi sesuai dengan amanah undang-undang dan pancasila. Tetapi di satu sisi terjadinya penyimpangan tingkah laku sebagian pemimpin politik, baik di eksekutif maupun di legislatif dimana mereka lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan kelompoknya daripada kepentingan bangsa secara keseluruhan. b. Korupsi. Korupsi yang masih tinggi juga menjadi ancaman pencapaian bagi kemajuan bangsa. Penanganan tindak pidana korupsi oleh KPK dan aparat penegak hukum lainnya belum mampu memberikan efek jera bagi koruptor, terlebih masih adanya sikap tebang pilih oleh KPK dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia. Perlu terus menggalakkan gerakan anti korupsi yang juga merupakan langkah strategis untuk membersihkan Indonesia dari beroperasinya kaum koruptor. c. Konflik Komunal, Sosial dan Aksi Kekerasan. Meski langkah-langkah penegakkan hukum telah diambil, namun diperkirakan kasus-kasus kekerasan dan konflik-konflik komunal masih akan terjadi secara insidentil. Penanganannya diawali dengan pendekatan pembangunan kebangsaan, tanpa mengabaikan keberagaman budaya, dan pada saat yang sama dilaksanakan pembangunan kesejahteraan. Meskipun upaya peningkatan kualitas proses politik dalam rangka normalisasi dan stabilisasi kehidupan masyarakat disejumlah daerah konflik dan rawan konflik relatif berjalan Iambat, tetapi perbaikan struktur dan proses politik menuju resolusi konflik secara bertahap dapat berjalan dengan baik. Selain itu Konflik-konflik sosial yang terjadi disebabkan oleh gabungan dari dua atau lebih faktor, seperti sentimen kesukuan, sentimen keagamaan, rendahnya toleransi antar masyarakat dan adanya kesenjangan ekonomi di masyarakat d. Terorisme dan gerakan separatisme. Perlu adanya kerja sama yang baik antara Polisi, TNI, aparat intelijen, dan seluruh penyelenggara negara (penegak hukum), serta institusi internasional untuk mengatasi terorisme. Jika tidak, Indonesia akan tetap dipandang sebagai salah satu sarang terorisme di Asia Tenggara. Sementara itu persoalan separatisme, khususnya di Papua merupakan gerakan yang paling berbahaya dan menangancam eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini didorong oleh keinginan Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan Gerakan Aceh Merdeka di Aceh. e. Isu keamanan teritorial. Dalam perbatasan baik perbatasan darat maupun laut, terdapat sejumlah permasalahan tapal batas wilayah yang harus segera diatasi. Isu keamanan perbatasan tersebut, juga meliputi adanya kondisi pulau-pulau terluar yang berada dan berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga yang sesungguhnya berpotensi dapat lepas dari NKRI bila tidak dapat dipelihara dan dijaga dengan baik. f. Transnational Crime (Kejahatan Lintas Negara). Kegiatan kejahatan lintas negara sangat menonjol sehingga perlu pengawasan yang lebih ketat khusunya diwilayah-wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga baik perbatasan darat maupun laut. Transnational crime merupakan bentuk ancaman non-tradisional seperti illegal fishing, illegal logging, pencemaran sumber daya laut, peredaran obat terlarang (drug trafficking), penyelundupan (smuggling), penyelundupan orang (people smuggling), perdagangan wanita dan anak (woman and children trafficking), migrasi ilegal (illegal migrant), perompakan (armed robbery), pembajakan laut (maritim piracy), penyelundupan senjata (arms smuggling) dan terorisme. 1.1.4 Manajemen Strategik. Manajemen Strategik adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) tentang keputusan-keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan di masa mendatang . Dalam manajemen strategik diperlukan perencanaan startegik. Perencanaan strategik merupakan proses sistematis yang berkesinambungan, melalui proses pembuatan keputusan dengan memanfaatkan sebanyak mungkin pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis berbagai kegiatan untuk melaksanakan keputusan tersebut, dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang sistematis pula. Jadi tidak berlebihan jika dikatakan bahwa perencana strategik merupakan bagian terpenting dalam penyelenggaraan manajemen strategik. 1.1.5 Manajemen pertahanan. Manajemen pertahanan sebagai, "Suatu proses pengelolaan sumber daya nasional menjadi sumber daya potensial, pembinaan kekuatan/kemampuan hingga penggunaannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pertahanan keamanan negara". Dalam hal ini proses pengelolaan tersebut mengandung fungsi-fungsi manajemen. Pertahanan negara merupakan elemen pokok dalam rangka tetap tegaknya suatu negara. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 2 menyatakan bahwa hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri. Sedangkan, yang dimaksud dengan pertahanan bersifat semesta adalah keterlibatan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Pentingnya untuk memahami bagaimana hubungan antara perubahan lingkungan strategik dengan Manajemen startegik dan manajemen pertahanan. Manajemen strategik dan manajemen pertahanan sangat diperlukan dan menyikapi dinamika perubahan lingkungan strategik baik lingkungn global, regional maupun nasional. Negara akan dapat kokoh dan eksis apabila dapat menyikapi perubahan yang tejadi dalam lingkungan strategik tersebut. Sebaliknya negara akan hancur bila tidak dapat mempelajari dinamika perubahan lingkungan startegik dan tidak adanya manajemen strategik dan manajemen pertahanan dalam menghadapi perubahan tersebut. Contoh runtuhnya Uni Soviet merupakan akibat dari negara tidak mampu memahami perubahan lingkungan strategik dan tidak adanya manajemen strategik dan manajemen pertahanan yang solid. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab runtuhnya Uni Soviet yaitu : Pertama, Sistem marxisme-komunisme ternyata tidak memiliki kontrol efektif terhadap bidang politik dan ekonomi. Kedua, Marxisme-komunisme tidak memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan. Ketiga, Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi telah memberi peluang kepada negara-negara bagian untuk melepaskan diri dari Uni Soviet. Keempat, Sistem ekonomi pasar telah mengundang masuknya liberalisme dan kapitalisme yang bertentangan dengan komunisme. Kelima, Kaum buruh yang merupakan andalan marxisme-komunisme ternyata lebih memihak kapitalisme yang memberikan kebebasan untuk memiliki sesuatu dari pada komunis yang tidak mengakui hak individu. 1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang hubungan antara perkembangan lingkungan strategik dalam manajemen strategik dan manajemen pertahanan. Adapun tujuannya pembuatan makalah ini sebagai tugas dalam UAS sebagai persyaratan kelulusan dalam mata kuliah Manajemen Strategik dan Manajemen Pertahanan pada program pasca sarjana jurusan kajian stratejik ketahanan nasional Universitas Indonesia. 1.3 Rumusan Masalah Dalam makalah ini terdapat beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas yaiutu : 1) Bagaimana pentingnya pemahan terhadap perubahan lingkungan strategik dalam manajemen strategik dan manajemen pertahanan. 2) Bagaimana implementasi manajemen strategik dalam manajemen pertahanan Indonesia. 3) Menjelaskan pemahaman mengenai : a. Managemen b. Manjemen pertahanan universal dan Indonesia c. Governance, Management, Command, Leadership d. Defence Planing e. Managing Finance f. Manpower Manajemen g. Aquisition Manajemen h. Transparancy in Defence Management BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pentingnya Pemahan Terhadap Perubahan Lingkungan Strategik Dalam Manajemen Strategik dan Manajemen Pertahanan Pemahaman mengenai lingkungan strategik berangkat dari konsep lingkungan startegik menggunakan pemikiran W.Michael Guilliot dan Libor Frank. Konsep ini secara jelas menekankan pada sebuah analisa antara negara, baik regional maupun internasional, terkait dengan persepsi inheren suatu negara mengenai situasi geopolitik, ancaman dan sifat militer yang berkembang dalam periode-periode tertentu yang kemudian analisa tersebut menjadi guidance yang mempengaruhi negara dalam memaknai keamanan. Keamanan sebuah negara dan stabilitas politik dan militer pada lingkungan strategis sebuah negara akan menjadi faktor yang menjelaskan sebab-akibat yang berdampak pada perlunya negara melakukan pengembangan postur pertahanan demi merespon ancaman persainga di lingkungan startegiknya. Berdasarkan lingkup teritorialnya, lingkungan strategik sebuah negara dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : Pertama, lingkup antar negara-negara bertetangga. Kedua, dalam kawasan regional yang lebih luas. Ketiga, hubungan negara dengan negara-negara kuat lainnya (major power), baik regional maupun internasional. Perkembangan lingkungan strategik selalu membawa implikasi baik positif maupun negatif, secara langsung maupun tidak langsung. Dinamika perkembangan lingkungan strategik pada era globalisasi saat ini dan di masa yang akan datang berubah demikian pesat, cepat dan dinamis. Tantangan dan permasalahan di masa yang akan datang cenderung semakin kompleks oleh karena perkembangan dan kemajuan teknologi telekomunikasi dan transportasi serta teknologi informatika berpengaruh besar terhadap perubahan lingkungan strategik, selanjutnya globalisasi akan merubah tatanan kehidupan sosial, ekonomi serta pola dan sistem pertahanan, de-ngan demikian akan mempengaruhi pula pola kehidupan dimensi nasional, hubungan antar negara, regional dan internasional. Di sisi lain kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah merubah secara mendasar kehidupan manusia di dalam menjalankan aktivitas dalam berkehidupan, politik, ekonomi, sosial dan sistem pertahanannya. Teknologi yang berbasis pada informatika sebagai suatu simbol era globalisasi, telah terjadi suatu revolusi informatika tanpa mengenal letak geografis dan batas-batas negara yang dicapai melalui akses internet global yang berbasis kepada teknologi informasi. Dalam konteks Indonesia, lingkungan strategis terkecilnya adalah negara-negara yang memiliki batas teritorial yang berbatasan langsung dan memilki potensi konflik dengan Indonesia yaitu Singapura, Malaysia, Filipina, Papua Nuginie, Palau, Timor Leste, Australia, Thailand, Vietnam, India. Isue keamanan laut negara-negara di kawasan Asia Tenggara menunjukkan besarnya keuntungan ekonomis dan kekayaan sumber daya alam di dalamnya. Terdapat 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi keamanan laut di Asia Tenggara, yaitu: Pertama kepentingan kekayaan sumber daya laut dan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) sebagai konsekuensi hasil konvensi PBB ketiga mengenai hukum kelautan (UNCLOS). Kedua, Perubahan lingkungan regional pasca perang dingin dan mundurnya kekuatan militer Asia Tenggara. Ketiga, Keamanan maritim menjadi perhatian utama dari Angkatan Laut dalam mengatasi berbagai ancaman kedaulatan nasional yang berasal dari faktor eksternal seperti persoalan bajak laut, penyelundupan senjat, masalah narkoba sampai pada imigran gelap. Selain itu lingkungan strategik nasional seperti pelaksanaan pesta demokrasi yang berjalan sesuai undang-undang dimana rakyat langsung memilih wakil-wakilnya baik di lembaga eksekutif maupun legislatif menunjukkan kondusifnya pesta demokrasi di Indonesia pasca reformasi. Dalam hal penegakan hukum terutama kasus korupsi di Indonesia masih menjadi persoalan yang belum dapat dilaksanakan secara tuntas oleh aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, Polri dan Kehakiman. Hukuman pemiskinan terhadap pelaku koruptor belum menimbulkan efek jera dan pembelajaran bagi para pemegang kekuasaan yang memiliki peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Konflik-konflik komunal, sosial dan aksi kekerasan oleh ormas masih terjadi di Indonesia tetapi upaya penegakan hukum telah dilaksanakan secara preventif oleh aparat penegak hukum melalui pendekatan pembangunan kebangsaan, tanpa mengabaikan keberagaman budaya, dan pada saat yang sama dilaksanakan pembangunan kesejahteraan. Gerakan separatisme bersenjata dan terorisme masih menjadi ancaman yang sewaktu-waktu muncul dan mengancam keamanan masyarakat, integritas bangsa dan stabilitas nasional. Perlu kerjasama yang baik antar aparat kepolisian dan TNI serta masyarakat dalam memerangi gerakan separatisme dan terorisme yang timbul tenggelam dan sewaktu-waktu dapat muncul kepermukaan. Selain itu meningkatnya kejahatan lintas negara (transnational crime) dimana Indonesia menjadi daerah sasaran bagi para pelaku kejahatan lintas negara yang merupakan bentuk dari ancaman nirmiliter yang terdiri dari seperti illegal fishing, illegal logging, pencemaran sumber daya laut, peredaran obat terlarang (drug trafficking), penyelundupan (smuggling), penyelundupan orang (people smuggling), perdagangan wanita dan anak (woman and children trafficking), migrasi ilegal (illegal migrant), perompakan (armed robbery), pembajakan laut (maritim piracy), penyelundupan senjata (arms smuggling) dan terorisme yang potensi terbesar terjadinya di atau melalui laut. Perlu kerjasama yang baik dan bersinergis antar aparat penegak hukum di laut yang memiliki kewenangan dalam penegakan hukum di laut. pada lingkup provinsi, yaitu masalah yang timbul akibat dari pemberian otonomi daerah. Pada lingkup lokal, yang ditandai dengan pesatnya teknologi menyebabkan perkembangan hidup modern cepat masuk sampai ke pelosok Indonesia, namun tidak jarang justru bertentangan dengan nilai lokal sehingga menimbulkan cultural shock (krisis sosial). Selain krisis sosial, ancaman yang timbul yaitu akibat bencana alam karena Indonesia merupakan negara yang memiliki kondisi alam yang berpotensi terjadi bencana yang sangat tinggi seperti banjir , letusan gunung berapi di sinabung, Tsunami. Menyikapi perubahan lingkungan strategik baik ditingkat global,regional dan nasional maupun lokal maka negara Indonesia membutuhkan manajemen strategik dan manajemen pertahanan agar dapat menyesuaikan dengan dinamika perubahan lingkungan strategik yang terjadi. Mengutip Hadar Nawawi, Manajemen Strategik adalah perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil, agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operasional untuk menghasilkan barang dan / atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organisasi. Negara memerlukan pendekatan pertahanan yang komprehensif dalam menghadapi setiap ancaman dengan memadukan seluruh kekuatan bangsa, baik kekuatan militer maupun nirmiliter merupakan pengejawantahan sistem pertahanan yang dianut bangsa Indonesia yakni sistem pertahanan yang bersifat semesta. Karena itu perlu perencanaan yang strategik yang handal dan konfrehensif dalam menjawab persolan-persoalan yang dihadapi bagsa Indonesia. Untuk pertama kalinya manajemen strategik dikembangkan dalam kalangan militer Indonesia pada awal dasawarsa tujuh puluhan, guna mewujudkan suatu tatanan kekuatan nasional yang berperan melindungi keutuhan teritorial serta kedaulatan bangsa dan negara. Tatanan tersebut hingga saat ini dikenal sebagai sistem manajemen sumberdaya pertahanan dan keamanan dengan Sistem Perencanaan Strategis Pertahanan Keamanan Negara (Sisrenstra Hanneg) sebagai perwujudan rencana tindakan dan kegiatan mendasar dalam pola impelementasi. Perencanaan strategik merupakan proses sistematis yang berkesinambungan, melalui proses pembuatan keputusan dengan memanfaatkan sebanyak mungkin pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis berbagai kegiatan untuk melaksanakan keputusan tersebut, dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang sistematis pula. Jadi tidak berlebihan jika dikatakan bahwa perencana strategik merupakan bagian terpenting dalam penyelenggaraan manajemen strategik. Model manajemen strategik yang canggih seperti kita jumpai saat ini, dengan analisis lingkungan, analisis profil jati diri, strategi, misi dan visi organisasi dimana hubungan dan keterkaitan dapat memberikan indikasi pada apa yang diinginkannya (what is desired). Pemikiran strategi ini tidak begitu saja muncul sekali jadi. Pada mulanya pikiran strategis dalam pengelolaan organisasi amat sederhana sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya. Ketika lingkungan organisasi cenderung stabil dan selalu seirama dengan kepentingan organisasi maka model perencanaan strategik yang ada sangat sederhana hanya memberikan titik berat pada pemenuhan standar-standar operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, khususnya standar keuangan dan produktivitas (out put). Berbeda halnya dengan ketika lingkungan organisasi telah sering berubah dan cenderung memiliki tingkat turbulensi yang tinggi, seperti yang terjadi sekarang ini. Lingkungan organisasi berubah secara tidak terduga dan dengan arah yang tidak jelas. Perencana mulai memiliki tingkat kompleksitas yang lebih tinggi. Manajemen tidak saja dituntut untuk mengantisipasi masa depan, tetapi bahkan juga diminta untuk mempengaruhi masa depan itu sendiri. Prinsip time series, regresi linier (linieritas) cenderung tak berlaku dan sebagai gantinya manajemen selalu diminta untuk memiliki skenario banyak (kontinjensi) dan siap mengahadapi adanya diskontinuitas.Perhatian manajemen tidak ha-nya terfokus pada manajemen keuangan tetapi tampaknya harus lebih diarahkan pada manajemen produksi (mengembangkan kemampuan/kekuatan), pemasaran (sosialisasi) dan jasa pelayanan (publik) khususnya dalam perumusan dan eksekusi strategi bersaing yang kompetitif. Dengan penyederhanaan yang agak berlebihan, sejarah perkembangan manajemen strategik, dengan menggunakan tolok ukur waktu di negara maju dapat dikelompokkan dalam empat tahapan yang meliputi anggaran dan pengawasan keuangan, perencanaan jangka panjang, perencanaan strategik dan manajemen strategik. Peran manajemen di kalangan militer bukan suatu hal yang baru, pada dasarnya manajemen dan militer merupakan kesatuan proses yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu manajemen timbul dan berkembang searah dengan perkembangan militer itu sendiri dan searah dengan perkembangan berbagai disiplin ilmu yang lain. Peran historis manajemen dalam mendukung organisasi militer untuk meraih sukses penugasannya, diakui berbagai kalangan dan diadopsi untuk membantu organisasi lain mencapai tujuannya. Berbeda dengan yang dijumpai di negara maju lingkungan organisasi (militer) di negara yang sedang berkembang cenderung lebih sering berubah dan perubahannya seringkali mendadak sebagaimana di era reformasi yang sedang melanda Indonesia saat ini, dengan demikian memiliki kecenderungan yang tidak menentu. Setidaknya manajemen strategik telah memiliki peran yang signifikan dalam membantu organisasi TNI untuk mencapai tujuannya, termasuk di dalamnya peran historis yang selama ini disandang dan kini menjadi tidak populer yaitu dwi fungsi. Searah dengan memudarnya peran tersebut, maka banyak pihak mulai meragukan peran sistem perencanaan strategik dan mempertanyakan konstribusi yang diperoleh dari manajemen strategik. Akan tetapi di saat yang sama, manajemen strategik di lingkungan TNI juga mencari bentuk baru terutama disebabkan karena sulitnya melakukan predikasi lingkungan strategis yang telah direncanakan dan pada ke-nyataannya jarak antara rumusan dan implementasi semakin jauh. Tidak dapat dipungkiri bahwa memiliki pertahanan yang tangguh merupakan kebutuhan yang mendasar bagi suatu bangsa. Kemampuan pertahanan tidak saja penting dalam menjaga keselamatan bangsa, namun juga merupakan simbol kekuatan serta sarana untuk menggapai cita-cita, tujuan maupun kepentingan nasional, baik dalam aspek ekonomi (economic well-being) bahkan untuk mewujudkan tatanan dunia yang menguntungkan (favourable world order). Oleh karena itu dalam pengadaan alutsista pertahanan diperlukan perencanaan strategik yang matang dengan menyesuaikan sistem manajemen pertahanan yang telah direncanakan. Pada prinsipnya, pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Perkembangan lingkungan strategis senantiasa membawa perubahan terhadap kompleksitas ancaman terhadap pertahanan negara, yang dapat dilihat dari sifat, sumber, dimensi, dan spektrum ancaman. Pada hakekatnya, ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari luar maupun dari dalam negeri, yang dinilai dapat membahayakan kedaulatan negara dan keselamatan bangsa. Sifat ancaman tidak didominasi oleh ancaman militer saja, tetapi juga oleh ancaman nirmiliter, serta tidak terbatas hanya pada ancaman tradisional tetapi juga ancaman non-tradisional. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal. Sedangkan ancaman nirmiliter adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor nirmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman nirmiliter dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, teknologi dan informasi, serta keselamatan umum. Melihat kompleksitas ancaman yang sewaktu-waktu dapat terjadi di Indonesia maka TNI sebagai komponen utama pertahanan negara maka diperlukan manajemen pertahanan yang handal dan konfrehensif dalam memahami dan menyikapi peluang ancaman yang terjadi bagi Indonesia. Manajemen pertahanan yang baik yaitu bagaimana dalam memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki oleh negara baik itu sumber daya alam, sumber daya manusia, letak geografis negara dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam membangun alut sista pertahanan. Selain itu perlu adanya sinergitas antara TNI sebagai komponen utama pertahanan dengan komponen cadangan dan komponen pendukung untuk mengindahkan tataran dan lingkup kewenangan yang sudah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Guna menghadapi berbagai ancaman terhadap pertahanan negara, diperlukan sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pertahanan negara yang sistematis dengan manajemen dan kepemimpinan yang tepat, serta pengawasan yang terusmenerus. Ada tiga faktor kunci dalam pembangunan pertahanan negara. Pertama adalah sasaran strategis (strategic objectives) yang didasari oleh penilaian yang akurat terhadap prioritas ancaman; kedua, kemampuan pertahanan (defence capability) yang dibangun, dibina, dan dipersiapkan; ketiga adalah anggaran yang proporsional antara kebutuhan penanganan ancaman aktual dan kebutuhan pembangunan kekuatan pertahanan jangka panjang. 2.2 Implementasi Manajemen Strategik Dalam Manajemen Pertahanan Indonesia. Manajemen strategik merupakan suatu proses yang dinamik karena berlangsung secara terus-menerus dalam suatu organisasi. Setiap strategi selalu memerlukan peninjauan ulang dan bahkan mungkin perubahan di masa depan. Salah satu alasan utama mengapa demikian halnya ialah karena kondisi yang dihadapi oleh satu organisasi, baik yang sifatnya internal maupun eksternal selalu berubah-ubah pula. Dengan kata lain strategi manajemen dimaksudkan agar organisasi menjadi satuan yang mampu menampilkan kinerja tinggi karena organisasi yang berhasil adalah organisasi yang tingkat efektifitas dan produktivitasnya makin lama makin tinggi. Manajemen strategik berkaitan dengan upaya memutuskan persoalan strategi dan perencanaan, dan bagaimana strategi tersebut dilaksanakan dalam praktek. Manajemen strategik dapat dipandang sebagai hal yang mencakup tiga macam elemen utama. Terdapat adanya analisis strategik dimana penyusun strategi (strategis) yang bersangkutan berupaya untuk memahami posisi strategik organisasi yang bersangkutan. Terdapat pula adanya pilihan strategik yang berhubungan dengan perumusan aneka macam arah tindakan, evaluasi, dan pilihan antara mereka. Akhirnya terdapat pula implementasi manajemen strategi yang berhubungan dengan merencanakan pilihan strategi yang dapat dilaksanakan. Manajemen strategik berhubungan dengan proses memilih strategi dan kebijakan dalam rangka upaya memaksimasi sasaran-sasaran organisasi yang bersangkutan. Manajemen strategik meliputi semua aktivitas yang menyebabkan timbulnya perumusan sasaran-sasaran organisasi, strategi-strategi dan pengembangan rencana-rencana, tindakan-tindakan dan kebijakan untuk mencapai sasaran-sasaran strategik tersebut untuk organisasi yang bersangkutan secara total. Adapun fokus manajemen strategik adalah pada lingkungan eksternal dan pada operasi-operasi pada masa datang. Manajemen strategik mendeterminasi arah jangka panjang organisasi yang bersangkutan dan menghubungkan sumber-sumber daya organisasi yang ada dengan peluang-peluang pada lingkungan yang lebih besar Dalam pemenuhan kebutuhan pertahanan negara perlu langkah strategis dalam menentukan kebutuhan alutsista pertahanan. Oleh karenanya manajemen pertahanan negara perlu mengimplementasikan prinsip-prinsp manajemen strategik dalam pengelolaan manajemen pertahanan negara, bila dikaitkan dengan hakekat dari manajemen itu sendiri sebagai "suatu proses, seni dan ilmu mengelola sumber daya secara efektif dan efisien", kiranya dapat ditarik suatu rumusan bahwa apa yang dimaksud dengan manajemen pertahanan yaitu sebagai, "Suatu proses pengelolaan sumber daya nasional menjadi sumber daya potensial, pembinaan kekuatan/kemampuan hingga penggunaannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pertahanan keamanan negara". Dalam hal ini proses pengelolaan tersebut mengandung fungsi-fungsi manajemen. Akan tetapi manajemen pembinaan kekuatan/kemampuan pertahanan keamanan dan sub sistem manajemen penggunaan kekuatan/kemampuan pertahanan keamanan negara belum dirumuskan. Padahal penyelenggaraan pertahanan keamanan harus dilaksanakan secara komprehensif sebagai suatu sistem pertahanan keamanan yang utuh. Yang outputnya tentu saja selain terwujudnya komponen kekuatan pertahanan keamanan nasional, termasuk didalamnya Warga Negara yang memiliki ketahanan nasional yang tangguh. Sehingga tidak mudah diprofokasi dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan dan tujuan tertentu untuk kepentingan perorangan, kelompok atau bahkan tidak mustahil negara lain Pakar Manajemen Strategis, A. Bakr Ibrahim dan Kamal Arghyed dalam Azhar Arsyad, (2003;26) mengemukakan definisi berikut: “Strategic Management is the systematic and continuous process of selecting, implementing, and evaluating strategic choices. These decisions must be congruent with the organization’s mission, objective, and internal and external capabilities, for they will set the tone for the entire organization. Sedangkan mengutip Agustinus Sri, Manajemen Strategik adalah Suatu seni dan ilmu pembuatan (formulasi), penerapan (impelemntasi) dan evaluasi keputusan-keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan di masa yang akan datang. Proses penetapan tujuan organisasi, mengembangkan kebijakan dan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut, dan mengalokasikan sumberdaya untuk implementasi rencana-rencana tersebut. Karakteristik Manajemen Strategik , meliputi : (1) Berorientasi masa depan, (2) Berhubungan dengan unit bisnis yang kompleks, (3) Kebutuhan dan kejelasan tugas sangat tinggi seiring perubahan yang terjadi, (4) Batas-batas tugas tidak jelas, (4) Proses yang dijalankan tidak terpisah dari aktivitas manajerial lainnya, (5) Ada target waktu yang jelas, (5) Memerlukan perhatian manajemen puncak. Sedangkan Proses Manajemen Strategik terdiri dari : (1) Mendefinisikan kegiatan utama organisasi (core business), menetapkan visi dan misi, organisasi, (2) Menetapkan tujuan organisasi yang terukur, (3) Menyusun strategi untuk mencapai tujuan, (4) Mengimplementasikan dan mengeksekusi strategi, (5) Melakukan evaluasi. Manajemen sebagai suatu proses, seni dan ilmu mengelola sumber daya secara efektif dan efisien. Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan) dan controlling (pengendalian) kinerja dengan menggunakan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Manajemen berhubungan dengan pengelolaan sumber daya, yang meliputi sumber daya manusia, sarana, dan prasarana.. Manajemen merupakan elemen penting bagi tumbuhnya moril. Tanpa manajemen sumber daya yang baik disertai dukungan administrasi yang memadai, niscaya pembangunan moril akan sia-sia. Manajemen merupakan atribut komando, yang menyangkut pemberdayaan sumber daya yang sebaik-baiknya. Dalam pertahanan, manajemen menjalankan dua peran penting, yakni aspek ekonomis dari usaha pertahanan serta kesinambungan usaha pertahanan. Penyelenggaraan pertahanan negara sangat bergantung pada dukungan sumber daya nasional yang dapat ditransformasikan menjadi sumber daya pertahanan. Esensi manajemen sumber daya pertahanan adalah pengelolaan sumber daya pertahanan pada masa damai dan dalam keadaan perang. Manajemen sumber daya pertahanan sangat kompleks, mencakupi perencanaan, pengorganisasian, penggunaan, pengawasan, dan pengkomunikasian segenap sumber daya pertahanan, dari tingkat kebijakan sampai dengan tingkat operasional. Prinsip fundamental dalam penyelenggaraan manajemen sumber daya pertahanan adalah efektivitas pendayagunaan sumber daya untuk mencapai tujuan. Dalam manajemen sumber daya pertahanan, faktor efisiensi hendaknya tidak menghambat pencapaian tujuan pertahanan. Kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya harus dilakukan secara profesional melalui kalkulasi yang cermat dan didukung oleh pengawasan dan komunikasi yang efektif. Efektivitas penyelenggaraan manajemen sumber daya pertahanan ditentukan oleh organisasi dan kepemimpinan yang kenyal dan profesional. Organisasi pertahanan memiliki karakteristik yang kenyal, yakni mampu beradaptasi dengan dan mewadahi setiap perubahan, tanpa melakukan perubahan yang radikal. Sifat profesional ditunjukkan oleh pengawakan organisasi oleh tenaga manusia dengan tingkat kecakapan yang tinggi yang didukung oleh sistem rekrutmen yang sangat selektif serta suasana lingkungan kerja yang dinamis. Dalam kerangka itu, organisasi markas-markas besar termasuk Kementrian Pertahanan harus ramping dan padat teknologi, bukan padat manusia. Tingkat markas besar tidak menganut sistem kerucut, tetapi lebih mengutamakan pendekatan fungsi yang berbasis kinerja. Organisasi pada tingkat operasional sampai dengan kesatuan tingkat lapangan yang terdepan dari pertahanan militer disusun dengan sistem kerucut, terutama untuk matra darat dan berdasarkan fungsi Alutsista untuk matra laut dan udara. Organisasi untuk pertahanan nirmiliter, yakni Komponen Cadangan, disesuaikan dengan sifatnya sebagai komponen untuk memperkuat dan memperbesar Komponen Utama, yakni TNI. Susunan dan pembinaan Komponen Cadangan disesuaikan dengan organisasi dan pembinaan TNI yang terdiri atas matra darat, laut, dan udara dengan kekhasan masing-masing. Dalam Pengorganisasian Komponen Pendukung berdasarkan pada pengelompokan atau suku komponen pendukung untuk memudahkan pembinaannya dan berada dalam lingkup kewenangan instansi pemerintah di luar bidang pertahanan. Pembinaan Komponen Pendukung disesuaikan dengan garis kebijakan pembangunan nasional yang pelaksanaannya dipadukan dengan kepentingan pertahanan. Ukuran manajemen yang baik adalah kecakapan atau kemampuan untuk mencapai keseimbangan yang sehat, bukan karena surplusnya sumber daya, bukan pula karena keterbatasan sumber daya. Dalam Manajemen pertahanan Indonesia dan titik pusat (centre of gravity) dalam menetapkan enam output pokok-pokok kebijakan pertahanan negara antara lain: Pengintegrasian Komponen Pertahanan Negara di Wilayah, Kebijakan Pembentukan Desk Pengendali Pusat Kantor Pertahanan, Kebijakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan, Kebijakan Penyelarasan MEF Komponen Utama, Kebijakan Sistem Informasi Pertahanan Negara, dan Kebijakan Misi Pemeliharaan Perdamaian. Landasan proses perumusan kebijakan pertahanan negara Republik Indonesia untuk perencanaan pertahanan (defence planning) terkait dengan hal penyusunan program pengembangan kemampuan pertahanan nasional dan strategi pertahanan berbasis pada kemampuan sendiri. Dalam rangka membangun postur pertahanan negara yang handal, harus memiliki efek penangkalan (deterrence effect) melalui pembangunan sistem dan kekuatan (system building dan force building). Postur pertahanan negara yang handal diperlukan dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis dan ancaman baik secara global, regional, maupun nasional. Pembaharuan pengelolaan pertahanan selalu dilakukan untuk dapat menyinkronkan antara sasaran strategis dan kemampuan pertahanan, anggaran, dan kemauan politik nasional terhadap pertahanan dalam kerangka manajemen pertahanan yang komprehensif. Dalam pelaksanaannya perlu evaluasi yang merupakan bagian dari manajemen pertahanan yang diperlukan untuk up dating proses kebijakan pertahanan yang telah berjalan. Kebijakan pertahanan tersebut perlu dianalisis serta dievaluasi secara komprehensif pada setiap simpul strategis bidang pertahanan yang meliputi aspek regulasi, organisasi, sumber daya, doktrin, strategi, postur, dan anggaran. 3.1 Pemahaman Mengenai 3.1.1 Pengertian Manajemen Pengertian manajemen menurut beberapa ahli sangat bervariasi, diantaranya : a. James A.F. Stonner, mendifinisikan Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan danpengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. b. Menurut Dr. SP. Siagian dalam buku “Filsafat Administrasi” Management dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui oranglain. c. Menurut Ordway Tead yang disadur oleh Drs. HE. Rosyidi dalam buku “Organisasi dan Management “ mendefinisikan proses dan kegiatan pelaksanaan usaha memimpin dan menunjukkan arah penyelenggaraan tugas suatu organisasi di dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. d. Menurut Drs. Oey Liang Lee manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. e. Menurut R. Terry, Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. f. Menurut Luther M. Gulick yang disadur oleh Dr. BN.Silalai, Manajemen merupakan suatu kegiatan yang meliputi Perencanaan (Planning), Mengorganisir (Organizing), Melengkapkan tenaga kerja (Staffing), Mengarahkan (Directing), Menyelaraskan/Mengkoordinir (Coordinating), Melaporkan (Reporting), Menyusun anggaran (Budgeting). g. Menurut Henry Fayol, mendefinisikan Manajemen sebagai kegiatan yang meliputi Perencanaan (Planning), Mengorganisasi (Organizing), Memerintah (Commanding), Mengkoordinir (Coordinating), Mengawasi (Controlling). h. Menurut Koontz dan O. Donnel, mendefinisikan Manajemen sebagai kegiatan yang terdiri dari Perencanaan (Planning), Mengorganisir (Organizing), Melengkapkan Tenaga Kerja (Staffing), Mengarahkan (Directing), Mengawasi (Controlling). 3.1.2 Manajemen Pertahanan Universal dan Indonesia Manajemen pertahanan Universal merupakan suatu proses pengelolaan sumber daya nasional menjadi sumber daya potensial, pembinaan kekuatan/kemampuan sampai penggunaannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pertahanan keamanan negara. Dalam hal ini proses pengelolaan tersebut mengandung fungsi-fungsi manajemen. Manajemen Pertahanan dianggap sebagai supra sistem dari tiga sub sistem manajemen pertahanan yang terdiri dari ; sistem manajemen sumber daya, sistem manajemen pembinaan dan kekuatan/kemampuan pertahanan keamanan negara, sistem manajemen penggunaan kekuatan/kemampuan pertahanan keamanan. Dalam hal ini proses pengelolaan tersebut mengandung fungsi-fungsi manajemen. Akan tetapi manajemen pembinaan kekuatan/kemampuan pertahanan keamanan dan sub sistem manajemen penggunaan kekuatan/kemampuan pertahanan keamanan negara belum dirumuskan. Padahal penyelenggaraan pertahanan keamanan harus dilaksanakan secara komprehensif sebagai suatu sistem pertahanan keamanan yang utuh. Yang outputnya tentu saja selain terwujudnya komponen kekuatan pertahanan keamanan nasional, termasuk didalamnya Warga Negara yang memiliki ketahanan nasional yang tangguh. Sehingga tidak mudah diprofokasi dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan dan tujuan tertentu untuk kepentingan perorangan, kelompok atau bahkan tidak mustahil negara lain. Manajemen Pertahanan Indonesia yakni sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang berarti melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Guna mewujudkan kondisi tersebut, di samping menuntut tersedianya prajurit TNI yang profesional, diperlukan juga dukungan alutsista yang memadai sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pertahanan yang kuat bukan saja mampu menjaga kedaulatan dan kehormatan bangsa, namun juga menjadi instrumen yang efektif untuk kekuatan penangkalan (deterrent) dan bargaining position dalam hubungan antarnegara. Sebagai bagian integral dan tidak terpisahkan dari sumber daya nasional, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Oleh karena itu, pembinaan SDM harus menjadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan SDM Pertahanan yang mampu menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Selain itu, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah merubah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemanfaatan kemajuan iptek dalam bidang pertahanan dapat memperkuat pertahanan suatu negara dan juga menimbulkan ancaman bagi negara lain. Pemanfaatan teknologi dapat meningkatkan kemampuan alutsista dan peralatan militer lainnya, misalnya memperjauh jarak tembak rudal, meningkatkan kemampuan antiradar, meningkatkan kemampuan senjata kimia dan biologi (chemical/biological weapon). Sedangkan dari aspek ancaman yang ditimbulkan dapat berupa Electronic Warfare, Information Warfare, Cyber Warfare, dan Psychological Warfare. Kecanggihan alutsista dan keprofesionalan pengelolaan pertahanan negara merupakan buah dari keunggulan SDM yang mampu menguasai dan menerapkan iptek dalam bidang pertahanan. Untuk itu maka pengembangan SDM terus dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kemhan agar dapat menghasilkan SDM yang memiliki kemampuan profesionalisme yang diharapkan. Upaya untuk mencetak SDM pertahanan sudah dilakukan dengan didirikannya institusi pendidikan seperti Universitas Pertahanan (UNHAN), Sesko Angkatan (AD, AL, dan AU), Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan dan Pendidikan S2 yang diselenggarakan Kemhan bekerja sama dengan Perguruan Tinggi. Untuk menyesuaikan tuntutan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi pada masa kini dan masa mendatang, diperlukan SDM pertahanan yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang komprehensif serta profesional dalam mengelola Sistem Pertahanan Negara. Bukan aspek profesional saja, tapi juga sisi akademisnya. Selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam bidang pertahanan, program pembangunan SDM Pertahanan diselaraskan dengan perkembangan iptek dengan mengintegrasikan Sistem Pendidikan Pertahanan Negara (Sishanneg) dan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pembangunan Komponen Pertahanan Negara diprioritaskan pada pembangunan Komponen Utama, sedangkan penyiapan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan sumber daya yang tersedia. Pembangunan Komponen Utama juga didasarkan pada konsep pertahanan berbasis kemampuan (Capability–Based Defence) tanpa mengesampingkan kemungkinan ancaman yang dihadapi. Seiring dengan kecenderungan perkembangan lingkungan strategis, pelaksanaannya diarahkan pada tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force), yakni tingkat kekuatan yang mampu menjamin kepentingan strategis pertahanan yang mendesak, pengadaan alutsista dan peralatan lain. Mengingat keterbatasan kemampuan anggaran pemerintah serta kompleksitas tantangan yang dihadapi, maka secara Tri Matra Terpadu, pembangunan TNI-AD diarahkan pada tercapainya pemantapan kekuatan berupa kesesuaian dan pemenuhan personel dan alutsista sesuai standar. Sedangkan TNI-AL dan TNI-AU, diarahkan pada modernisasi dan pengembangan yang diarahkan untuk keseimbangan dan kesetaraan strategis dengan negara-negara sekitar Indonesia serta mengikuti perkembangan teknologi alutsista. 3.1.3 Governance, Management, Command and Leadership Perubahan paradigma dalam bidang kepemerintahan dalam era pasca reformasi ini menjadi topik utama dalam paradigma baru kepemerintahan di Indonesia. Aparatur pemerintah merupakan unsur pelayanan masyarakat perlu lebih dahulu menghayati serta menerapkannya sesuai tuntutan zaman yang sudah berubah. Bahwa paradigma lama yang selama ini menjadi aspek pemerintahan dengan kecenderungan dengan kekuasaan dan sekarang berubah menjadi kewenangan untuk pelayanan masyarakat, pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan perubahan era reformasi tersebut baik secara internal maupun perubahan lingkungan strategik yang sudah merupakan keharusan setiap pegawai negeri (aparatur) memahami dan melaksanakan secara baik. Dalam pengertiannya bahwa Pemerintah adalah merupakan salah satu unsur dari tiga unsur berdirinya sebuah negara disamping rakyat dan wilayah. Selanjutnya unsur pemerintah merupakan sebuah kekuasaan (power) untuk menjalankan pemerintahan dengan melayani kepentingan rakyat serta bertugas/berhak menjalankan roda pemerintahan dengan peraturan perundangan serta peraturan lainnya untuk mengatur rakyat dengan tujuan tercapainya kesejahteraan rakyat itu sendiri. Kekuasaan yang diberikan tersebut merupakan tugas untuk mengatur dan pelaksanaan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat serta melakukan pungutan pajak dan retribusi serta mengatur jalannya perekonomian dalam sebuah Negara. Istilah kepemerintahan dalam bahasa Inggris disebut Governance yang berarti “Act, fact, manner, of governing”, jika diterjemahkan berarti tindakan, fakta, pola, dari kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Governance merupakan suatu proses atau kegiatan, oleh Kooiman (1993) berarti merupakan serangkaian kegiatan (proses) interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut. Menurut Prof. Bintoro Tjokroamidjojo (34:2000) dalam Buku Paradigma Baru Management Pembangunan, mengemukakan bahwa Governance berarti ; memerintah, menguasai, mengurusi, mengelola. Kemudian kutipan pendapat Bondan Gunawan dengan istilah penyelenggaraan sebagai terjemahan dari Governance. Begitu juga dalam pidato Presiden RI tanggal 16 Agustus 2000 istilah Governance diterjemahkan menjadi pengelolaan. Kesimpulan pengertian Governance disamping berarti kepemerintahan, juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan bisa juga diartikan Pemerintahan. a. Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) Pengertian istilah Good adalah Pertama; merupakan nilai-nilai yang sesuai keinginan rakyat atau nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai tujuan nasional : kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua; aspek-aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dalam pelaksanakaan tugas untuk mencapai tujuan. Menurut UNDP tentang definisi Good Governance adalah sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara Negara, sektor swasta dan masyarakat, dalam prinsip-prinsip; partisipasi, supremasi hukum, transparansi, cepat tanggap, membangun konsesus, kesetaraan, efektif dan efisien, bertanggungjawab serta visi stratejik. Menurut AKIP (LAN & BPKP, 2000) bahwa proses penyelenggaraan kekuasaan Negara dalam menyediakan Public Good and Sevices disebut Governance (pemerintah atau kepemerintahan), sedang praktek terbaiknya disebut Good Governance (kepemerintahan yang baik). Dituntut dalam pelaksanaan yaitu; Koordinasi (aligment) yang baik dan Integrasi, Profesionalisme serta Etos Kerja dan Moral yang tinggi. Mewujudkan pemerintah yang baik diperlukan komitmen dari semua pihak (pemerintah dan masyarakat). Sedangkan Wujud Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) adalah Penyelenggaraan Negara yang solid dan bertanggung jawab dan efektif dan efisien dengan mensinergikan interaksi yang konstruktif diantara domein domein Negara. Good Governance bersenyawa dengan Sistem Administrasi Negara dengan berupaya menyempurnakan sistem administrsi Negara tersebut. Oleh Bagir Manan (1999) menyatakan bahwa Sangat wajar apabila tuntutan penyelengaraan pemerintahan yang baik terutama ditujukan pada pembaharuan admistrasi negara dan penegakan hukum. Untuk mewujudkan Good Governance tersebut adalah berbagai karakteristik dan ciri ciri ditelaah dan dilaksanakan dan diikuti dengan sebenarnya dalam perwujuduan Good Governance . Sedangkan ciri ciri Good Governance menurut PP No.101 tahun 2000 yaitu ; Profesionalitas, akutanbilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. b. Good Governance Kemhan Upaya mewujudkan good governance Kemhan dengan dilaksanakannya reformasi kelembagaan (institusional reform) yang menyangkut pembenahan seluruh unsur-unsur di dalam Kemhan, baik struktur maupun infrastrukturnya dan reformasi manajemen publik (public management reform) dengan menggunakan model manajemen pemerintahan yang baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. c Management, Command, Leadership Manajemen dapat artikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian dan staf, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan dalam suatu organisasi dengan cara yang sistematis untuk mencapai sasaran (kelembagaan) tertentu. Seorang Manajer dituntut mampu mengembangkan dan memberdayakan orang-orang dan membuat sebuah organisasi lebih efektif dan efisien. Ada empat pilar manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian dan melengkapi tenaga kerja, Mengarahkan dan memimpin, memonitor dan mengontrol. 1. Perencanaan adalah pemilihan dan penentuan tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuanorganisasiyang diinginkan. Perencanaan bisa bersifat strategis, jangka pendek, jangka panjang. Perencanaan menjelaskan tujuan dan pendekatan (strategi, kebijakan, prinsip-prinsip) dan merupakan dasar untuk membuat keputusan tentang pengorganisasian dan staf. 2. Pengorganisasian dan melengkapi tenaga kerja adalah merupakan kegiatan membentuk organisasi tugas untuk memudahkan mengeneralisir suatu pekerjaan.Setelah pengorganisasian dibentuk maka dilaksanakan rektrutmen untuk mengisi staf yang akan ditempatkan dalam organisasi yang telah dibentuk untuk mencapai tujuan yang ditentukan. 3. Mengarahkan dan memimpin adalah proses bagaimana manjer untuk memberikan motivasi, mengarahkan staf sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam memimpin setiap manajer memiliki seni yang berbeda-beda dalam menjalankan suatu organisasi tetapi tujuannya sama yaitu memenuhi target perusahaan/organisasi. 4. Memonitor dan mengontrol merupakan suatu tahapan untuk mengetahui kinerja staf sehingga dapat melaksanakan evaluasi terhadap kinerj yang telah dihasilkan sebagai bahan masukan untuk program selanjutnya. Perintah (Command) dalam manajemen bertujuan untuk menanamkan suatu visi dan misi organisasi sehingga dapat dipahami dan dilaksanakan oleh bawahan/staf dengan tujuan mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Pencapaian tujuan organisasi sesuai yang diharapkan maka perlu mendapatkan reward bagi staf atas keberhasilan yang telah dicapai, tetapi sebaliknya bila tujuan tidak terlaksana maka perlu evaluasi terhadap kinerja staf. Keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan dari keberadaan seorang pemimpin (Leadership). Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan merupakan unsur vital untuk membangun, memelihara, dan mempertahankan moril. Kepemimpinan berada di segala tingkatan, dari satuan terkecil sampai yang paling tinggi. Semua pemimpin harus mengakui bahwa keberhasilan atau kegagalan bergantung pada keseriusan dan kesungguhan dalam menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya. Potensi kepemimpinan dapat dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan penugasan yang terancang dan tertata. Kepemimpinan diawali dari disiplin pribadi sang pemimpin dan merupakan proses yang berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Kepemimpinan adalah unsur vital untuk membangun, memelihara, dan mempertahankan moril. Kepemimpinan berada di segala tingkatan, dari satuan terkecil sampai yang paling tinggi. Semua pemimpin harus mengakui bahwa keberhasilan atau kegagalan bergantung pada keseriusan dan kesungguhan dalam menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya. Kepemimpinan adalah proyeksi dari kepribadian dan karakter untuk membawa bawahannya melakukan apa yang baik dan benar untuk organisasi, bukan apa yang baik bagi pemimpin. Pemimpin mempromosikan kepada bawahannya keputusan yang akurat dan tindakan yang menentukan, memberikan contoh dan nasehat, mendorong dan membangkitkan semangat, memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berkembang, serta mampu mengukur kemampuan dan batas kemampuan bawahan. 3.1.4 Defence Planing Perencanaan pertahanan adalah, mewujudkan pertahanan negara yang tangguh, dengan misi menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, serta keselamatan bangsa. Dalam konteks pertahanan negara, diperlukan anggaran yang memenuhi unsur-unsur pertahanan negara. Perencanaan pertahanan negara sangat tergantung pada besarnya anggaran pertahanan yang dialokasikan oleh pemerintah. Dalam rangka membangun postur pertahanan negara yang handal, harus memiliki efek penangkalan (deterrence effect) melalui pembangunan sistem dan kekuatan (system building dan force building). Pembaharuan pengelolaan pertahanan selalu dilakukan untuk dapat menyinkronkan antara sasaran strategis dan kemampuan pertahanan, anggaran, dan kemauan politik nasional terhadap pertahanan dalam kerangka manajemen pertahanan yang komprehensif. Dalam pelaksanaan perencanaan pertahanan perlu disusun dari dua arah secara bersamaan. Jadi tidak hanya berdasar pada prinsip perencanaan dari bawah (bottom up planning) tapi juga perencanaan dari atas (top down planning). 3.1.5 Managing Finance Penyelenggaraan pertahanan negara sangat bergantung pada besarnya anggaran pertahanan yang dialokasikan pemerintah. Selama ini penentuan jumlah anggaran pertahanan banyak didasarkan pada faktor kemampuan keuangan negara dan prioritas pembangunan. Anggaran pertahanan di negara manapun merupakan isu yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan proses penyusunan anggaran pertahanan sangat bergantung pada penilaian dari situasi lingkungan dan ancaman yang ada. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah seberapa besarkah ketersediaan alokasi anggaran negara dengan pertimbangan prioritas di luar bidang pertahanan. Sebagai langkah awal dalam penyusunan anggaran pertahanan, proses perencanaan dan penyusunan kebijakan pertahanan nasional diawali dengan penyusunanstrategic defense review (SDR). SDR akan menjadi referensi dari pembangunan kekuatan pertahanan suatu negara berbentuk dokumen publik yakni buku putih pertahanan. Secara umum proses penyusunan anggaran terdiri dari tiga tahap yaitu perencanaan, pembuatan program dan terakhir penyusunan anggaran (PPA). Dalam konteks pengawasan demokratis terhadap sektor pertahanan dan keamanan, semua proses ini seharusnya terbuka dan melibatkan masyarakat sipil. Bahkan, secara teoritis masyarakat berhak untuk mengetahui tahap yang lebih detail disebut proses pengarahan (steering process), proses pendukung, dan ketiga proses pertahanan yang merupakan implementasi dari anggaran yang dialokasikan. Istilah anggaran pertahanan (defense budget) seringkali disebut di berbagai dokumen resmi, seminar, konferensi maupun media massa. Penggunaan istilah ini seringkali tertukar atau disamakan dengan pembelanjaan militer (military expenditure) meskipun sebenarnya dua istilah ini merupakan dua hal berbeda. Anggaran pertahanan adalah semua pengeluaran negara di bidang pertahanan terkait dengan belanja personel, belanja rutin dan pemeliharaan, pengadaan senjata, serta penelitian dan pengembangan yang tercatat secara resmi dalam pos Kementerian Pertahanan. Anggaran militer biasanya terdapat pada anggaran negara yang setiap tahun diusulkan pemerintah kepada parlemen. Dalam menyusun suatu anggaran ataupun melakukan kajian lebih mendalam tentang anggaran pertahanan, maka perlu diketahui berbagai pos anggaran yang ada dalam anggaran pertahanan Indonesia. Sebagaimana anggaran manapun, secara umum pos-pos yang ada adalah untuk personel, barang/jasa, pengadaan dan pemeliharaan senjata, serta penelitian dan pengembangan. Oleh karena itu, bentuk standar anggaran pertahanan mencakup pengeluaran rutin serta pengeluaran pembangunan (pengadaan dan pemeliharaan alutsista). Pengeluaran untuk personel beserta berbagai tunjangannya dimasukan dalam satu pos tersendiri, pengadaan dan konstruksi menjadi pos tersendiri; dan, operasi dan pemeliharaan masuk dalam pos tersendiri. Penyusunan anggaran pertahanan di Indonesia melalui proses berjenjang. Dari tingkat bawah yaitu usulan dari ketiga angkatan diteruskan ke tingkat Mabes TNI kemudian ke Departemen Pertahanan. Setelah melibatkan pembicaraan ditingkat antar departemen yang diantara melibatkan Departemen Keuangan dan Bappenas, maka anggaran pertahanan resmi yang telah mengalami pengurangan dari proposal awal kemudian diajukan kepada parlemen. Selanjutnya parlemen bisa melakukan amandemen terhadap semua anggaran negara termasuk anggaran pertahanan. 3.1.6 Manpower Management Manusia merupakan unsur penting dalam sumber daya militer. Dengan individu-individu yang berkualitas dan bermotivasi tinggi saja, sistem penganggaran dan persenjataan dapat menjadi kapabilitas militer yang efektif yang diperlukan untuk menjaga keamanan bangsa. Mengelolanya dengan cara pengelolaan yang baik, mendapatkan orang yang benar untuk pekerjaan yang sesuai pada waktu yang tepat dan memotivasi mereka untuk bekerja keras dan cerdas adalah hakekat dari militer yang sukses. Tetapi, seperti situasi manapun yang melibatkan motivasi manusia, terutama di dalam keadaan-keadaan ganjil dari kehidupan militer, ini adalah suatu tantangan manajemen tentang kompleksitas yang cukup besar. Dalam konsepnya, tujuan dari manajemen SDM cukup jelas yaitu memiliki sejumlah individu yang tepat yang memiliki keahlian dan keterampilan, pengalaman, usia dan tingkatan level yang diperlukan untuk mempertahankan strukturisasi angkatan yang dibutuhkan. Tantangan timbul dari kenyataan bahwa strukturisasi angkatan yang dibutuhkan tersebut secara konstan dan terus menerus berevolusi dan mentransformasi diri mereka dalam menanggapi perubahan-perubahan di dalam lingkungan keamanan, teknologi militer, ambisi nasional dan batasan-batasan keuangan. Sebaliknya, sistem manajemen SDM, pada khususnya mensyaratkan waktu yang panjang untuk merekrut, melatih, menyebarkan, mempromosikan dan merilis individu-individu dengan tujuan membentuk kembali profil SDM militer untuk memenuhi kebutuhan dari struktur kemiliteran. Globalisasi dan teknologi menjadikan penting bagi militer untuk merubah struktur organisasinya, konsep operasinya dan inventaris peralatannya, dengan tujuan untuk mencapai ketangkasan dan ketanggapan yang diperlukan guna menghadapi dunia yang penuh dengan ancaman yang tidak menentu. Ketika SDM adalah media/sarana melalui mana semua perubahan harus dicapai, maka adalah sangat penting manajemen SDM agar menjadi sama tangkas dan responsif. Namun, berdasarkan strategi/desain, sistem militer merupakan sistem data yang tertutup. Dalam ketertinggalannya, mereka membutuhkan waktu yang lama untuk menggambarkan ulang diri mereka sendiri guna menuju perubahan keadaan, khususnya dalam mengeliminasi kekurangan dan kelebihan SDM, baik dari segi jumlah maupun dari segi keahlian khusus. Pada waktu yang bersamaan, perubahan demografi dan pertumbuhan kebutuhan keahlian yang konfergen/sama, baik dalam lingkungan militer maupun sektor sipil, meningkatkan kompetisi terhadap sumber daya manusia yang memiliki keahlian yang serupa. Kedua faktor berikut, internal yaitu kelambanan struktural dari sistem SDM militer tradisional dan eksternal yaitu kompetisi keahlian yang mewakili tantangan besar terhadap kesuksesan dari transformasi angkatan militer dan juga menggarisbawahi kebutuhan terhadap konsep-konsep manajemen angkatan (militer) yang inovatif, memungkinkan perubahan secara cepat dari penawaran SDM bergeser menjadi kebutuhan terhadap SDM yang terampil. Meningkatkan ketanggapan dari struktur SDM militer untuk merubah tuntutan-tuntutan militer berarti meningkatkan insentif-insentif di mana individu harus masuk, menetap dan meninggalkan militer secara sukarela sebagai tuntutan guna perubahan pelayanan mereka. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan memiliki sistem manajemen sumber daya manusia yang fleksibel untuk membentuk hal-hal seperti upah, skema masa pensiun, penugasan kembali dan pemisahan bonus, pemberian insentif dan kesempatan dalam pendidikan, dapat membantu merekonsiliasi ketertarikan dan preferensi/pilihan individu terhadap militer. Juga dapat diartikan, bahwa upah dan keuntungan lainnya yang dapat diperoleh dari militer harus tetap kompetitif/bersaing dengan upah dan keuntungan yang dapat diperoleh dari sektor privat. Sistem manajemen SDM harus menjadi lebih inovatif dengan cara yang berbeda, khususnya dalam mengeksploitasi peningkatan fleksibilitas pasar tenaga kerja dan menjadi lebih terbuka terhadap gerakan lateral dari individu yang ahli/terampil antara pekerja/tenaga kerja militer dan sipil. Dalam rangka menyediakan saluran bagi gerakan-gerakan tersebut, pasukan cadangan dapat menjadi katalis untuk secara dramatis meningkatkan fleksibilitas penyediaan sumber daya manusia; sebagai konsekuensinya mereka akan menjadi elemen utama dalam transformasi militer yang lebih luas. Betapapun inovatifnya, manajemen SDM tidak akan pernah sukses/berhasil kecuali terintegrasi ke dalam suatu sistem perencanaan dan penganggaran pertahanan yang efektif yang secara rasional menghubungkan semua sumber daya untuk strategi militer dan secara berkesinambungan mengkaji pola penggunaan sumber daya terhadap strategi militer tersebut. Hanya dengan cara inilah dimungkinkan secara logika mendefinisikan permintaan untuk SDM militer, tidak hanya dalam hal jumlah namun juga dalam hal seluruh spektrum atribut yang diperlukan, termasuk keahlian/keterampilan kerja, usia, pengalaman, dan level pangkat. Oleh karena itu, perencanaan kebutuhan SDM idealnya harus dimasukkan/ digabungkan ke dalam perencanaan pertahanan melalui serangkaian waktu yang terintegrasi. Pada tingkat strategis, katakanlah 20 tahun ke depan, fokusnya akan berada pada parameter perencanaan yang lebih luas berdasarkan penilaian mengenai apa perkembangan lingkungan strategisnya dan perkembangan teknologi mengimplikasikan pada jenis angkatan militer yang mungkin akan dibutuhkan di masa depan. Pada tahap ini para perencana juga akan memperhatikan implikasi yang luas dari perkembangan demografi, ekonomi, dan lingkungan sosial di mana angkatan militer masa depan dapat tumbuh dan terorganisasi dan perubahan apa yang akan dibutuhkan di dalam sistem manajemen SDM untuk mengakomodasi mereka. Perencanaan jangka panjang, katakanlah jangka waktu 10 sampai 15 tahun, akan dimulai dengan kesulitan pada jumlah dibandingkan dengan kebutuhan yang akan datang sebagaimana juga pada rencana akuisisi struktur dan peralatan pasukan/angkatan. Pada sisi penyediaan, kebutuhan sumber daya manusia akan dibandingkan dengan perkiraan ketersediaan untuk tujuan mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang timbul dan akan memformulasikan pilihan-pilihan kebijakan yang dibutuhkan. Perencanaan operasional, jangka waktu 3 sampai 5 tahun, akan berfokus pada identifikasi kebutuhan/persyaratan organisasi yang detail sementara pada sisi penyediaan, pencarian akan dimulai terhadap invididu khusus yang sesuai dengan persyaratan/kebutuhan-kebutuhan tersebut. Untuk mencapai ketangkasan dan ketanggapan yang dibutuhkan guna memastikan bahwa penyedian SDM memang pada kenyataannya bertujuan meraih kebutuhan perubahan mensyaratkan bahwa ketiga tahap perencanaan sumber daya manusia ini yaitu strategis, jangka panjang, dan operasional harus di harmonisasi dan dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan. Sebagaimana aspek lain dari transformasi militer, reformasi pada manajemen sumber daya manusia secara pasti akan menghadapi hambatan institusional dan politik yang selalu ada dalam perjalanan mencapai perubahan. Pada dasarnya perubahan akan melahirkan resistensi/daya tahan, dan hal ini akan sangat bermanfaat/berguna karena perubahan dapat sangat mahal dan tidak menyenangkan serta berkonsekuensi tidak dapat diubah. Terlebih pada militer, di mana konsekuensi dari perubahan malah dapat menyebabkan kehancuran. Uji coba dapat berfungsi untuk menguji keuntungan yang dapat mereka peroleh, menyediakan informasi pengeluaran/biaya yang dibutuhkan mereka, menyoroti praktek pelaksanaannya, mengeluarkan/menghilangkan konsekuensi yang tidak terduga dan akhirnya memberikan saran untuk perbaikan. Yang lebih penting lagi, apabila pengujian dalam memvalidasi konsep manajemen SDM ini berhasil, konsep ini akan digunakan oleh otoritas yang berkuasa untuk mengimplementasikannya, juga oleh pihak yang harus menggunakan manajemen ini, dan juga oleh pihak yang dapat terpangaruh oleh manajemen tersebut. Pada akhirnya, praktek manajemen SDM adalah lebih dari hanya sekedar sistem akan tetapi adalah mengenai masyarakat dan kultur militer yang mereka tinggali. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa perubahan ini berada pada arah yang benar. 3.1.7 Aqusition Management Akusisi adalah proses kegiatan terpadu yang dilaksanakan dalam upaya pengadaan melalui tahap-tahap penentuan kebutuhan, penjajagan konsep, peragaan dan validasi, pengembangan prototipe, penentuan tipe serta produksi dan penerimaan. Akuisisi bersumber dari lembaga-lembaga eksternal dan digunakan dalam membangun kemampuan militer secara efektif. Lembaga-lembaga eksternal seperti industri pertahanan merupakan pemasok dari peralatan yang diperlukan dan/atau jasa (layanan) melalui kontrak pengadaan dengan mekanisme pengaturan yang mengatur rantai pasokan peralatan militer. namun proses akuisisi juga dapat digunakan untuk memperoleh material non-militer yang merupakan perlengkapan yang diperlukan dalam suatu pertahanan seperti sistem informasi atau pertahanan infrastruktur kantor. Pelayanan berarti kegiatan non-fisik yang diperlukan dalam membangun kemampuan militer dan dapat diperoleh dari luar (eksternal), misalnya berbagai bentuk pendidikan, pelatihan, kursus dan dukungan logitik. Walaupun akuisisi mencakup kegiatan pengadaan, sebuah istilah umum digunakan untuk merujuk kepada pembelian barang dan jasa oleh pemerintah dari supplier eksternal. Sistem persenjataan modern yang komplek, dengan harga yang mahal memerlukan suatu proses pengadaan yang cukup lama. Keputusan yang dibuat dalam proses akuisisi tersebut perlu persiapan dan perencanaan yang baik untuk menghindari kesalahan dalam proyek pengadaan peralatan militer. Dapat dikatakan bahwa akusisi merupakan suatu siklus pengadaan peralatan milter mulai dari proses perencanaan, penyediaan, penerimaan sampai pada penghancuran (disposal). Namun, akuisisi tidak hanya bertujuan untuk menyediakan peralatan dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pengguna tetapi juga untuk memastikan bahwa anggaran pertahanan digunakan dengan bijak untuk pengadaan peralatan militer dan peralatan tersebut yang diperoleh telah mewakili nilai uang untuk pembayaran pajak. Kewajiban ini memerlukan akuisisi manager untuk mengidentifikasi keseimbangan transaksi antara performa yang diperlukan oleh pengguna, biaya proyek-proyek dan deseleksi dan untuk menemukan solusi yang dapat diterima yang mengatasi permasalahan yang sering muncul antara suplier dengan pengguna. Pada gilirannya hal ini merupakan persyaratan secara keseluruhan agar proses akuisisi sesuai dengan tujuan yang diinginkan, disiplin dan transparan. Lebih jauh lagi, risiko ataupun potensi yang tidak terduga seperti adanya kerusakan merupakan akibat peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dari suatu akuisisi, pada kenyataannya kompleksitas, biaya, dan kecanggihan teknologi, daya tahan peralatan dari banyak sistem senjata membuat akuisisi merupakan salah satu tugas yang beresiko pada saat sekarang sehingga perlu kematangan manajerial dalam proses akuisisi. Manajemen Akuisisi melibatkan aplikasi manajemen teknik dan proses dengan tujuan untuk mengurangi resiko proyek dan membantu memastikan kemampuan yang akan disampaikan pada saat yang diperlukan dengan biaya yang terjangkau. Proses akuisisi melibatkan tenaga kerja dari berbagai disiplin ilmu dan keterampilan. Akuisisi biasanya terlalu rumit untuk dilakukan oleh satu individu, atau bahkan oleh kelompok individu, dan tugas secara keseluruhan akan perlu bersama di antara berbagai aktor. secara luas ada beberapa kategori orang atau pihak yang terlibat. Pertama, mereka (orang-orang) yang memutuskan di atas persyaratan untuk peralatan dan/atau jasa yang akan diperoleh. Persyaratan efektif dalam pengaturan ini tidak berlangsung dalam suatu momen tunggal saja tetapi memerlukan suatu jangka waktu dan studi lama yang selama ini dilaksanakan secara bertahap sehingga dapat diperjelas dan dijabarkan lebih terinci. Dalam hal ini melibatkan orang-orang yang memiliki pengetahuan militer atau bekerja dalam bidang militer yang mengetahui spesifikasi kemampuan peralatan yang diperlukan untuk mendukung tugas militer. Kedua, berbagai pemangku kebijakan yang ada di dalam pemerintahan maupun lembaga-lembaga yang mengelola proyek akuisisi mulai dari menetapkan persyaratan terperinci, kontrak dengan suplier, memastikan pengiriman peralatan yang diperlukan dan/atau jasa sampai pada proses penghancuran (disposal) peralatan militer tersebut. Akuisisi sendiri melibatkan berbagai sub-spesialisasi profesi, seperti persyaratan manajemen, manajemen proyek, manajemen risiko, administrasi, manajemen keuangan, dukungan manajemen, manajemen kualitas, manajemen keselamatan, keandalan manajemen, kontrak dan masalah hukum dan masalah kebijakan. Kategori ketiga dari pemangku kepentingan terdiri dari orang-orang yang akan mengawasi dan memastikan kelayakan proyek akuisisi tersebut. Lembaga eksternal. Pemangku kepentingan ini juga beroperasi pada proyek di tingkat mendelegasikan kuasa untuk akuisisi manager, pengaturan sasaran proyek dan monitoring kinerja proyek. Kategori terakhir pemangku kepentingan lembaga eksternal yang memiliki sarana untuk memasok peralatan dan/atau layanan akan didapat. Mereka biasanya swasta tetapi kategori ini mungkin juga termasuk pemerintah yang lain atau lembaga pemerintah lain. Dalam pelaksanaan tugas militer senantiasa dimulai dari suatu perencanaan yang startegis dari kebijakan pertahanan yang telah dirumuskan dan ditetapkan untuk mencapai keberhasilan tugas angkatan bersenjata. Akuisisi merupakan suatu proyek bagaimana kemampuan mennyediakan peralatan pertahanan dengan bekerjasama dengan lembaga-lembaga eksternal, mengingat bahwa tantangan yang dihadapi oleh militer semakin kompleks seperti : 1) Ancaman : Bentuk-bentuk ancaman baru dengan karakternya harus dapat dithadapi dengan kesiapan kekuatan militer serta teknologi yang mendukungnya. 2) Kebijakan : Tugas militer yang semakin kompleks sehingga memerlukan ketrampilan dan kemampuan personel dalam pengawakan peralatan. Contoh penekanan pada expeditionary operasi NATO dan negara Eropa yang memerlukan angkatan bersenjata yang lebih fleksibel, deployable dan berkelanjutan. 3) Teknologi : Perkembangan dan kemajuan teknologi harus dapat mempermudah pelaksanaan tugas militer. 4) Doktrin : Doktrin militer harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis serta kemampuan angkatan bersenjata yang dimiliki oleh suatu negara. Doktrin harus dapat membuat perubahan baru dan kearah yang lebih baik dalam pelaksanaan tugas militer. Keterbatasan anggaran pertahanan merupakan suatu hal yang mustahil untuk dapat mengatasi persoalan tersebut sehingga perlu ketelitian dan ketenangan serta secara logika untuk memprioritaskan kebutuhan utama alat pertahanan. Kebijakan dan perencanaan pertahanan dalam proses pengadaan, penawaran peralatan/alutsista seperti tank, pesawat, kapal dan senjata perorangan sering kali tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dikarenakan ingin mengejar proyek akuisisi, contoh adalah peralatan militer yag sudah tua sudah sepatutnya diganti dengan yang baru atau karena negara-negara sekitar yang merupakan ancaman potensial memiliki alat persenjataan yang baru sehingga negara juga perlu menyediakan dan menyiapkan untuk angkatan bersenjatanya sebagai kekuatan tandingan. Hal ini merupakan sesuatu yang lazim tetapi bukan hal yang baku, karena pemikiran tersebut dapat menyebabkan kurang optimalnya dalam pengambilan keputusan tentang peralatan militer mana yang harus didapatkan. Trend terbaru terhadap perencanaan berbasis kemampuan telah membantu dan memaksa pengambil kebijakan untuk menetapkan persyaratan dan berpikir lebih luas dalam mempertimbangkan secara teknis untuk mencari solusi guna mengatasi permasalahan yang ada dalam hal ini persolan anggaran. Banyak pertimbangan dalam proses perencanaan pertahanan dan pengembangan kekuatan. Pengaturan persyaratan merupakan suatu proses yang bertahap dan ekslusif dan harus diserahkan kepada manajer akuisisi. Banyak negara telah mengadopsi sistem yang berbeda tetapi penyerahan tanggung jawab harus tetap diberikan yang pada gilirannya akan tergantung pada peran yang ditugaskan berdasarkan hukum atau lembaga yang terlibat kepada penentu yang pada gilirannnya bergantung pada peran manajer akuisisi yang ditetapkan oleh hukum maupun lembaga-lembaga yang terlibat. Hal yang perlu dipertimbangkan bahwa keuntungan besar dalam melibatkan manajer akuisisi adalah adanya pengaturan proses yang berjalan dengan baik sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan manajer akuisisi merupakan sumber saran untuk dapat memperoleh masukan-masukan tentang kebutuhan alat pertahanan yang diperlukan sesuai dengan yang diperlukan oleh pengguna (user) dalam hal ini angkatan bersenjata. Pertimbangan kedua berkaitan dengan persyaratan dan proses penetapan persyaratan dari pengguna (user) kepada manajer akuisisi. Dalam hal ini manajer akuisisi tidak perlu dibatasi dalam melaksanakan tanggung jawab keuangan sesuai yang ditetapkan oleh pengguna (user). Manajer akuisisi akan bertanggung jawab dalam mencapai kesepakatan yang terbaik dengan lembaga-lembaga eksternal dalam hal ini suplier, dengan melihat dan mempertimbangkan opsi-opsi untuk mamasok peralatan dan/atau jasa dan memeriksa kemungkinan terjadinya perdagangan dengan mempertimbangkan antara performa (kinerja), biaya dan proses deseleksi (skala waktu). a. Pertimbangan kinerja (performa), biaya dan deseleksi (skala waktu) Diskusi di atas menunjukkan bahwa identifikasi pilihan merupakan solusi teknis untuk mengetahui dan mengukur kemampuan serta kekurangan yang harus dipertimbangkan sebagai bagian dari proses akuisisi itu sendiri dan bahwa manajer akuisisi harus diberikan cukup kebebasan untuk menyelidiki dan mengevaluasi kemungkinan opsi untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan pengguna (user). Hal ini berarti bahwa akuisisi memilih diantara beberapa pilihan berdasarkan performa (kinerja) dan variasi yang ada sesuai besarnya biaya. Selain itu terutama ketika peralatan dan/atau jasa yang tidak di beli sehingga dapat disampaikan dalam proses deseleksi (skala waktu) juga dapat bervariasi. Ketiga faktor ini kinerja (performa), biaya dan skala waktu (deseleksi) biasanya saling bergantung satu sama lain. Contoh kendaraan tempur infantri lapis baja (tank) dengan kecepatan yang lebih tinggi dan kemampuan melindungi pasukan (kru) biayanya akan lebih mahal bila dibandingkan dengan kendaraan sejenis yang memiliki performa yang lebih rendah. Hal ini tentunya menjadi semacam godaan untuk memiliki kendaraan tempur infantri yang terbaik meskipun dengan harga yang mahal, tetapi bukan berarti yang paling mahal merupakan pilihan yang terbaik. Hal ini dapat membuka suatu celah terjadinya kesalahan dalam akuisisi hal ini karena pengadaan peralatan militer tidak didukung dengan kemampuan dukungan anggaran sehingga memungkinkan terjadinya penyerapan terhadap sumber daya lain yang mungkin lebih baik dialokasikan/digunakan ditempat lain dalam bidang pertahanan. Hal yang sama juga berlaku bahwa barang yang lebih murah terkadang menjadi opsi yang lebih menarik bila ditinjau dari perspektif keuangan tetapi hal tersebut tidak selama yang terbaik. Opsi lain mungkin menawarkan kinerja yang signifikan atau keuntungan deseleksi (skala waktu) dengan penambahan sedikit investasi (biaya). Daripada memusatkan pada satu faktor , hal yang terbaik adalah dengan memperhatikan ketiga faktor secara berdampingan dan sejalan dalam mengidentifikasi penawaran yang ada dengan kinerja (performa) yang baik sesuai skala waktu yang diperlukan dengan biaya yang dapat diterima (tidak mahal). Hal yang perlu mendapat perhatian terutama masalah biaya, berbagai pengalaman menunjukkan bahwa pembelian suatu peralatan pertahanan(militer) hanya mewakili dari sebagian kecil dari kepemilikan peralatan tersebut. Pembelian peralatan militer dengan bisaya yang lebih murah kemungkinan tidak dapat diandalkan kinerjanya dan memerlukan biaya perawatan dan perbaikan yang jauh lebih mahal bila dibandingan membeli peralatan militer yang harganya sedikit lebih mahal. Dari ketiga faktor tersebut (kinerja, biaya dan alokasi waktu) depertemen pertahanan memiliki kontrol yang lebih besar atasa faktor kinera, karena hal ini merupakan pendorong utama dalam faktor biaya. Hal yang penting bagi para penentu kebijakan bertanggung jawab dalam menentukan persyaratan dan memberikan penilaian yang jujur tehadap proses pengadaan peralatan militer serta tetap tunduk kepada team peniai independent. Sering kali timbul keinginan dari orang-orang yang dekat dengan proyek pengadaan menginginkan yang terbaik dan ini merupakan suatu yang alamiah untuk memeproleh suatu peralatan militer yang memiliki kinerja lebi baik. Tetapi perlu dipahami bahwa kinerja yang baik dari suatu peralatan militer tidak harus menggunakan sumber daya lain di bidang pertahanan yang mana sumber daya tersebut juga diperlukan dibidang yang lain. Persyaratan kinerja harus betul-betul mewakili kebutuhan pengguna (user). Dimana kinerja yang lebih baik adalah pada penawaran yang biasanya dibarengi dengan harga yang tinggi tetapi harus dapat menjelaskan mengapa kinerja tambahan diperlukan. Ini merupakan suatu point penting untuk membangun suatu proyek pengadaan peralatan militer, dimana para penentu kebijakan akan meneliti pekerjaan yang dilaksanakan dan menilai apakah proyek tersebut layak dilanjutkan atau tidak. Hal lain yang perlu mendapat penilaian adalah dengan mempertimbangkan investasi yang digunakan dengan menetapkan persyaratan formal yang ditentukan, misalnya melakukan analisa operasional dari persyaratan yang ada. Team akuisisi perlu mempertimbangkan bahwa investasi pada tahap awal proyek ini benar-benar digunakan semagaimana mestinya sehinga tidak ada penyalagunaan keuangan dalam proyek yang dilaksanakan. Bentuk lain dari perdagangan dapat dilakukan dan dijadikan parameter kinerja dalam sistem militer yang mana hal ini cenderung berdampak pada biaya dan skala waktu (deseleksi), misalnya adanya pilihan untuk memperoleh persenjataan yang kuantitasnya lebih sedikit tetapi memeiliki kemampuan yang dapat diandalkan bila dibandingkan memperoleh persenjataan yang kuantitasnya lebih banyak tetapi kurang dapat diandalkan. Hal ini dapat dijadikan sebagai nilai pembanding dalam menentukan dan memilih suatu proyek pengadaan pelaratan militer. Pada intinya bahwa team akuisisi harus diberi kebebasan untuk mempelajari perdagangan yang terjadi dalam pengadaan peralatan militer untuk dapat memutuskan solusi teknis yang tepat. Hal yang perlu mendapat perhatian bahwa apa yang menurut penilaian team akuisisi tentang spesifikasi peralatan tidak selamanya harus sesuai dengan yang dipersyaratkan/ditentukan oleh pengguna (user) ataupun sebaliknya. Pada contoh diatas hal yang sebenarnya diperlukan adalah bagaimana tingkat ketersediaan peralatan yang diperlukan oleh pengguna (user) dari pada jumlah (kuantitas) peralatan yang tersedia. Dapat disimpulkan bahwa akusisi spesialis harus diberi peran utama dalam mengidentifikasikan solusi teknis yang terbaik untuk mengatasi kekurangan kemampuan dan perlu ditekankan juga bahwa team akuisisi tidak dapat diberikan kawenangan penuh dan unilateral di dalam proyek pengadaan peralatan militer. Setiap kinerja perdagangan harus dapat dikomunikasikan, dijelaskan dan dinegosiasikan dengan pengguna (user). Jika terjadi ketidaksepahaman antara team akuisisi dengan pengguna maka perlu diberikan suatu prioritas dalam memilih suatu solusi dan masalah ini perlu disampaikan kepada tataran yang lebih tinggi yaitu pihak pengambil keputusan untuk mengambil kebijakan dan keputusan. Hal ini bukan berarti merupakan suatu konfrotasi hubungan antara pengguna dengan team akuisisi spesialis, tetapi oleh beberapa negara hal ini dianggap berguna untuk mengatur masalah antara keduanya (pengguna-team akuisisi) dengan mendefiniskan sebagai hubungan antara pelanggan-suplier(pemasok). b. Menjangkau Proyek Pada tingkatan tertinggi, kebijakan pertahanan akan menentukan tugas-tugas mana yang harus dilaksanakan oleh angkatan bersenjata, menganalisa serta mengkaji berbagai cara untuk memilih cara yang tepat dalam melaksanakan tugas tersebut dan pada tingkat operasional bagaimana pengguna(user) memilih dan menjelaskan tentang peralatan yang sesuai dalam pelaksanaan tugas yang diberikan. Hal ini merupakan suatu proses yang berulang dan perlu dikaji dalam rangka membangun program pertahanan jangka panjang, rencana untuk pengembangan angkatan bersenjata biasanya selama 10 (sepuluh) sampai 20 (dua puluh) tahun, menetapkan tenaga kerja dan peralatan militer yang dikehendaki sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Program ini biasanya lebih kongkret dilaksanakan diawal tahun ketika pralatan militer telah ditentukan dan tahun berikutnya mengkaji dan menganalisa pelaksanaannya, tetapi kesemuanya itu tetap harus mempertimbangkan faktor biaya. Perencanaan keuangan diperlukan untuk dapat menunjukkan bahwa proyek-proyek yang dilakasanakan dapat dijangkau. Artinya bahwa alokasi biaya proyek dapat diakomodasi dalam pelaksanaannya baik untuk pengeluaran pertahanan dan tenaga kerja. Ini merupakan suatu tolak ukur praktis atau kredibilitas proyek sebagai sebuah komponen dalam program pertahanan masa depan. Dengan demikian keterjangkauan tidak dapat dinilai oleh manejer akuisisi yang melihat perencanaan tersebut dalam sudut pandang mereka sendiri (meskipun mereka dapat memberikan dan menyediakan data mentah) tetapi oleh para perencana pertahanan, yang memiliki visibilitas program pertahanan. Keterjangkauan merupakan salah satu penilaian penting yang harus dibuat dalam memutuskan sesuatu apakah akan memulai atau melanjutkan proyek. Oleh karena itu pengambil keputusan perlu diyakinkan bahwa hal itu akan berjalan dengan baik, meraka ingin melihat strategi akuisisi yang menjanjikan kesempatan baik untuk keberhasilan suatu proyek. c. Strategi Akuisisi Sebuah strategi akuisisi adalah keterangan dari bagaimana kemampuan yang diperlukan untuk dapat diperoleh. Akuisisi memiliki 3 (tiga) tujuan. Pertama, ada banyak cara untukmemperoleh peralatan dan/atau layanan dan tuntutan untuk menghasilkan sebuah strategi akuisisi memaksa manajer akuisisi untuk mempertimbangkan berbagai opsi-opsi yang tersedia dan untuk membuktikan bahwa pilihan tersebut adalah tepat. Kedua, startegi akuisisi menyediakan dokumen referensi untuk durasi proyek yang mungkin menjadi lebih panjang (lama) dan meilhat terjadi pergantian di bagian staf. Ketiga, strategi akuisisi memberikan bukti untuk suatu ketelitian bahwa proyek akan berjalan dengan baik dan layak dimasukkan dalam program pertahanan d. Manajemen Resiko Penggunaan manajemen resiko dalam proyek akuisisi untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam proyek pengadaan yang kemungkinan dapat mempengaruhi kinerja, biaya dan skala waktu. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi resiko yang mungkin terjadi. Manajemen resiko adalah proses mengidentifikasi resiko dari suatu proyek, menilai pentingnya mempertimbangkan resiko yang ada dan bagaimana perencanaan yang dilakukan dalam menanganai resiko tersebut. Sumber-sumber internal resiko mungkin termasuk perubahan kebutuhan pengguna (user), pergeseran prioritas pertahanan yang mengancam kemampuan proyek keterjangkauan dan perubahan dalam pemerintahan seperti kebijakan politik. Sumber-sumber eksternal resiko diantaranya pemasok kesulitan biaya, perubahan teknologi dan ketidak mampuan pemasok dalam memberikan spesifikasi yang diinginkan, serta fluktuasi nilai tukar uang yang dapat mengarah ke biaya proyek yang lebih tinggi. 3.1.7 Tranparancy in Defence Management Transparansi dalam hubungannya dengan akuntabilitas merupakan inti demokrasi. Namun dalam penerapannya sangat bervariasi, khususnya di bidang pertahanan dan keamanan. Pertahanan dilakukan melalui pembentukan militer yang terlatih, yang memiliki pandangan sendiri dan cara terbaik untuk menjaga kepentingan nasional. Pada prinsipnya, akuntabilitas dalam pertahanan dan keamanan harus menyerupai praktek umum seluruh pemerintah, terutama dengan menyediakan sebuah tingkat yang memadai dalam anggaran yang detail, tetapi ada pengecualian yang jelas. Meskipun harus menunjukkan garis anggaran untuk intelijen, rincian pekerjaan mereka tetap harus disimpan sebagai rahasia. Kebutuhan yang ditingkatkan oleh perpaduan dari keamanan internal dan eksternal, terutama karena munculnya kelompok teroris dan kejahatan yang terorganisir. saat ini, kita semua dihadapkan dengan dilema mempertahankan kebebasan individu dan keamanan publik, yang memiliki implikasi untuk administrasi dalam keadilan, tetapi juga untuk penerapan transparansi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan. Transparansi telah menjadi hal yang lebih menyebar dengan meningkatnya kecenderungan untuk memprivatisasi fungsi dalam pembentukan pertahanan, fungsi yang di masa lalu dianggap sebagai inti dari bisnis yang dimiliki mereka. Pengecilan angkatan bersenjata telah menyebabkan konsentrasi pada kemampuan tempur dan kesimpulan, kadang-kadang keliru, bahwa beberapa fungsi tidak membutuhkan ketersediaan permanen di bawah kondisi operasional dan bisa lebih murah diserahkan kepada perusahaan swasta. Contohnya dapat ditemukan di bidang katering dan logistik, tetapi juga di perusahaan keamanan swasta. Masalah dalam pengeluaran pertahanan adalah kebutuhan peralatan agar menjadi kokoh dan tahan lama, kadang-kadang sampai empat puluh tahun. Ini berarti bahwa pembelian baru memiliki implikasi besar bagi masa depan angkatan bersenjata, yang militates mendukung peralatan dan memiliki potensi pertumbuhan yang mampu diperbarui dalam program 'modernisasi paruh baya'. Sama pentingnya adalah penilaian 'biaya siklus hidup' dalam membandingkan alternative solusi peralatan. Transparansi menjadi sangat penting, untuk memenuhi biaya peralatan baru yang harus diungkapkan, termasuk adaptasi yang diperlukan dalam infrastruktur, suku cadang, personalia dan pelatihan. Pengadaan Pertahanan bukanlah sebuah keputusan tunggal tetapi melibatkan beberapa tahap. Mulai dengan konsep strategis nasional atau dokumen kebijakan serupa, persyaratan militer harus dirumuskan dan prioritas yang ditetapkan antara proposal dari berbagai layanan Sebuah anggaran untuk biaya siklus hidup proyek pertahanan. Pergeseran pertahanan kolektif untuk operasi pendukung perdamaian telah memiliki dampak yang besar terhadap pertahanan dan keamanan. Dua faktor yang menghalangi dalam arti positif: pertama, peningkatan hubungan antara keamanan internal dan eksternal sebagai akibat dari terorisme, kejahatan terorganisir dan imigrasi ilegal dan, kedua, pengakuan atas kebutuhan untuk keamanan minimum sebelum pembangunan atau rekonstruksi dapat dilaksanakan dengan sukses. Lebih problematis adalah karakter inheren selektif dalam proses pengambilan keputusan nasional tentang partisipasi dalam operasi dukungan perdamaian. Sebagai hasil dari kesiapan untuk berpartisipasi dalam operasi berisiko, saat ini Pasukan yang tersedia tidak cukup untuk Pasukan Bantuan Keamanan Internasional ( ISAF ) operasi di Afghanistan. Meskipun itu tidak akan diperlukan oleh semua anggota NATO atau Uni Eropa untuk bergabung dalam setiap operasi, beberapa skenario perencanaan harus diperlukan agar mampu bereaksi dengan cepat ketika krisis. Perjanjian Lisbon mungkin di lakukan di Uni Eropa dan setelah KTT Bucharest NATO konsep strategis baru untuk Aliansi mungkin akan datang di bawah pemerintahan baru AS. Di tingkat nasional, keputusan untuk ikut operasi akan memerlukan persiapan yang lebih hati-hati dari publik dan parlemen. Informasi yang memadai dan briefing komite parlemen yang relevan. Pada titik ini, banyak negara Eropa yang masih memiliki jalan panjang untuk pergi. Kebanyakan dari mereka memiliki proses prosedur anggaran dan legislative yang cukup, tapi banyak parlemen yang kurang keterlibatannya dalam keputusan kebijakan. Namun, informasi yang memadai dengan cara laporan dan briefing penting untuk mempersiapkan opini publik karena kemungkinan sebagian besar operasi akan memakan waktu lebih lama daripada yang diantisipasi dan akan lebih mahal dalam pembiayaan hidup dan sumber daya manusia . Akhirnya, masyarakat internasional harus berbuat lebih baik dalam mengkoordinasikan banyak organisasi pemerintah dan non - pemerintah yang terlibat dalam manajemen krisis. Cara kami saat ini bukanlah biaya yang paling efektif karena akan menyebabkan kritik sumber daya yang terbuang. Baik NATO dan Uni Eropa memperbarui konsep strategis mereka dari tahun 1999 dan 2003. Uni Eropa memiliki konsep untuk Sektor Keamanan Reformasi tetapi tidak NATO maupun PBB. Pelajaran dari Irak dan Afghanistan sejak awal rencana operasi militer harus siap untuk selanjutnya masuk dalam fase stabilisasi pasca konflik, rekonstruksi, pembangunan dan keamanan. Ini harus dilihat sebagai hal yang terintegrasi dalam pendekatan yang komprehensif dari awal. Jika tidak, upaya kita hanya memiliki efek sementara saja dan krisis terikat akan menyala kembali. Ini merupakan Pendekatan komprehensif yang harus tercermin dalam karya pemerintah dan parlemen, menyatukan setiap sisi keamanan-militer dan polisi, keadilan, rekonstruksi dan pembangunan. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan. Dinamika perkembangan lingkungan strategik selalu membawa implikasi, baik positif maupun negatif, secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat mempengaruhi jalannya pembangunan nasional yang sedang terlaksana saat ini. Menyikapi perubahan lingkungan strategik baik ditingkat global,regional dan nasional maupun lokal maka negara Indonesia membutuhkan manajemen strategik dan manajemen pertahanan agar dapat menyesuaikan dengan dinamika perubahan lingkungan strategik yang terjadi. Manajemen Strategik adalah perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil, agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operasional untuk menghasilkan barang dan / atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organisasi. Kebijakan Umum Pertahanan Negara disusun sebagai satu kesatuan arah yang meliputi: Kebijakan Pertahanan,Kebijakan Pembangunan Postur Pertahanan Militer, Kebijakan Pemberdayaan Pertahanan Nirmiliter, Kebijakan Pengerahan Kekuatan Pertahanan Militer, Kebijakan Kerja Sama Internasional Bidang Pertahanan, Kebijakan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Industri Pertahanan, Kebijakan Pengamanan Wilayah Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar, serta Kebijakan Penganggaran, dan Kebijakan Pengawasan. Sistem pertahanan negara yang kuat bukan saja mampu menjaga kedaulatan dan kehormatan bangsa, namun juga menjadi instrumen yang efektif sebagai kekuatan penangkal (deterrent) dan bargaining position dalam hubungan antarnegara.Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sumber daya nasional, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Oleh karena itu, pembinaan SDM menjadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan SDM pertahanan yang mampu menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Dalam penyelenggaraan pertahanan negara diperlukan suatu manajemen pertahanan dalam rangka menentukan postur pertahanan yang ideal yang disesuaikan dengan kondisi geografis, anggaran, dan ancaman. Oleh karena itu perlu sinkronisasi antara manajemen pertahanan dengan manajemen startegik dengan dihadapkan pada perkembangan lingkungan startegik yang senantiasa mengalami dinamika perubahan. 3.2 Saran a. Perlunya perencanaan startegis dalam program perencanaan postur pertahanan militer, terutama dalam pengadaan alutsista TNI dengan mempertimbangkan skala prioritas kebutuhan bila diperhadapak dengan perubahan lingkungan startegik dan arah serta datangnya potensi ancaman. b. Perlunya membangun postur pertahanan sebaiknya menyesuaikan kondisi geografis suatu negara. Indonesia sebagai negara kepulauan maka pradigma pembangunan kekuatan militer perlu diarahkan pada pembangunan kekuatan matra udara, laut lalu matra darat. Daftar Pustaka Agustinus Sri W., ,Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berpikir Strategis, Binarupa Aksara,1987 Arsyad, Azhar, Manajemen Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan & Eksekutif. Manajemen Strategik, 2003 Budi Susilo Soepanji, Lingkungan Strategis Perlu Ditelaah dan Dikaji, Majalah News Letter Lemhanas RI, Edisi 44 Maret 2013 Connie Rahakundini Bakrie, Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Yayasan Obor Indonesia, November Hadari Nawawi, Manjemen Strategi, Gadjah Mada Pers : Yogyakarta, 2005 Karmin Suharna, Konflik dan Solusi Laut China Selatan dan Dampaknya Bagi Ketahanan Nasional, Majalah Tannas, Edisi 94, 2012 Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI, Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan danTeknologi Bidang Pertahanan dan Keamanan, Buku Putih Indonesia 2005 – 2025, 2006 Marciano Norman, Perkembangan Lingkungan Startegis dan Prediksi Ancaman Tahun 2008, Ditanlingstra, Ditjen Strahan Dephan RI, 2008 Peter Drucker. Manajemen: Tugas, Tanggungjawab, Praktek. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1983 (Terjemahan). Purnomo Yusgiantoro, Pencapaian Pembangunan Pertahanan Keamanan Setelah 65 Tahun Indonesia Merdeka. Jurnal Sekertaris Negara RI, Nomor 17, Edisi Agustus, 2010. Sadono dan M. Ibnu Holdu, Pengembangan Geopolitik Indonesia 5-10 Tahun Mendatang. Tim Puslitbang Strahan Balitbang Dephan. Tommy Hartomo, Manajemen Strategik. Ditrenbangpuan Ditjen Rensishan Dephan RI,Sumber http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/manajemen-strategik (diunduh tanggal 24 Nopember 2013, jam 20.13 WIB) Yani Antariksa, Manajemen Pertahanan Negara, Disampaiakan pada mata kuliah Manajemen Startegik dan Manajemen Pertahanan, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia,2013. MANAJEMEN STRATEGIK DAN MANAJEMEN PERTAHANAN MENGHADAPI PERUBAHAN LINGKUNGAN STARTEGIK Mata Kuliah : MANAJEMEN STRATEGIK DAN MANJEMEN PERTAHANAN Dosen: Laksma TNI Dr. A. Yani Antariksa,SE,SH,MM Disusun oleh: Isak Rapang NPM 1206304641 KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA 2013

1 komentar:

  1. terima kasih informasinya yang diberikan memang dalam perusahaan sangat penting bagi tim manajemen untuk dapat mengerti sistem yang akan dilaksanakan dalam perusahaan oleh karena itu penting bagi mereka untuk dapat memanfaatkan informasi yang bisa berguna seperti teknologi yang bisa membantu mereka seperti ERP System yang akan membuat banyak operasi bisnis dan manajemennya menjadi begitu otomatis dan juga digital

    BalasHapus